Mohon tunggu...
Adithya FahmiRifanka
Adithya FahmiRifanka Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penulis

(Katanya) Introvert, Suka Nulis. Menulis adalah menata dan menyalurkan kegelisahan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ia Selalu Lebih Tahu yang Terbaik Untukmu

24 Juli 2023   14:49 Diperbarui: 24 Juli 2023   15:06 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

"(Ingatlah), ketika istri Imran berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.'
Maka ketika melahirkannya, dia berkata, 'Ya Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.' Padahal Allah lebih tahu apa yang dia lahirkan, dan laki-laki tidak sama dengan perempuan.
'Dan aku memberinya nama Maryam, dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk'."
(Ali Imran: 35-36)

Dikatakan bahwa istri dari Imran itu bernama Hanna. Ia adalah seorang ibu dari wanita suci yang bernama Maryam itu. Dan itu artinya, ia adalah nenek dari Nabi Isa 'alaihissalam.

Suatu ketika, Istri Imran berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku." Istri Imran menginginkan bayi yang dikandungnya dinazarkan untuk Allah dan diwakafkan untuk beribadah kepada Allah, murni untuk agama Allah, terbebas dari segala ikatan dalam kehidupan ini. Istri Imran bernazar bahwa anak dalam kandungannya itu kelak akan diwakafkan untuk mengurus dan melayani tempat ibadah.

Dari hal ini, dapat diketahui bahwa istri Imran sesungguhnya menginginkan dan menantikan seorang bayi laki-laki. Sebab, sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa nazar untuk tempat-tempat ibadah hanya berlaku untuk anak laki-laki. Hal ini agar mereka bisa menjadi pelayan tempat ibadah, fokus sepenuh waktu menjalankan ibadah dan ketaatan.

Namun, bayi yang dilahirkan istri Imran ternyata perempuan sehingga ia mengharap kepada Rabbnya dengan doa penuh kesedihan, "Ya Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan." Istri Imran menghadap kepada Rabbnya karena mendapati kenyataan tersebut. Seakan-akan ia memohon maaf karena tidak melahirkan anak laki-laki untuk bisa melaksanakan tugas di rumah ibadah. Ada keinginan yang tak terpenuhi disini. Ada kenyataan yang tak sesuai harapan disini.
Atas dasar niat yang begitu agung, Istri Imran berharap kehadiran seorang anak laki-laki agar di kemudian hari anak itu bisa menjadi anak yang mengabdi kepada Allah dan menjadi pelayan rumah ibadah. Tapi, Allah memberikannya seorang anak perempuan.

Lalu, atas kenyataan yang berbeda dengan harapan ini, bagaimanakah kondisi hati Istri Imran itu?

Andai ia seperti kita, mungkin hatinya akan berisi kecewa kepada Tuhannya. Andai istri Imran seperti kita, mungkin ia akan bertanya-tanya dengan nada agak menggugat, "Aku ingin anak laki-laki agar kelak ia bisa menjadi pelayan rumah ibadah. Niatku sangat baik. Tapi, kenapa Allah seperti tak menyetujui niat baikku dengan malah memberiku seorang anak perempuan?"

Tapi, Istri Imran tidak seperti kita. Hati bersihnya penuh dengan prasangka baik kepada Rabbnya. Dan niatnya bahwa ia ingin menjadikan anaknya seorang anak yang hanya mengabdi kepada Allah, benar-benar tulus. Ketulusan niatnya ini tersirat di dalam ucapannya, "Dan aku memberinya nama Maryam."

Maryam. Satu-satunya nama wanita yang tercantum abadi di dalam Al-Quran.
Maryam. Menurut salah satu keterangan, nama ini memiliki makna 'seorang wanita ahli ibadah yang khusyuk beribadah kepada Rabb semesta alam'.

Pemberian nama Maryam ini mengisyaratkan tekad kuat pada diri istri Imran untuk tetap melaksanakan nazar dan juga harapannya, agar nazarnya diterima oleh Allah. Melalui nama ini, ia ingin menunjukkan bahwa ia tidak menarik kembali niatnya meskipun bayi yang ia lahirkan tidak sesuai dengan harapannya karena berjenis kelamin perempuan, dan bayi tersebut tidak layak menjadi pelayan Baitul Maqdis, sehingga tidak bisa menjadi salah satu ahli ibadah di dalamnya. Ini tentang ketulusan, kejujuran dan kesungguhan sebuah niat.

Melihat ketulusan, kejujuran dan kesungguhan niat dari Istri Imran ini, Allah pun kemudian menghibur hatinya dan menerima nazarnya, hingga si anak perempuan ini menjadi jauh lebih sempurna bahkan dari kebanyakan kaum atau anak lelaki (yang sebelumnya menjadi keinginan dari Istri Imran) dan mampu mencapai tujuan-tujuan yang lebih besar dari yang bisa dicapai oleh lelaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun