Pembaca Budiman, kita akan lanjutkan lagi pembahasan tentang Zionisme Yahudi Laknatullah ‘Alaih. Pada tahun 1996, dinyatakan secara resmi Indonesia tidak akan membuka hubungan bilateral dengan Israel sebelum terjadi perdamaian menyeluruh di Tim-teng.Namun ada keinginan kuat beberapa kalangan pemerintah saat itu untuk menjajaki kemungkinan dibukanya hubungan bilateral. Dan setiap ada usaha/usulan pembukaan hubungan dengan Israel, masyarakat Indonesia (terutama kalangan Muslim) serta merta menyampaikan keberatannya. Beberapa upaya (aktif) Israel untuk menjajaki hubungan dengan Indonesia (namun belum berhasil, kerap mendapat demo dari masyarakat):
-Pertemuan menlu Simon Peres dengan Ali Alatas pada konverensi HAM di Wina, Juni 1993.
-Momen kedatangan ben Ari sebagai delegasi israel pada sidang WTO di Denpasar, awal Oktober 1993
-Kunjungan PM Yitzhak Rabin ke kediaman Soeharto, 15 Oktober 1993.
-Kunjungan 5 orang senator AS untuk mendesak Indonesia agar membuka hubungan bilateral dengan Israel, Januari 1994.
-Tersiar berita bahwa 2 perusahaan Israel (Alhit dan BVR) ingin membangun pangkalan udara di Indonesia.Kemudian berita ini dibantah oleh Jenderal TNI Edi Sudrajat, 1994.
-Tel Aviv mengundang 4 wartawan Indonesia (Republika, Media Indonesia, Business weekly, dan Eksekutif).Dalam wawancara eksklusif itu PM Rabin mengatakan keinginannya agar hubungan bilateral dengan Indonesia segera diwujudkan, Februari 1994. Pada kesempatan itu Rabin sempat "membuka rahasia" bahwa pertemuannya dengan Soeharto sebelumnya telah dicapai "kesepakatan" bahwa secara bertahap Indonesia-Israel akan menciptakan kondisi-misalnya melalui hubungan bisnis-bagi timbulnya hubungan yanglebih baik.
-Akhir Oktober 1994, Gus Dur (NU), Habib Chizrin (Muhamnmadiyah), Djohan Efendi (Depag), dan A. Bondan Gunawan (?) berkunjung ke Israel. Sepulang dari Israel Gus Dur lantang menyerukan kepada pemerintah RI untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel. "Sudah waktunya Indonesia menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.Dengan demikian kita akan lebih berperan untuk membantu perjuangan bangsa Arab", tukas Gus Dur saat itu.
-Bekas menlu AS Henry Kissinger (tokoh Yahudi AS) ke Jakarta bulan Nopember 1994.Dia dikenal di AS sebagai pendukung utama doktrin "Israel first" dalam kebijakan politik luar negeri AS terhadap kepentingannya di Timteng. Dan Pada Tahun 1999 bukannya pihak Israel yang aktif menginginkan hubungan dengan Indonesia, tapi malahan menlu Alwi Shihab sendiri yang (proaktif) mengupayakan pertemuan dengan tokoh yahudi maupun Israel untuk (mengais-ngais rejeki) menjajaki hubungan dagang kedua negara dengan alasan pemulihan ekonomi Indonesia, dst.
Pembaca Budiman ,
Ada beberapa alasan yang membuat Israel gigih mengusahakan hubungan dengan
Indonesia:
-Pertama, Indonesia dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, memiliki arti penting dan strategis bagi politik LN Israel di dunia Islam. Jika hubungan diplomatik RI-Israel dibuka maka diharapkan dapat mengurangiketegangan dengan negara-negara dunia Islam.Kepentingannya a.l. guna meredamgerakan perlawanan "intifadhah" dan gerakan revivalis Islam yang dipelopori "HAMAS" dan "Jihad Islam" di gaza dan Tepi Barat yang terbukti sangat merepotkan Israel.
-Kedua, posisi Indonesiasebagai ketua GNB (1991-1994) waktu itu diharapkan berpengaruh juga pada negara-negara Dunia Ketiga pada umumnya.
-Ketiga, faktor ekonomi-politik Israel yang selama eksodus kaum Yahudi asal Soviet dan Eropa Timur ke Israel.Belum lagi "harga" yang dibayarnya guna meredam "intifadhah".Selain itu juga untuk mengakhiri "isolasi internasional" atas Israel.Dan Indonesia merupakan pasar potensial bagi Israel.
Lalu apa keuntungan yang didapat Indonesia jika berhubungan (dalam bentuk apapun) dengan Israel (menurut Alwi)?
-Diharapkan lobi Indonesia di dunia menjadi kuat terhadap tekanan kepentingan Barat (IMF, WTO, AS, dsb.)
-Investor Yahudi dan Israel berbondong-bondong menanamkan modalnya di Indonesia. Keuntungan tersebut belum pasti tercapai namun untuk menuju ke sana rakyat Indonesia perlu berpolemik, cenderung menomorduakan permasalahan dalam negeri. Apalagi pemberdayaan potensi (SDM maupun SDA) dalam negeri.Mengapa kita tidak meningkatkan hubungan bilateral/multilateral dengan negara-negara yang secara umum tidak bermasalah di mata masyarakat kita ? Dan tidak semata karena pertimbangan-pertimbangan pragmatis.Misalnya kualitas hubungan dengan negara-negara OKI dan ASEAN ditingkatkan.DAlam hal kemandirian sebuah bangsa Saya saut pada sikap yang pernah diutarakan Ir.Soekarno dulu.
Kerugian yang akan dialami dari hubungan RI-Israel paling sedikit:
-Ketidakpastian proses perdamaian Timur Tengah yang melibatkan wilayah yang disengketakan menimbulkan reaksi masyarakat (Muslim) Indonesia.Ini menimbulkan kontra produktif bagi kepentingan pembangunan Indonesia sendiri (serta dunia Islam pada umumnya). Terlebih lagi mengingatperlakuan Israel terhadap warga Palestina yang menyakitkan umat Islam (pembakaran/perusakan Al-Quds,pelanggaran HAM thd warga Palestina). Israel yang telah merampas tanah Arab pada perang 1976, sampai saat ini tidak memiliki 'political will' yang kuat untuk berdamai dengan Arab dengan mengembalikan seluruh wilayah yang direbutnya itu, termasuk melaksanakan resolusi PBB no. 234 dan 338.
-Keuntungan dagang yang diperoleh mau tidak mau akan digunakan untuk pembangunan Negara Israel (pembangunan pemukiman Yahudi, militer, keamanan,kesejahteraan warga Israel, dsb.). Sementara hasil pembangunan tersebut akan mengeksiskan penjajahan Israel atas Palestina.
-Kepentingan dagang erat sekali hubungannya dengan kepentingan politik. Sistem/rezim politik yang mapan kerap memulainya dengan membangun sistem/rezim ekonomi/dagang yang kuat. Lihatlah penjajahan Belanda dimulai dari 'politik dagang' selanjutnya menjalar ke sektor politik, kebudayaan, dsb. Dan Ini lebih berbahaya bagi bangsa yang ingin mandiri apalagi berdiri tegak dan diseganidi dunia.
-Membuka hubungan dengan dagang (resmi) dengan Israel berarti mengakui eksistensi negara penjajah itu. Ini bertentangan dengan prinsip bernegara bangsa kita (Pembukaan UUD 45).
-Dan kerugian-kerugian lainnya sebagai turunannya.
Mengapa PKS dan Yudhoyono Di Goyang?
Pemerintah Indonesia saat ini sangat dekat sekali dengan Palestina sebagai sesama Muslim, dan pembelaan hak-hak kemanusiaan atas palestina yang telah dilakukan Zionis Israel Laknatullah. Sejak Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melalui Ustadz Hilmi Aminudin berkoalisi dengan Yuhoyono diantara salah satu butir kesepakatannya adalah MEMBELA PALESTINA.
Hal inilah yang tidak disukai oleh Yahudi melalui tokoh Islam Liberal yang mereka biayai kalau dulu ada Almarhum Gusdur, Nurkholis Madjid dan kini di teruskan oleh Ulil Abshar Abdala yang senang sekali menyakiti hati ummat Islam.
Kelompok Islam Liberal ini memiliki Behind Design dengan menumbangkan SBY dengan cara mengeluarkan PKS dari Koalisi yang dibangun SBY. Ada 2 keuntungan yang di dapat dari Kelompok Islam Liberal dengan keluarnya PKS dari Koalisi Yudhoyono adalah :
-PKS akan dilemahkan karena keluar dari system pemerintahan Indonesia, sehingga gerakan anti zionis dapat dibubarkan
-Yudhoyono dapat ditumbangkan karena efek dari keluarnya PKS dari Koalisi KIB II akan membuat PKS semakin kritis terhadap pemerintah dan hingga hari ini faktanya yang bisa mengorganisir Demonstrasi hingga jutaan manusia baru Partai Keadilan Sejahtera.
Dengan demikian Zionis Israel melalui tokoh Islam Liberal seperti Ulil Abshar Abdala ini memiliki target tumbangnya pemerintahan Yudhoyono dengan mematahkan satu kaki kuat dalam koalisi yaitu Partai Keadilan Sejahtera.
Tiada Israel tanpa Zionisme, dan tiada Zionisme tanpa kaum Yahudi.Tidak bisa kita pungkiri bahwa betapapun banyak perbedaan di tubuh kaum Yahudi, tetapi mereka dipersatukan oleh "tanah yang dijanjikan" dan tujuan di bentuknya negara Israel.
Semoga Bermanfaat.
Adi Supriadi
0858-606-16183
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H