Mohon tunggu...
Aditya Cahya Saputra
Aditya Cahya Saputra Mohon Tunggu... -

Student of Bogor Agricultural University

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebersahajaan Bung Hatta

1 Februari 2015   23:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:59 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagai kajian yang mengupas mengenai biografi tokoh-tokoh berpengaruh dunia sangat diperlukan. Hal ini dilakukan sebagai bahan referensi untuk menambah pengetahuan, mengambil teladan, dan memperbaiki kekurangan yang terjadi di masa lalu. Sudah sepantasnya sebagai generasi muda yang mempunyai cita-cita mengubah paradigma lama yang berorientasi mekanistik menjadi paradigma baru yang lebih holistik seraya terus belajar dari masa lalu. Masa lalu menjadi sumber ilmu dan investasi untuk mengadakan perbaikan di masa depan.

Belajar dari seorang tokoh Indonesia yang dikenal sebagai Bapak Proklamator dan menjadi inspirasi bagi pemuda untuk meneladaninya yaitu Mohammad Hatta. Tokoh yang sering dipanggil dengan ‘Bung Hatta’ ini merupakan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia. Sosoknya yang bersahaja sebagai bapak pendiri bangsa mempunyai karakter yang jarang dimiliki pemuda saat ini. Kesederhanaan dan kebersahajaan beliau dalam memimpin menjadi teladan bagi pemimpin-pemimpin lain di zamannya, zaman sekarang, dan zaman yang akan datang. Sudah jarang ditemui sosok pemimpin yang mempunyai basis nilai-nilai dasar untuk rela berkorban, mengabdi, ikhlas, dan lebih mementingkan kepentingan publik dan negara dibanding kepentingan dirinya sendiri bahkan keluarganya. Alhasil teladan inilah yang saat ini menjadi oase di tengah gurun pasir yang sulit  ditemukan dalam kepemimpinan di negeri ini.

Kisah menarik dari Bung Hatta yang menjadi pembelajaran bagi kita adalah kebijakan mengenai pemotongan nilai uang Republik Indonesia (ORI) pada tahun 1950-an. Rahmi Hatta, istri Bung Hatta sempat mengeluh karena Hatta tidak pernah memberi tahu tentang uang Republik Indonesia yang akan mengalami pemotongan sebagai kebijakan untuk menyelamatkan perekonomian negara. Akibat dari kebijakan ini uang tabungan yang selama ini diusahakan Hatta dan keluarga menjadi tidak ada harganya lagi. Hal ini menunjukkan bahwa Bung Hatta merupakan seorang pejabat dan politisi yang bersih dalam memegang amanah. Beliau mencontohkan bagaimana seharusnya menegakkan dan menjalankan apa yang disebut good governance dengan lebih mementingkan kepentingan orang banyak dibanding kepentingan keluarga sendiri.

Kisah lain mengenai cita-cita Bung Hatta untuk membeli sepatu Bally. Beliau terkesima dan sangat ingin memiliki sepatu yang terpampang di etalase toko saat beliau mengadakan perjalanan di luar negeri. Beliau sempat menyimpan guntingan iklan sepatu Bally tersebut di dompet demi cita-cita untuk membeli sepatu tersebut suatu saat nanti. Bung Hatta tidak mempunyai cukup uang meskipun pada saat itu beliau menjabat sebagai Wakil Presiden dan bisa mendapatkan sepatu tersebut dengan mudah dengan kedudukan yang beliau miliki. Namun Bung Hatta lebih memilih jalan lain untuk menabung sedikit demi sedikit untuk membeli sepatu Bally tersebut dengan hasil jerih payah keringat beliau. Namun tidak disangka uang tabungan yang beliau simpan selalu berkurang untuk membiayai keperluan rumah tangga, membantu saudara dan kerabatnya yang lebih membutuhkan. Alhasil sampai akhir hayatnya pada tahun 1980 beliau belum bisa mewujudkan cita-citanya untuk membeli dan memiliki sepatu Bally tersebut.

Konsep kesederhanaan dan kebersahajaan yang dicontohkan Bung Hatta sebagai pemimpin dalam mengambil dan memutuskan suatu kebijakan inilah yang menjadi wujud nyata Bung Hatta dalam berbaur dengan masyarakat sehingga Bung Hatta mudah diterima oleh masyarakat sampai pada tingkat akar rumput. Pilihan mudah bagi Bung Hatta untuk memperoleh simpati dan mengarahkan massanya karena kata yang diucapkan selalu sejalan dengan tindakan yang dilakukan. Kepemimpinan yang dilandasi dengan jiwa mengabdi dalam hidup sederhana dan selalu bersyukur dalam berbagai keadaan menjadikan Bung Hatta sebagai sosok pemimpin yang merakyat dan mendapat hati di kalangan rakyat.

Sosok Bung Hatta yang mempunyai karakter sederhana dan bersahaja seperti sudah melekat pada diri saya yang dilahirkan dari keluarga sederhana dan dibesarkan di lingkungan pedesaan. Semenjak saya memutuskan untuk melanjutkan studi saya ke IPB yang seyogyanya merupakan lingkungan yang belum pernah saya kenal atmosfer dan kehidupan sehari-harinya, yang jauh berbeda dengan atmosfer pendidikan dan berbeda dengan karakter orang lain di daerah yang cenderung homogen, saya memberanikan diri untuk pergi merantau sebagai pemuda desa yang ingin mengubah dunia. Saya bersyukur kepada Allah SWT dengan diberikannya kesempatan untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi dengan beasiswa yang saya peroleh saat masuk dan diterima di IPB. Kesempatan berorganisasi dari tingkat pertama sampai tingkat ketiga saya alami sehingga menemui dan mengenal orang lain dengan karakter yang bermacam-macam. Lingkungan yang sangat heterogen di IPB tak pelak menjadikan saya mengubah prinsip hidup yang tertanam dalam diri saya.

Prinsip hidup saya adalah berusaha untuk selalu menginspirasi orang lain melalui keteladanan. Saya selalu berusaha untuk mendapatkan prestasi lebih baik dari teman-teman saya yang kebanyakan berasal dari orang tua yang lebih berada. Dalam kesederhanaan, saya berusaha masuk dalam lingkungan mereka dan menjadi bagian dari mereka. Dengan prestasi yang saya peroleh dan dengan gaya memimpin yang bersahaja dan apa adanya, saya dijadikan contoh atau teladan bagi mereka dalam upaya berlomba-lomba dalam meraih prestasi. Hal ini membuat saya mampu membuat atmosfer nyaman di lingkungan baru yang saya temui dan menjadikan lingkungan baru tersebut sebagai keluarga kedua saya.

Poin penting untuk memperoleh pengakuan dan penghargaan melalui keteladanan dan kesederhanaan saya dapatkan di salah satu episode kehidupan saya ini. Sosok pemimpin yang memberi arti dan makna melalui keteladanan dan kebersahajaan menjadi sosok yang dirindukan oleh rakyat seperti yang dicontohkan Bung Hatta. Gaya kepemimpinan yang merakyat yang berorientasi keteladanan dan kebersahajaan memberi efek yang lebih dalam dan mendalam di dalam hati masyarakat yang dipimpinnya.

Referensi :

Abbas, Anwar. 2010. Bung Hatta dan Ekonomi Islam. Jakarta [ID]: Kompas

Mardani. 2014. Bung Hatta, Sebuah Kesederhanaan Bapak Bangsa. [Artikel]. Dapat dilihat di :http://www.merdeka.com/peristiwa/bung-hatta-sebuah-kisah-kesederhanaan-sang-bapak-bangsa.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun