"Lha lo ngapain pake beli gituan?" tanya saya. Seperti yang saya tulis di atas.
"Mumpung ada tuh motor. Dan gw dapet murah segitu. Lumayan lah," dia masih bisa senang.
"Trus. Kenapa lo ngeluh?" tanya saya lagi. Sudah malas sebenarnya dengar keluhannya. Mengeluh tapi senang. Bingung.
"Ya itu. Kadang gw bingung mau ngapain. Makan sekarang sehari sekali gw," ucapnya memelas.
"Ya derita lo lah. Kalo mau seneng ya jual aja. Simple," kata saya.
"Lha jangan. Sayang tu motor. Bagus," alasannya.
Itu sedikit cerita dari saya. Ada yang cukup menyentil cerita dari saya. Kalau kata saya, kesenangan itu tidak bersifat mutlak. Kaya itu senang. Tidak. Kesenangan itu milik orang masing-masing. Menurut versi mereka. Pernah lihat ada orang beli mobil-mobilan hot wheels harga ratusan bahkan jutaan rupiah? Kalau ditanya "ngapain?" pasti jawaban mereka "karena gw seneng aja". Kesenangan itu gak ada batasnya. Senang menurut mereka belum tentu menurut kita. Kita malah mungkin bilang itu nyusahin.
Sama dengan kesejahteraan. Bisa diukur darimana kesejahteraan itu? Gak tau diukur darimana. Kalau ada yang bisa kasih tahu. Toh, ada pedagang cilok yang bisa menyekolahkan anak dan bisa makan dan bahkan bisa memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Padahal penghasilan tak tentu.
Dari peristiwa buruh vs kelas menengah (ngehek) ini adalah kita seharusnya bisa belajar berhemat. Saya yakin, di antara kita jika dapat uang Rp 10 juta secara tiba-tiba, pasti akan membeli sesuatu yang kita ingin tanpa kita ketahui manfaatnya. Kadang seperti itu. Ya, mulailah berhemat. Rp 3,7 juta pun bisa habis seketika dan bilang belum sejahtera dengan uang segitu apabila gaya hidup kita tidak berubah. Ini untuk semua ya. Gak cuma buruh aja. Ato kelas menengah (ngehek) aja. Ini semua tergantung kita menyikapinya. Ada orang yang hanya hidup dengan uang sebesar Rp 1,5 juta saja. Itu bisa terjadi buat mereka yang sudah berkeluarga lho. Gak usah sirik-sirikan. Toh dalam Al Qur'an tertulis:
“Dan janganlah kamu tujukan pandangan matamu kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, (sebagai) bunga kehidupan di dunia, agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.” (Thaha: 131).
Hiduplah sesuai kebutuhan. Hiduplah sesederhana mungkin. Nyadar diri. Senang sih senang. Tapi jangan menyusahkan diri sendiri. Apalagi menyusahkan orang lain. Ya, kali ini saya mencoba menjadi Mario Teguh dengan kalimat-kalimat positif. Pada kenyataannya? Itu saya kembalikan pada Anda. Kalau gak sesuai dengan kenyataan jangan salahkan saya.