Mohon tunggu...
Pratama Α.W
Pratama Α.W Mohon Tunggu... -

Mahasiswa fakultas pendidikan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sayap untuk Jaka (Bagian 5)

10 Desember 2011   18:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:33 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Mobil bis sudah kembali jalan. Tapi karena kejadian itu, perjalan jadi sedikit terlambat. Hari sudah menjelang malam, tapi belum ada setengah jalan dari Lahat, kotaku, menuju Jogja.

Selama perjalanan, yang kulakukan hanyalah menghayal dan mengenang masa lalu. Tapi karena kejadian itu, aku lebih tertarik mengelilingi Indonesia daripada dunia. Karena aku sangat suka dengan budaya Indonesia yang santun seperti ending dari insiden lepasnya penutup mesin belakang mobil. Sebenarnya bukan satu-satunya karena itu juga sih, di SMA, selain ngeband, aku juga ikut tim tari sekolah, tapi aku sebagai pemusik. Tarian yang dimaksud adalah tarian khas Sum-Sel. Ada juga tari Zapin, tapi bukan tarian modern. Dalam tim itu aku mulai tertarik dengan budaya khas Indonesia. Tapi waktu itu, khayalanku, membawa tarian itu ke kancah internasional. Bermodalkan tekad dan impian itu, aku berlatih, mempelajari lebih dalam soal seni, tepatnya musik, termasuk musik tradisional. Berbagai festival tari daerah dan musik rock aku dan grup kuikuti. Aku berganti memainkan alat musik, menjadi keyboardist di bandku, dan accordion di grup tariku. Awalnya, banyak kesalahan yang kumainkan dalam band maupun grup tariku. Begitu juga dengan teman-temanku. Mereka mengejekku karena kegiatan yang aku ikuti. Saat aku di band, aku diejek karena aku ikut tim tari, begitu juga sebaliknya, dengan alasan yang seharusnya bisa saling melengkapi, malah jadi bahan olokan.

"Rocker kok mainin musik tari, Jak. Katrok lo!" olokan novry, gitaris baruku, pengganti yoga.
Sejak SMA, yoga emang dilarang orang tuanya untuk ngeband lagi. Karena demi khayalanku, aku harus maju, walau tanpa yoga.

"Lha emang apa salahnya? Toh sama-sama musik, cuma beda aliran" jawabku.

"Tapi tetap aja, gak metal banget,." seperti itulah kira-kira olokan dari bandku. Begitu juga dengan tim tariku. Bilang aku tidak pantas untuk memainkan musik melayu. Kuacuhkan omongan-omongan itu karena khayalanku yang sudah menjadi cita-cita.

Festival yang aku dan tim tari ikuti, selalu mendapatkan hasil yang memuaskan. Menjadi prestasi rutin yang kusumbangkan untuk sekolah. Tapi tidak dengan bandku, paceklik prestasi sedang melanda. Tidak ada piala yang kusumbangkan untuk management studioku.

Bersambung...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun