Mohon tunggu...
Aditi Putri Kharismansa
Aditi Putri Kharismansa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Public opinion enthusiast dedicated to voicing thoughts on pressing societal matters. Let's spark meaningful conversations together!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena "Dark Feminine Energy" dalam masyarakat modern

19 Januari 2025   17:40 Diperbarui: 19 Januari 2025   17:40 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

          Empati sering dianggap sebagai kekuatan positif yang memungkinkan kita memahami perasaan orang lain secara mendalam. Namun, dalam fenomena "dark empathy" atau empati gelap, kemampuan ini digunakan untuk tujuan manipulatif. Dark empathy menggabungkan empati dengan sisi gelap dari kepribadian seperti narsisme, psikopati, dan Machiavellianisme, di mana pemahaman emosional seseorang digunakan untuk memengaruhi atau mengendalikan orang lain demi keuntungan pribadi. Individu dengan dark empathy tampak empatik, namun mereka selektif dalam penerapannya, hanya menunjukkan empati ketika hal itu bermanfaat bagi tujuan mereka.

          Di lingkungan sosial, dark empaths sering kali tampak karismatik dan cenderung menggunakan keahlian mereka dalam membaca emosi untuk memenangkan kepercayaan. Mereka mungkin menunjukkan perhatian secara mendalam, tetapi hanya sebagai strategi untuk mengendalikan situasi atau menciptakan ketergantungan emosional pada pasangan, teman, atau kolega mereka. Dalam hubungan profesional, dark empaths mungkin memanfaatkan empati untuk memperoleh informasi atau membangun aliansi, dan pada akhirnya memanipulasi kolega atau bahkan atasan demi kepentingan pribadi mereka sendiri.

          Beberapa karakteristik yang sering muncul pada dark empathy adalah penggunaan humor yang sinis, perilaku pasif agresif, dan kemampuan untuk membuat orang lain merasa bersalah atau mempertanyakan perasaan mereka sendiri. Mereka sering kali emosional terpisah, menjaga jarak yang memungkinkan mereka untuk tidak terpengaruh oleh konsekuensi emosional dari tindakan mereka terhadap orang lain, yang memungkinkan mereka memanipulasi tanpa merasa bersalah. Dark empathy memunculkan berbagai implikasi etis, terutama dalam hubungan dekat maupun di lingkungan kerja. Hal ini juga menimbulkan risiko bagi orang-orang yang berinteraksi dengan dark empaths, termasuk kelelahan emosional, kehilangan kepercayaan, dan tekanan psikologis. Memahami dark empathy membantu kita mengenali tanda-tandanya dan menetapkan batasan yang lebih sehat dalam hubungan, baik dalam konteks pribadi maupun profesional.

          Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Personality and Social Psychology oleh Wastell dan Booth (2003) menyoroti bagaimana individu dengan tingkat empati kognitif yang tinggi dapat menggunakan pemahaman mereka tentang emosi orang lain untuk memanipulasi dan mengendalikan. Pembahasan ini menunjukkan bahwa dark empathy sering ditemukan pada individu dengan ciri-ciri kepribadian gelap, seperti narsisme, machiavellianisme, dan psikopati. Dalam buku "The Science of Evil: On Empathy and the Origins of Cruelty" oleh Simon Baron-Cohen, penulis menjelaskan bagaimana kurangnya empati emosional dapat menyebabkan perilaku kejam. Baron-Cohen berpendapat bahwa individu dengan dark empathy dapat memahami penderitaan orang lain tetapi tidak tergerak untuk mencegahnya, dan malah memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi.

          Dalam masyarakat modern, fenomena dark empathy memiliki dampak yang jauh lebih luas dan signifikan daripada sekadar pemahaman emosional yang manipulatif dalam hubungan personal. Dark empathy, dengan kemampuannya untuk memahami dan merasakan emosi orang lain, namun digunakan untuk tujuan yang egois atau manipulatif, semakin muncul sebagai tantangan serius dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam hubungan interpersonal, dark empathy dapat berkembang menjadi bentuk manipulasi emosional yang sangat merusak. Misalnya, dalam hubungan romantis atau persahabatan, individu yang menguasai dark empathy dapat memanfaatkan pemahaman mendalam mereka terhadap perasaan pasangan atau teman untuk mengendalikan emosi mereka, membentuk perilaku sesuai keinginan pribadi, atau bahkan memanfaatkan ketergantungan emosional untuk keuntungan pribadi. Taktik seperti gaslighting, di mana seseorang membuat orang lain meragukan persepsi atau kenyataan mereka sendiri, adalah salah satu contoh bagaimana dark empathy dapat menyebabkan trauma psikologis dan gangguan kesehatan mental pada korban. Korban yang terus-menerus mengalami manipulasi emosional ini sering kali merasakan kebingungan, kecemasan, dan bahkan penurunan harga diri yang signifikan.

          Selain itu, dalam konteks sosial yang lebih luas, dark empathy juga dapat muncul dalam perilaku yang lebih terstruktur dan melibatkan kelompok besar, seperti dalam politik, media sosial, dan bahkan dalam budaya influencer. Di media sosial, fenomena dark empathy dapat terlihat dalam praktik manipulasi emosi pengikut oleh influencer atau individu yang berusaha mengeksploitasi ketidakpastian atau kerentanannya. Misalnya, menggunakan isu-isu sosial atau emosional untuk membangun loyalitas atau mendapatkan keuntungan finansial dari audiens yang rentan. Dengan menggunakan pemahaman mendalam tentang psikologi audiensnya, mereka dapat memanipulasi perasaan dan opini pengikut mereka untuk tujuan pribadi, yang mengarah pada peningkatan jumlah pengikut, penjualan produk, atau pengaruh sosial, tanpa memperhatikan dampak negatif terhadap kesehatan mental audiens mereka.

          Secara keseluruhan, dark empathy dalam masyarakat modern bukan hanya berbahaya dalam hubungan personal dan profesional, tetapi juga memiliki potensi untuk merusak struktur sosial yang lebih luas. Ketika empati digunakan untuk manipulasi atau kontrol, bukannya untuk membangun hubungan yang lebih dalam dan saling menghormati, masyarakat bisa terjebak dalam dinamika sosial yang penuh intrik dan ketidakpercayaan. Dalam konteks yang lebih besar, dark empathy dapat menciptakan ketegangan sosial yang berkelanjutan, meningkatkan isolasi emosional, dan bahkan mendorong polarisasi dalam masyarakat. Untuk menghadapinya, penting untuk memahami bahwa meskipun empati adalah kekuatan yang mendasar dalam interaksi manusia, sisi gelapnya memerlukan pengawasan dan kesadaran yang lebih tinggi untuk mencegahnya merusak tatanan sosial yang sehat.

          Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami baik karakteristik maupun dampaknya terhadap individu dan masyarakat. Dengan mengatasi sisi gelap empati dan meningkatkan pemahaman tentang bagaimana empati dapat digunakan secara etis, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara emosional, di mana empati digunakan untuk memperkuat hubungan sosial dan bukan merusaknya. Pembahasan lebih lanjut, serta dialog terbuka di berbagai platform, dapat membantu masyarakat untuk lebih sadar dan siap menghadapi ancaman dark empathy, sambil menjaga nilai-nilai empati yang sejati dan mendalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun