Mohon tunggu...
Adita Bella Lastania
Adita Bella Lastania Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

International relation

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jejak-jejak Perempuan dalam Perjuangan Kemerdekaan

3 Oktober 2010   10:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:45 1055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia ketika awal kemerdekaan cukup terwakili eksistensi keragaman kepentingan dan ideologi dalam universalisme Pancasila. Identitas Indonesia yang sudah mengakar dicirikan oleh semangat pluralisme dalam keanekaragaman identitas baik ideologi maupun etnisitas. Sehingga, kemerdekaan Indonesia sebagai anugerah tuhan merupakan cerminan dari hakikat kemajemukan atau pluralism didasarkan pada kehendak Tuhan yang menciptakan manusia berbeda-beda dan harus diterima secara prinsipil dan konsekuen. Alhasil, setiap individu manusia sudah sepatutnya menyadari anugerah tersebut, termasuk bagi perempuan dalam konteks pembuka tulisan ini.

Dihubungkan dengan konteks kesejarahan Indonesia, ada beberapa catatan pluralisme yang terlupakan dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hal tersebut yang acapkali menjadi tak dianggap terkait hubungan nasionalisme dari sebuah terminologi kebangsaan dengan konteks keperempuanan. Padahal, perempuan dan anak-anak disebuah daerah konflik akan menjadi objek yang rentan paling disakiti sebagai bagian dari akibat masa konflik khususnya dalam konteks perang. Begitu pula dalam konteks kondisi damai perempuan hanya mendapat akses terbatas pada ranah-ranah yang dikuasai oleh kaum pria. Lagi-lagi itu pun secara realita, perempuan dihadapkan pada konsepsi pembedaan perempuan secara seks yang berpengaruh pada pembagian kerja sosial.

Lalu, dimanakah keberadaan perempuan Indonesia paling tidak di fase pergerakan kemerdekaan hingga Indonesia merdeka. Pertama, pada pergerakan awal keperempuan Indonesia telah memiliki sejarahnya sendiri, khususnya dalam upaya renaissance/ pencerahan keperempuan perempuan seperti yang dilakukan oleh Kartini, Dewi Sartika, Rasuna Said, Roehanna Kudus dan tokoh-tokoh lainnya. Pergerakan tokoh-tokoh tersebut hanya pada membuka akses menuju perempun yang berwawasan dan tidak melulu terindoktrinasi sebagai ibu “pembantu” rumah tangga.

Bahkan, konsep kesadaran perempuan tersebut dimanifestasikan pula dalam dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, Roehana Kudus telah memantikkan semangat keperempuanan dalam menumbuhkan nasionalisme kebangsaan. (Ratih, 2009) Dimana perempuan harus pandai agar dapat menjadi pemimpin di masyarakat. Atau, syarat minimal lain dari konteks perempuan dan semangat juang kebangsaan adalah paling tidak menjadi seorang yang cendekia kalaupun tidak menjadi tokoh pemimpin.

Bila membicarakan era sebelum kemerdekaan, Sutan Takdir Alisjahbana dalam novel “Layar Terkembang” telah menggambarkan kehidupan perempuan karier pada masa itu yang dicontohkan lewat Putri Sedar. Paling tidak itu mewakili gambaran perempuan priyayi era sebelum kemerdekaan.

Namun, selebihnya perempuan selain terkungkung dalam penjara keluarga, dalam konteks kolonialisme telah menjadi komoditas eksploitasi seksual yang tak terhindarkan.Kekerasan yang spesifik hanya terjadi terhadap perempuan dalam situasi konflik adalah kekerasan seksual. Terlebih bentuk-bentuk lain yang memodifikasi baik menghambat, membatasi, atau menutup akses perempuan terhadap kesetaraan dengan kaum pria.

Kedua, novel memoar Pramoedya Ananta Toer, Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer, membuka mata kita tentang ada sejarah lain yang belum sempat terceritakan dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Bagaimana Jugun Ianfu yang dilokalisasi oleh Jepang bagi tentara militer ternyata sampai juga ke tempat dimana Mas Pram diasingkan. Jugun Ianfu menjadi rapor merah kemerdekaan Indonesia sendiri. Dimana di literatur sejarah yang dijadikan bahan ajar tidak ditemukan adanya nuansa politis yang diplomatis ketika Soekano berdiplomasi dengan Jepang untuk mendapatkan kemerdekaan Indonesia.

Padahal kekerasan seksual pada saat perang dunia II  kasus Jugun Ianfu yang secara paksa dijadikan budak seksual untuk memenuhi kebutuhan seksual tentara Jepang. Beberapa data (Indrawari, 2009) Perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual tentara Jepang meliputi perempuan dari negara Indonesia, Belanda, Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, Taiwan, Filipina, Korea, Cina. Berkisar 100.000-200.000 orang Jugun Ianfu lansiran International Commission of Jurist. Miris sekali, dalam konteks perang, jika lelaki kalah atau menang di medan peperangan disambut sebagai pahlawan ketika pulang. Di kondisi yang sama, jika perempuan (Jugun Ianfu) pulang, jika tidak mati, maka perempuan itu mati perlahan akibat trauma dan menjadi aib di kampung halamannya.

Kemudian, pada konteks perempuan kekinian Mengutip Eleanor Roosevelt, bahwa ide demokrasi sudah bermula ditanamkan dari sebuah rumah. Sehingga, implikasi peran perempuan sebagai efek bias pembagian kerja keluarga sebetulnya ikut berperan dalam menyumbangkan pendidikan nilai-nilai universalisme demokrasi dikaitkan dengan semangat kebangsaaan. Oleh karena itu, perempuan sebagai basis pendidikan awal bagi generasi selanjutnya, maka perempuan perlu menata diri dengan pula sebagai perempuan yang pintar dan berwawasan.

Terakhir, wajah perempuan Indonesia saat ini bukanlah sekedar pelengkap akan tetapi sudah dapat berperan sejajar dengan kaum adam dalam pemenuhan hak dan melakukan kewajiban sebagai warga negara. Selain itu, tantangan masa depan perempuan sebagai makhluk  berpolitik harus dapat mematahkan mitos bahwa bahwa perempuan jika pun memperoleh kedudukan sebagai tokoh politik perempuan dianalogikan sebagai “kucing jinak” dan bukan lagi “macan mengaum” (Flechenberg dalam Subono 2009), dikarenakan sistem politik yang telah mapan didominasi oleh laki-laki dan keteguhan dari sosial-budaya patriarkal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun