Tulisan ini menyambung post dari kasus bioremediasi Chevron oleh Shafira Adlina
Dari segala kejanggalan yang ada dari tuntutan tersebut, akhirnya satu dari tiga hakim MA yang berbeda pendapat dalam kasus ini. Adalah Hakim Leopold Luhut Hutagalung menyatakan terdakwa Ricksy Prematuri, direktur rekanan PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan serta tidak terbukti terjadinya kerugian negara.
Negara mengalami kerugian?
Pertanyaan kritis mbak Shafira Adlina ternyata benar. Apa negara mengalami kerugian? Hakim Leopold berpendapat uang kerugian atas biaya melakukan kegiatan bioremediasi murni milik swasta, dalam hal ini PT CPI. Uang tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai keuangan negara berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001.
Hakim Leopold berpendapat cara mengadili kasus seperti ini berbahaya. implikasinya amat luas sehingga setiap kontrak antara swasta dengan swasta lainnya bisa dikategorikan sebagai bentuk tindak pidana korupsi. bahkan ia mengatakan penegakan hukum akal-akalan seperti ini justru bisa dianggap melakukan korupsi kekuasaan.
Gampangnya begini, jika Anda makan di restoran, namun menolak membayar pajak 10 persen yang dikenakan negara, Anda bisa dijerat pasal tipikor dan dipidana. Alih-alih menyelesaikan peroalan ini secara perdata dengan restoran yang pasti didenda jika tidak membayar pajak 10 persen tadi.
Dalam kasus ini, permasalahan sebenarnya terjadi antara PT GPI dan PT CPI. Jika terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangannya, seharusnya PT CPI dapat menggugat PT GPI secara perdata. Namun gugatan itu tak pernah ada. Turut campurnya Kejaksaan Agung dalam perkara ini melanggar asas berkontrak dari para pihak swasta dan menjadikan perkara ini menjadi aneh dan mengundang pertanyaan besar
Pendapat Hakim Leopold ini akhirnya dissenting opinion dan membatalkan segala tuntutan pada terdakwa. Putusan kasasi bernomor 2330K/PID.Sus/2013 ini diketok oleh Artidjo Alkostar sebagai ketua majelis, dengan anggota majelis yakni Leopold Luhut Hutagalung serta MS Lumme.
Sebelum kasasi Ricksy dituntut penjara 5 tahun dan PT Green Planet Indonesia (GPI) harus membayar denda USD 3 juta.
referensi