Mohon tunggu...
Adit Purana
Adit Purana Mohon Tunggu... -

Seorang warga Jawa Barat, tinggal di sebuah pinggiran Kota Bandung. "Sekolah" Psikologi di Universitas Pendidikan Indonesia, lalu melanjutkan ke Universitas Padjadjaran.\r\nBlog: aditsnote.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimana Anak Belajar Berbohong?

16 Oktober 2013   16:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:27 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kenapa anak berbohong? Tentunya ada banyak alasan yang bisa membuat anak berbohong, bisa karena dicontohkan/disuruh oleh orang tuanya, merasa terdesak supaya tidak dihukum atau dimarahi (karena merasa takut), dll. Yang jelas, apapun itu alasannya, ada proses yang pada akhirnya membuat anak berbohong dan belajar bahwa jujur itu tidak penting.

Alkisah di sebuah sekolah. Ada seorang siswa, sebutlah namanya Fulan. Suatu ketika Fulan ketahuan mencuri uang temannya, lalu dilaporkan pada wali kelasnya. Wali kelasnya bertanya “Benar Kamu mencuri uang temanmu?”. Fulan pun jujur mengaku bahwa dia mencurinya. Setelah Fulan mengaku, sang wali kelas pun menghukumnya. Menghukum atas dasar kesalahan Fulan yang telah mencuri uang temannya. Hanya itu.

Setelah jam sekolah berakhir, Fulan kemudian bermain di sekolah. Tidak langsung pulang. Sebagaimana anak-anak pada umumnya. Bermain adalah sebuah ‘agenda’ wajib yang dinanti seusai jam belajar.

Setelah sampai di rumah, Fulan ditanya oleh orang tuanya perihal keterlambatan pulang. “Dari mana? Kenapa jam segini baru pulang?” Seperti sebelumnya di sekolah, Fulan jujur bilang pada orang tuanya bahwa dia main dulu bersama teman-temannya di sekolah. Karena tidak suka dengan tingkah anaknya yang telat pulang karena bermain dulu di sekolah, orang tua Fulan pun memarahi dan mengurung Fulan di kamar.

Lagi-lagi, Fulan dihukum karena kejujurannya. Meski kita berpendapat bahwa Fulan dihukum karena kesalahannya, tetap saja kejujuran Fulan dilihat tidak berharga ketimbang kesalahannya. Alhasil, ada hukuman atas kesalahan, tetapi tidak ada penghargaan atas kejujuran. Dengan begitu, untuk apa Fulan jujur?

Kisah seperti ini banyak terjadi di negeri kita. Tentang bagaimana guru dan orang tua yang tidak menghargai kejujuran anak, tetapi hanya melihat sisi yang tidak disukai, lalu menghukumnya. Sekalipun anak jujur untuk sesuatu yang tidak merugikan, sama saja, banyak tidak dihargai. Setelah anak jujur, berlalu begitu saja.

“Dek, tadi nemu dompet ini di mana?” (isinya masih utuh)
“Di dekat kursi, Pak.”
“Oh...”

Banyak juga kisah yang demikian, atau serupa dengan itu. Lagi-lagi, kejujuran kerap tidak dihargai, padahal kebanyakan orang tua menginginkan anaknya jujur. Ironisnya, malah ada orang tua yang menyuruh anaknya untuk berbohong, “Dek, ntar kalo ada telepon dari koperasi, bilang aja mamah lagi pergi ke pasar!” Tetapi bila yang dibohongi anak adalah orang tuanya, si anak malah dimarahi habis-habisan.

Begitu, begitu, dan begitu. Bisakah dibayangkan berapa kali anak dikondisikan untuk berbohong selama tahun demi tahun perkembangannya?

Hal ini diperkuat dengan situasi di masa-masa dewasa, entah itu di pergaulan atau di kantor. Kita bisa banyak mendengar tentang kisah orang-orang yang disingkirkan atau dimusuhi karena jujur di tempat kerjanya. Entah itu langsung dari pegawai kantor, berita, pekerja proyekan, office boy, dll. Dalam pergaulan pun begitu. Biasanya terjadi dalam hubungan lebih dari sekedar teman.

“Eh, lo deket ma dia?”
“Iya, kenapa gitu?”
“Iiiiihh... Kok Kamu deket ama cewek lain sih?!! Kamu kan cowoknya aku!!!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun