Lekat dalam ingatan saya, sebuah tragedi yang terjadi di Negeri Ginseng pada 2008 silam. Tragedi yang disebut sebagai "Kasus Nayoung" ini bak hujan badai di tengah kemarau panjang. Bagaimana tidak? Seorang anak perempuan berusia 8 tahun menjadi korban kekerasan seksual secara membabi buta.
Tragedi bengis itu, memantik perhatian banyak pihak, salah satunya Lee Joon-ik. Belakangan saya tahu, Lee Joon-ik adalah seorang sutradara yang mengangkat "Kasus Nayoung" menjadi sebuah film yang diberi judul "Hope". Film besutannya itu pun memenangi penghargaan untuk kategori Film Terbaik dan banyak penghargaan lainnya.
Tentunya, membuka lembaran sejarah seperti "Kasus Nayoung" ini harus menjadi perhatian bagi bangsa Indonesia, khususnya para pejabat negara. Dimana, tragedi kekerasan seksual yang menimpa anak patut dijadikan derita semua orang yang memiliki hati nurani. Karena pada pundak anak-anak, tersemat impian tentang dunia aman, nyaman, dan cita-cita besar.
Perhatian itu salah satunya ditunjukkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Ganjar tegas menolak kekerasan seksual pada perempuan dan anak, serta kekerasan kepada laki-laki. Kita pasti tahu, Ganjar adalah sosok pemimpin yang senang berinteraksi dengan rakyatnya. Ganjar akan merasakan apa yang rakyat rasakan. Bahkan Ganjar itu bernilai +1 yang kehadirannya selalu dinantikan.
Seperti saat Ganjar menyewa angkot dan berkeliling untuk mentraktir anak-anak jajan. Hal sederhana itu, bukan hanya mengandung keceriaan semata. Namun Ganjar ingin mengatakan, selain menjadi seorang pemimpin, Ganjar juga menjadi ayah yang siap memberi perlindungan dan keamanan. Dengan kedekatan emosional itu, anak akan merasa aman berinteraksi dengan Ganjar dalam hal apapun termasuk mengenai kekerasan seksual atau bullying.
Ganjar Pranowo paham bahwa anak-anak adalah masa depan. Maka perlu strategi untuk menghalau gelombang kehancuran pada generasi penerus ini. Oleh karenanya, sebagaimana ayah yang memberi perlindungan kepada anaknya, Ganjar menerbitkan aturan yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak.
Walau demikian, Ganjar tetap menaruh harapan besar agar seluruh elemen masyarakat, bersama-sama berjuang untuk mencegah tindak kekerasan seksual. Hal itu tentu tidak lepas dari sulitnya penanganan kasus kekerasan seksual bagi korban. Karena pembuktian kasus ini tidak cukup opini saja, melainkan butuh bukti konkret yang cukup sulit didapatkan. Maka mantan Anggota DPR RI ini menegaskan tindakan preventif lebih diutamakan daripada kuratif.
Selain itu, kampanye antikekerasan seksual yang diusung Ganjar Pranowo, menjadi semacam panggung besar kritik terhadap sistem peradilan pelaku tindak kekerasan seksual di Indonesia. Seperti kita ketahui, banyak pelaku kekerasan seksual yang kebal hukum, atau dihukum dengan tidak setimpal.
Sebagai bentuk komitmen memberantas kasus kekerasan seksual di Jawa Tengah, Ganjar mengaku siap pasang badan untuk memberikan perlindungan kepada korban. Ganjar menyadari, keamanan dan kesejahteraan rakyatnya sangat penting untuk pertumbuhan dan kemajuan Jawa Tengah.
Sehingga pihaknya berusaha sebaik mungkin agar Jawa Tengah bisa menjadi ruang aman bagi seluruh lapisan masyarakat, dan tentunya penegakan hukum harus ditegakkan sesuai undang-undang agar pelaku jera.
Hal tersebut sebagai wujud kepedulian terhadap perlindungan masyarakat di Jateng. Selain itu, sekaligus sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo yang menegaskan bahwa perlindungan terhadap korban kekerasan seksual harus menjadi perhatian bersama, khususnya kekerasan seksual terhadap perempuan yang harus segera ditangani.