Mohon tunggu...
Adithiya Diar
Adithiya Diar Mohon Tunggu... wiraswasta -

Lahir di Kota Sungai Penuh, dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengusulan Sekda Kabupaten/Kota Wewenang Siapa?

21 Mei 2012   16:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:00 5246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OLEH: ADITHIYA DIAR, SH.

Persoalan pengusulan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten/Kota pasca lahirnya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah terakhir kali dengan UU No.12 Tahun 2008, menjadi polemik yang mengemuka di beberapa daerah otonom yang ada di Indonesia.
Di Kota Yogyakarta misalnya, polemik pengusulan Sekda mencuat setelah Walikota Yogyakarta (sebagai pihak  yang memiliki hak prerogatif) menunjuk nama-nama Calon Sekda untuk diajukan ke Pemerintah Provinsi tanpa melalui persetujuan dewan.
Begitu juga di Kota Sungai Penuh beberapa waktu lalu, Kota terbungsu dalam wilayah Provinsi Jambi inipun mengalami persoalan yang sama dengan halnya yang diahadapi oleh Kota Yogyakarta.
Tidak dipungkiri lagi, muara dari persolan tersebut adalah perbedaan penafsiran dari norma hukum yang mengatur tentang hak pengusulan sekda yang terdapat dalam regulasi UU Pemda yang berlaku saat ini. Sehingga perbedaan penafsiran ini sering kali menjadi perdebatan yang hangat, yang kemudian dapat menjurus pada tidak harmonisnya hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD.
Pengusulan Sekda Kab/Kota dalam Regulasi UU No. 32 Tahun 2004
Berbeda dengan pemberlakuan UU Pemda terdahulu (UU No. 22 Tahun 1999), norma yang mengatur tentang pengusulan Calon Sekda Kab/Kota yang terdapat dalam UU Pemda yang berlaku saat ini (UU No. 32 Tahun 2004) telah diatur dalam Pasal 122 ayat (3). Pasal ini menegaskan bahwa “Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Dari penafsiran gramatikal terhadap ketentuan di atas, dapat dipahami bahwa Pengangkatan dan Pemberhentian Sekda Kab/Kota menjadi kewenangan Gubernur. Sedangkan mengenai Pengusulan Sekda Kab/Kota kini menjadi kewenangan Bupati/Walikota.
Pengaturan dalam regulasi UU Pemda yang berlaku saat ini tentunya telah terjadi perubahan yang mendasar mengenai Pengangkatan, Pemberhentian, dan Pengusulan Sekda Kab/Kota bila dibandingkan dengan UU Pemda terdahulu. Dimana dalam regulasi UU Pemda terdahulu, menegaskan bahwa “pengangkatan Sekda Kab/Kota dilakukan oleh Bupati/Walikota setelah mendapatkan persetujuan pimpinan DPRD”.
Akibat hukum dari pengaturan Pasal 122 ayat (3) UU Pemda yang berlaku saat ini tentunya membawa dampak yang secara langsung meniadakan kewenangan Ketua DPRD untuk memberikan persetujuan dalam hal Pengangkatan dan Pemberhentian Sekda Kab/Kota yang dilakukan oleh Gubernur, dan Pengusulan Sekda Kab/Kota yang dilakukan oleh Bupati/Walikota.
Lalu atas perubahan pengaturan tersebut, dapat memunculkan satu pertanyaan, apakah ketentuan “pengangkatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat persetujuan dari pimpinan DPRD Kabupaten/Kota” yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a PP No 9 Tahun 2003 masih dapat diberlakukan pasca lahirnya UU No 32 Tahun 2004?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus menelaah terlebih dahulu ketentuan penutup dari UU Pemda yang berlaku saat ini. Pada Pasal 238 ayat (1) ketentuan penutup UU Pemda yang berlaku saat ini menegaskan bahwa “Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku”.
Dari rumusan pasal tersebut dapat dipahami bahwa adanya klausul yang menjadi persyaratan untuk diberlakukan, yaitu “belum diganti dan tidak bertentangan”. Untuk klausul “belum diganti”, sejauh ini PP No. 9 Tahun 2003 masih dapat diberlakukan, meskipun ketentuan pada Pasal 1 PP ini telah diubah dengan pemberlakuan PP No.69 Tahun 2009 tentang perubahan PP No. 9 Tahun 2003.
Namun, untuk Klausul “tidak bertentangan” dapat dicermati bahwa Pasal 14 ayat (1) PP No. 9 Tahun 2003 tidak dapat diberlakukan. Dimana ketentuan ini secara langsung dapat dianggap bertentangan dengan norma yang terkandung dalam Pasal 238 ayat (1) UU Pemda yang berlaku saat ini.
*Penulis berdomisili di Kota Jambi.
Jambi Ekspress, pada hari Rabu tanggal 26 April 2012.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun