Gunung Merapi memiliki karakteristik khas
untuk tipe letusannya, yang menghasilkan awan panas atau wedus gembel dalam istilah Jawa ataupun nue ardente dalam istilah keilmuan (Voight dkk., 2000).Nue ardente tersebut merupakan bahaya primer yang ditimbulkan akibat letusan Merapi yang terdiri atas unsur gas, bongkah batu dan abu volkanis yang biasanya didahului oleh aliran lava dan
runtuhan kubah lava. Namun demikian, catatan sejarah telah menunjukkan bahwa seringkali letusan Gunungapi Merapi terjadi dengan mekanisme yang berbeda, misalnya tahun 1872 dan tahun 2010 yang terjadi secara eksplosif (Voight dkk., 2000 dan Brotopuspito dkk., 2011).
Erupsi Gunungapi Merapi pada tahun 2010 menunjukkan dampak bencana yang sangat serius. Bencana ini menghasilkan jumlah korban luka sebanyak 1.705 orang, termasuk 1.412 orang dengan luka ringan dan 293 orang dengan luka berat. Selain itu, ada 332 orang yang meninggal dunia dan 4.874 orang mengalami gangguan psikologis akibat peristiwa tersebut.
Waktu terjadi Erupsi Gunungapi Merapi pada 2010, awan panas telah mengakibatkan kerusakan parah pada 2.447 rumah dan kerusakan sedang pada 6.472 rumah. Selain itu, bencana lahar yang terjadi sebagai dampak sekunder dari erupsi juga signifikan, termasuk menyebabkan kerusakan pada 182 rumah di sekitar wilayah bantaran Kali Code di Yogyakarta.
mitigasi yang dilakukan pemerintah pertama dengan cara mengevakuasi warga yang terkena dampak dari letusan gunung merapi tersebut.Pemerintah Kabupaten Sleman telah mengeluarkan kebijakan untuk merelokasi penduduk dari sembilan dusun yang terletak di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, termasuk Dusun Kaliadem, Dusun Petung, Dusun Jambu, Dusun Kopeng, Dusun Pelemsari, Dusun Pangkurejo, Dusun Srunen, Dusun Kalitengah Lor, dan Dusun Kalitengah Kidul. Namun, ada tiga dusun yang menentang kebijakan ini dengan berbagai alasan yang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H