Mohon tunggu...
Darmawan Adi
Darmawan Adi Mohon Tunggu... -

asal aceh selatan tapaktuan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tulisan Untuk Bulo Suma Desa tertinggal di Kabupaten Aceh Selatan

24 Februari 2011   18:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:18 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1298572668563602639

“LUNTURNYA MERAH PUTIHKU”

Catatan Perjalanan ke Buloh Sema

Oleh : Adi Darmawan (South Aceh Institute/SAIn)

Tulisan ini merupakan ungkapan nyata dari kilas balik perjalanan expedition ke buloh seuma bersama kawan-kawan LSM, wartawan ANTV/TV one, serta didukung oleh TIM SAR kabupaten Aceh Selatan.

Kemukiman buloh seuma merupakan sebuah wilayah kemukiman yang terletak di kecamatan trumon kabupaten aceh selatan, daerah ini merupakan salah satu kemukiman yang terisolir karena factor topografi wilayah yang berada di ujung perbatasan aceh selatan serta tidak adanya sarana jalur transportasi jalan yang menhubungkan ke kemukiman buloh seuma.

Kemukiman ini terdiri dari 3 gampong, yaitu gampong raket, gampong teungoh dan gampong kuta padang dengan total jumlah penduduk sekitar 700jiwa.

Keterisoliran ini merupakan salah satu factor yang menyebabkan masyarakat buloh seuma luput dari perhatian pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten aceh selatan sendiri. Letak wilayah yang di klaim masuk ke dalam kawasan ekosistem leuser seakan memperparah kehidupan masyarakat disana. Factor ini juga yang sering menjadi hambatan dan kendala didalam membangun sarana pembangunan di kemukiman buloh seuma khususnya jalur transportasi/jalan.

Menembus kemukiman buloh seuma merupakan satu tantangan tersendiri bagi tim, membutuhkan energi dan semangat yang kuat untuk mencapai kawasan yang terkenal dengan penghasil madu tersebut. Tim dengan menggunakan 2 Speed boat menembus hempasan ombak dan riak-riak air laut menuju ke wilayah tersebut. Selain via laut perjalanan juga bisa ditempuh melalui darat, tetapi membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk melewati hutan-hutan perawan tersebut. Perjalanan darat harus melewati gampong teping tinggi kemudian baru dilanjutkan melalui pinggiran pantai di atas desiran debu dan pasir-pasir putih yang terhampar dengan indah. Biasanya masyarakat setempat untuk menuju ke ibukota kecamatan trumon membutuhkan waktu 1 hari penuh,dengan berjalan kaki. Bayangkan kalau seandainya harus ke ibukota kabupaten, tentunya membutuhkan waktu sampai 2 hari, serta biaya paling tinggi hanya untuk mengurus persoalan administrasi sepele dan persoalan-persoalan lainnya.

Susahnya akses transportasi seperti jalan yang tidak ada, serta berbagai sarana pendukung lainnya seperti jaringan telekomunikasi menyebabkan efek yang luar biasa untuk masyarakat kemukiman buloh seuma,hasil pertanian/perkebunan tidak bisa dipasarkan sedangkan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari meningkat menjadi 2 kali lipat diatas pasaran harga. Keterisoliran ini ditambah lagi dengan factor alam, seperti banjir yang sering melanda kawasan trumon serta cuaca di laut yang mengganas juga mengakibatkan putusnya hubungan antara kecamatan dengan kemukiman tersebut.ini adalah penomena yang sangat sering di alami oleh masyarakat kemukiman buloh seuma.

Pendidikan

Kondisi pendidikan di buloh seuma sangat memprihatinkan, fasilitas sekolah sangat tidak memadai. Factor utama yang menjadi kendalanya adalah kekurangan guru/tenaga pendidik yang mahu mengabdi di kemukiman tersebut. Salah satu contoh di SMPN buloh seuma, tenaga pendidik yang aktif hanya 3 orang, terdiri dari 1 orang yang sudah diangkat menjadi PNS dan 2 orang lagi masih berstatus honorer. Sebenarnya ada 7 orang tenaga pendidik yang terdaftar di sekolah tersebut. mereka boleh mengajar mata pelajaran apapun, tidak mesti terfokus ke satu bidang mata pelajaran tertentu. Ruangan kelas yang hanya terdiri dari 3 ruangan, yaitu kelas 1 kelas 2 dan kelas 3, dengan total keseluruhan siswa berkisar antara 40 orang.

Perjuangan anak-anak buloh seuma untuk menempuh pendidikan sangat luar biasa. Untuk menempuh perjalanan ke sekolah dasar (SD) mereka harus melewati hutan-hutan dan pinggiran rawa sekitar 3 Km, perjalanan tersebut juga harus menaiki rakit penyebrangan bahkan ada juga anak-anak yang menggunakan perahu kecil untuk menyeberang ke desa sebelah.

Wajah-wajah polos tersebut dengan setianya setiap pagi melewati hutan-hutan rimba tersebut, jalan-jalan becek dan kerap banjir bukanlah menjadi penghalang utama bagi mereka untuk menuntut ilmu, walaupun pelajaran jam pertama harus dimulai sekitar jam 09.00 ataupun jam 10.00 pagi. Hampir mayoritas dari anak-anak tersebut menggunakan pakaian seragam yang sudah lusuh bahkan ada yang tidak menggunakan sepatu hanya memakai sandal, bahkan ada yang tidak memakai sama sekali. Dan ada juga anak-anak yang tidak membawa buku apapun ke sekolah.

Bagi mereka, ini adalah rutinitas sehari-hari yang harus mereka jalani. Dan mungkin bagi mereka ini adalah hal yang biasa. Mereka berangkat ke sekolah secara bersama-sama serta pulang juga secra bersama-sama. Bahakan guru merekapun terpaksa berangkat bersama-sama untuk melewati hutan-hutan dan rawa-rawa tersebut.

Tidak ada tanda-tanda sedikitpun bahwa bagi mereka Indonesia ini sudah merdeka selama 60 tahun, ataupun aceh yang katanya mendapatkan limpahan alokasi anggaran yang sangat besar untuk dunia pendidikan. Yang ada di benak mereka bagaimana setiap paginya harus menembus hutan-hutan dan rawa tersebut hanya untuk sebuah nilai mata pelajaran yang sangat berguna untuk mereka kelak dikemudian hari. Jika kondisi banjir melanda kawasan tersebut, maka dengan secara otomatis dunia pendidikan disana terhenti total, karena jalan tersebut merupakan jalan satu-satunya yang menghubungkan gampong kuta padang ke gampong raket via darat.

Sepertinya semangat merah putih yang ditanamkan melalui seragam lusuh mereka tidaklah dibarengi dengan fasilitas pendidikan yang semestinya harus mereka dapatkan sesuai dengan amanat undang-undang 1945 yang mereka pelajari selama ini. Masyarakat buloh seuma umumnya sangat berharap agar mereka diperlakukan layaknya manusia. Walaupun mereka hidup ditengah hutan rimba yang diklaim masuk kekawasan ekosistem leuser, dimana pemerintah lebih cenderung melindungi marga satwa yang ada di dalamnya ketimbang manusia yang mempertahankan hidup diatas tanahnya sendiri.

Akses transportasi seperti jalan, dan jembatan adalah salah satu prioritas pembangunan utama yang harus ditembus oleh pemerintah, jika ingin melihat senyuman sumringah dari masyarakat buloh seuma, sudah sangat lama mereka tidak tersenyum melihat daerahnya dibangun,melihat mobi-mobil yang melintasi daerahnya, melihat asap-asap kenderaan yang mengankut hasil pertanian/perkebunan mereka, melihat anak-anak mereka dengan berlari-lari kecil diatas jalan asapal menuju sekolah mereka, ataupun melihat orang-orang sakit yang dibawa oleh ambulance ke rumah sakit tidak lagi menggunakan rek pengangkut bahan bangunan. Itulah setidaknya harapan dari mereka sebgai jiwa-jiwa yang sudah merdeka di atas tanah kelahirannya sendiri..

Salam Damai

Mengetahui

Badan Pekerja Harian South Aceh Institute (SAIn)

Adi Darmawan

Koordinator

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun