Mohon tunggu...
Aditia Lestari
Aditia Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - A freelance Writer and An English Literature Student

Normalize Changing, Nothing is Permanent and Consistent

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tak Meratanya Fasilitas Kesehatan di Daerah, Keluarga di Kampung: Covid Dianggap Flu Biasa

6 Agustus 2021   08:09 Diperbarui: 6 Agustus 2021   08:12 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Family Protected From The Virus (Credit: Freepik.com)

Sudah hampir satu minggu lebih orang tua di kampung terjangkit penyakit yang paling saya wanti-wanti ini. Sejak awal Pandemik datang, saya selalu kawal kegiatan mereka baik itu secara langsung atau melalui pesan WhatsApp dan Video Call ketika saya harus berada di perantauan untuk kepentingan kuliah. Orang tua saya adalah orang yang tangguh. Terlebih bapak, saya tak pernah sekali pun melihat bapak bermalas-malasan sejak dulu bahkan saat Pandemik begini, terlebih di musim paceklik begini, beliau tetap berusaha bekerja. Kata bapak, di kampung juga aman dan belum ada kasus positif terjangkit virus ini. Kendati demikian, saya tetap mengingatkan untuk tetap waspada dan menggunakan masker kemana pun mereka ingin keluar rumah serta menghimbau mereka untuk bekerja dari rumah.

Satu minggu yang lalu, orang tua memberi kabar sedang mengalami gejala meriang dan pegal-pegal, katanya mereka kelelahan sehabis bekerja seharian dan hanya dibantu oleh dua orang pekerja. Saya masih berpikir positif bahwa mereka hanya keletihan atau mungkin masuk angin karena cuaca juga sedang tidak bagus. Sebagai anak perempuan pertama tempat mereka sering mengadu dan mengeluh apa saja, saya harus tegar dan bersikap tenang dengan kabar ini. Toh, saya masih menganggap itu masuk angin biasa.

Selang satu minggu, tepatnya 2 hari yang lalu, ibu dan bapak saya memberi kabar kembali bahwa mereka tidak bisa mencium bau apa pun dan mereka positif terjangkit virus ini. Tubuh saya seketika seperti disiram air dingin, hal yang paling saya wanti-wanti ternyata tak bisa saya hindari juga pada akhirnya.  Tapi saya tak begitu terkejut lagi. Ya mau bagaimana lagi. Bagaimana pun mereka bekerja dari rumah dan tidak banyak melakukan aktivitas di luar. Siapa yang bisa menebak asal virus itu dari mana? Kalau orang tua saya bisa melihat bentuknya pasti mereka akan menghindar. Toh, mereka bukan orang yang ngeyel. Mereka taat protokol kesehatan, manut kalau diimbau untuk mengkonsumsi vitamin dan  makanan yang sehat. Tapi pada akhirnya terjangkit juga. Ya mungkin pada saat itu imun mereka  sedang turun, dalam kondisi yang cukup lelah, dan pernah bertemu tamu yang berkunjung yang mungkin membawa virus ini atau seringkali kita sebut sebagai "Carrier".

Setelah menerima kabar itu, saya tanya mereka habis dari mana, habis bertemu siapa. Orang tua saya mengaku tak banyak melakukan aktivitas di luar kecuali pergi ke musala sekali-kali. Terlebih bapak saya adalah khatib dan pengurus masjid. Itu pun tetap menggunakan masker dan jaga jarak. Tapi sekali lagi, tak ada yang tahu asal mula virus ini mengapa bisa singgah di badan orang tua saya. Orang tua saya menceritakan kondisi di kampung saat ini banyak yang mengalami kondisi yang serupa, yaitu demam tinggi, batuk, hingga anosmia, bahkan mereka menganggap itu hanya penyakit Flu biasa akibat perubahan musim, ada lagi yang menyebut itu hanya penyakit Chikungunya.

Seketika saya berpikir mungkin orang tua saya tertular salah satu warga. Mereka juga menceritakan bahwa beberapa warga yang sudah lansia pun banyak yang meninggal dunia, entah karena penyakit ini atau yang lain, mereka tidak tahu. Hampir setiap warga mengalami penyakit ini, tapi tak ada yang melakukan test rapid maupun swab. Saya seketika memaklumi atau bahasa lainnya sudah pasrah dengan kondisi kampung yang begitu. Tenaga kesehatan di sana tidak sebaik kota-kota besar. Untuk mengjangkau fasilitas kesehatan seperti rumah sakit saja butuh perjalanan yang cukup panjang dengan transportasi umum yang sulit dijumpai. Itu pun kalau fasilitas kesehatan tidak sedang kewalahan dan bisa merespon dengan cepat. Kalau ditanya "loh kan warga bisa melapor puskesmas," oh andai semudah itu. Warga desa saya banyak yang tidak tahu bagaimana prosedur melapor, penanganan, bahkan saya yakin banyak yang tidak tahu bagaimana gejala jika terjangkit virus. 

Dengan kondisi begitu, semua menganggap gejala-gejala yang mereka alami ini hanya penyakit biasa. Sudah umum, karena hampir semuanya mengalami dan menderita penyakit yang sama mulai dari orang tua hingga anak-anak. Sebagai anak yang sedang berada di tanah rantau, bingung itu pasti. Tapi saya bisa apa selain memberikan dampingan dan mengawal kondisi kesehatan mereka setiap hari. Namun saya cukup bersyukur karena orang tua saya cukup mawas diri dengan menyiapkan obat-obatan dan vitamin selama isolasi mandiri. Saya hanya berharap semua lekas membaik, baik keluarga saya maupun warga desa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun