Mohon tunggu...
Adit Purnama azi
Adit Purnama azi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan 2018 Universitas Islam 45 Bekasi

Jadilah bestari dan bermanfaat untuk orang lain

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Permendikbud Ristek No 30 Thn 2021 Upaya Penanganan Kekerasan Seksual

9 Desember 2021   13:49 Diperbarui: 9 Desember 2021   14:02 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara terkait kekerasan seksual di Indonesia saat  ini semakin hari semakin meningkat dan hal ini terjadi di beberapa kalangan dari anak usia dibawah umur sampai kepada orang dewasa yang sampai saat ini masih banyak menjadi korban dari para pelaku pelecehan seksual. Perlu diketahui bahwasannya tindakan pelecehan seksual ini sangat merugikan bagi korban yang mengalami. Contohnya adalah kekerasan pelecehan seksual, perbuatan ini adalah perbuatan yang keji dan dapat merugikan orang lain. Banyaknya kasus pelecehan di Indonesia adalah kurangnya perhatian, pengawasan serta kesadaran diri dari pihak Negara maupun individu itu sendiri. Dalam kasus ini terjadi karena kurangnya individu tersebut berhati-hati. Pelecehan seksual dapat dilakukan melalui tindakan verbal maupun non verbal. Banyaknya kasus yang dipublikasikan disebut sebagai kasus verbal, sedangkan kasus yang non verbal seringkali kurang perhatian, hal ini juga dapat merugikan bagi korban.

Setelah mengacu pada batasan pelecehan seksual diatas, maka dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali kaum perempuan yang mengalami tindak kekerasan ini tanpa dapat berbuat banyak untuk menghindarinya dan terpaksa harus membiarkan hal ini terjadi.  Contohnya di area lingkungan sekolah atau di suatu kampus, kita bisa membayangkan seorang guru atau dosen duduk disebelah siswinya, kemudian tidak sengaja meraba atau memegang bagian tubuh si siswinya tersebut. Dalam bentuk lain contohnya berupa kalimat yang menyangkut bagian tubuh yang tidak seharusnnya dengan dalih sebagai alat humoris dikelas.

Salah satu kasus pelecehan seksual yang marak baru-baru ini terjadi adalah yang dikenal dengan kasus “Hidden Camera”, tindakan pelecehan seksual yang terjadi dalam kasus ini adalah dengan meletakkan kamera secara tersembunyi pada sudut-sudut ruang ganti atau toilet wanita yang kemudian dibentuk dalam VCD dan disebarluaskan. Salah satu kasus ini banyak terjadi pada kaum perempuan, tak terkecuali artis Indonesia sendiri. Sebagai contoh, sebut saja Chelsea Islan, artis yang sedang naik daun pada masanya tersebut pernah menjadi salah korban dan ia tidak mengetahui bahwa kejadian tersebut diambil ketika ia masih berusia 15 tahun dan hal ini dilakukan oleh orang yang tidak dikenal dan direkam tanpa sepengetahuan dan tanpa seizin korban (ifkmedia.com, 2015).

Permasalahan yang di hadapi ialah adanya Pro dan Kontra terkait Permendikbud Ristek No. 30 tahun 2021 ini dikarenakan ada nya pasal yang memang berpotensi mengakibatkan pelegalan seks di Indonesia Pasal 5 Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan hal ini yang menjadi bahan pembicaraan di beberapa kalangan masyarakat.

Jumlah kasus Kekerasan dan Pelecehan seksual terhadap Perempuan pada tahun 2014 sebesar 293.220, sebagian besar dari data ini diperoleh dari data kasus/perkara yang ditangani oleh 359 Pengadilan Agama di tingkat kota/kabupaten yang tersebar di 30 Provinsi di Indonesia sebesar 280.710 kasus atau 96%, dan sisanya sejumlah 12.510 kasus atau berkisar 4% bersumber dari 191 lembaga-lembaga mitra pengadalayanan yang merespon angket pendataan oleh Komnas Perempuan

Dapat kita lihat dari beberapa fakta diatas yang menunjukan bahwa perbuatan pelecehan seksual dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja khususnya perempuan, dimana perempuan ini dijadikan sebuah target dalam memuaskan nafsu birahi seorang pelaku baik itu dalam bentuk verbal maupun non verbal. Dalam gambaran yang ada di masyarakat umum, kita dapat melihat secara nyata pada lingkungan disekitar kita bahwa kita sering menemukan bagaimana perbuatan tersebut dilakukan, bahkan tidak mungkin kita sendiri yang menjadi pelaku tersebut.

Tetapi dalam hal kasus ini, kita tidak bisa menyebut bahwa apa yang dilakukan semua orang laki-laki terhadap perempuan merupakan bentuk pelecehan, dapat juga malah sebaliknya. Menurut wawancara yang dilakukan terhadap beberapa teman perempuan peneliti, didapatkan kesimpulan bahwa kaum perempuan sendiri tidak selalu menganggap bentuk pelecehan seksual khususnya bentuk pelecehan seksual verbal atau lisan sebagai pelecehan terhadap dirinya, melainkan sebagai pujian atau penilaian terhadap penampilan dirinya. Seorang perempuan akan menilai dan menganggap bahwa dirinya menarik bila semakin banyak laki-laki yang memberikan komentar ataupun sebutan atau sapaan yang berbau seksual terhadap dirinya.

Maka dari itu peneliti memunculkan sebuah kasus yang patut diteliti dan menjadi acuan dasar bahwa tidak semua perilaku atau perbuatan ini termasuk dalam kategori melecehkan dapat di nilai sebagai pelecehan bagi sang korban. Khususnya dalam hal ini peneliti ingin sekali melihat atau mengetahui bagaimana perilaku yang dianggap melecehkan bagi sebagian besar mahasiswa atau pun perilaku yang seperti apa yang dianggap tidak melecehkan. Serta mendalami seberapa besar sikap toleransi mahasiswa terhadap pelecehan seksual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun