Mohon tunggu...
Aditya Shorea Pratama
Aditya Shorea Pratama Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang mahasiswa tingkat akhir Jurnalistik Universitas Padjadjaran Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Manusia yang Sebenarnya Terjebak dalam Pengulangan

24 November 2013   12:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:45 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari yang lalu, seorang teman menulis status di facebooknya begini, "Pekerja adalah orang yg terjebak dalam pengulangan, seorang BUDAK di dalam sistem yg mengurung dirinya." Sebuah Kalimat yang dikutip dari pidato seorang wisudawan di Amerika, Erica Goldson. Jika mau baca di sini. Inti dari pidato itu adalah ketakutan seorang mahasiswa setelah lulus. Saat menjadi mahasiswa, kita di doktrin oleh pihak kampus. Ikuti apa saja yang disuruh, dapat IPK tinggi, dan Anda akan lulus dengan cepat. Namun apakah Anda siap menghadapi hidup yang katanya kejam? Wallahu'alam. Gak ada salahnya lulus cepat, dapat kerja yang layak. Toh, nyatanya biaya kuliah emang mahal sekarang. Coba perhatikan, mahasiswa saat ini banyak yang lulus cepat. Akan terasa sekali perbedaan bagi para mahasiswa angkatan tua. Jika dilihat, mereka memang gak setragis yang Erica bilang di pidatonya. Mereka masih punya hobi. Mereka tentu saja bisa bersenang-senang dengan cara mereka sendiri. Dan mereka tentu saja menjadi mahasiswa pada umumnya. Kuliah, ada yang ikut pergerakan mahasiswa ada yang gak juga, dan lulus. Saya tidak akan membicarakan tentang kehidupan di kampus. Ada yang menggelitik sebenarnya dari pidato si Erica itu. "Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan". Kalimat itu lebih tepatnya kata "pekerja" menurut saya diganti dengan kata "Manusia". Ya, kita manusia sebenarnya -- disadari atau tidak -- diciptakan untuk melakukan suatu pengulangan. Gak percaya? Coba introspeksi lagi apa yang telah anda lakukan selama ini. Kita ibarat tokoh game yang sedang melakukan permainan. Pernah main The Sims? Sebuah game sosial yang menurut saya benar-benar persis menggambarkan kehidupan manusia. Di game the sims ini, kita mengendalikan karakter yang kita mainkan. Kita mau makan, klik. Kita mau ngobrol dengan anggota keluarga, klik ke orang yang mau diajak ngobrol. Kita mau pergi, klik ke tempat yang kita tuju. Dan ketika ada game expansion-nya, kita install game expansionnya tersebut, saya yakin, Anda pasti mencoba hal yang baru yang ada dalam game expansion tersebut. Game expansion ini ibarat update-annya lah. Sama dengan manusia. Hanya saja kita dikendalikan oleh beberapa hal. Pertama, bosan. Bosan pada tiap orang ini beda-beda. Rasa bosan membuat kita menghindari perbuatan yang terus-menerus kita lakukan dan melakukan sesuatu yang baru buat kita. Atau yang paling minimal melakukan sesuatu yang kita senangi jaman dahulu yang sudah jarang bahkan tidak pernah dilakukan lagi. Misalnya, jika saya bosan, saya membaca komik doraemon atau detective conan yang dari dulu saya senangi. Hanya saja udah gak saya lakukan akhir-akhir ini. Yang kedua adalah pengaruh media. Ya disadari atau tidak, ada beberapa hal yang kita lakukan ini karena pengaruh dari media, baik elektronik maupun media cetak. Hal ini sebenarnya yang selalu menciptakan segala sesuatu yang baru dan tanpa sadar kita selalu mengikutinya berulang-ulang kali. Misalnya saat fenomena hijab yang kemudian muncul ke media dengan contoh dari para artis dan designer hijab yang mampu mengubah perempuan berhijab menjadi cantik. Enak dipandang pokoknya. Berbondong-bondong orang kini berhijab. Berbeda dengan dahulu. Hijab atau jilbab dipandang kuno. Bahkan, orang islam sendiri malas menggunakan jilbab. Panas. Begitu alasannya. Hidayah? Bisa jadi. Tapi mayoritas adalah jilbab sekarang bisa dimodif hingga menjadi terlihat anggun, cantik, ciamik, aduhai pokoknya. Yang terakhir adalah karena kewajiban. Ini yang absurd. Kewajiban di sini mungkin yang dimaksud Erica dalam pidatonya soal pekerja. Pekerja sejatinya adalah orang yang hanya melakukan sesuatu yang disuruh oleh atasannya. Dan itu bisa berulang-ulang. Ada orang yang bosan melakukan ini. Namun, karena kewajiban agar mendapat hak, dia harus melakukan itu. Seperti Sisifus, tokoh yang diciptakan Albert Camus dalam bukunya Mite Sisifus. Di ceritakan bahwa Sisifus yang selalu menentang perintah Dewa, dikutuk oleh Dewa melakukan sesuatu yang sia-sia. Tidak bermakna. Dia disuruh menggelindingkan batu ke puncak gunung. Hal itu terus ia lakukan karena batu itu menggelinding ke bawah terus setelah sampai puncak. Camus dalam cerita ini menyampaikan bahwa kehidupan ini adalah kesia-siaan. Manusia hidup dalam dunia yang absurd. Ada hal yang manusia tidak ingin lakukan pada pekerjaannya, namun pada akhirnya manusia itu tetap melakukan pekerjaan tersebut karena suatu hal yang lain. Contoh. Banyak orang yang memilih pekerjaan sesuai dengan bidangnya. Jika tidak, dia gak mau. Mungkin karena ada perusahaan yang menawari gaji lebih besar, dia ambil. Padahal dia kerja bukan pada bidangnya. Hal ini banyak sekali terjadi, kan? Ya, manusia lah yang berusaha dan terus berusaha. Namun, jika gak dikasih jalan sama Tuhan, mau apa lagi. Mungkin itu yang terbaik. Inilah yang dimaksud Camus dengan kesia-siaan. Ketidakjelasan. Ketidakjelasan ini diakibatkan oleh keinginan manusia yang tidak sejalan dengan kehidupan. Ya, pada akhirnya kita semua yang terjebak dalam pengulangan. Bukan hanya pekerja. Manusialah yang memang terjebak dalam pengulangan. Tidur, bangun, makan, kerja, makan, kerja, pulang, ngobrol dengan tetangga, tidur. Ketemu weekend, jalan-jalan bareng keluarga atau kumpul main gaple dengan para tetangga seusai kerja bakti di lingkungan. Atau yang kelas atas, ketemu di kafe-kafe, hangout bareng teman, mabuk, pulang. Ya beginilah. Mau gak mau harus dijalani. Absurd ya!haha. Ah iya. Kemarin saya nonton sebuah video lucu. Sekilas sama seperti yang saya tuliskan barusan. persis sekali. Manusia tak ubahnya sekumpulan robot, Silakan ditonton di sini.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun