Perkembangan Pajak Penghasilan di Indonesia
Untuk sampai sekarang, pastinya Pajak Penghasilan mengalami berbagai likaliku. Maka selanjutnya diuraikan mengenai perkembangan PPh sebelum reformasi. Pertama, Pajak Penghasilan 1920. Sebelum tahun 1920, PPh berdasarkan pribumi dan non pribumi, sedangkan setelah tahun 1920 menggunakan asas unifikasi yaitu pajak dikenakan untuk semuanya. Kedua, Pajak Perseroan 1925 dilakukan pengenaan tarif proporsional 10% bagi perseroan dan badan.
 Adanya pembatasan waktu untuk menetapkan WP DN. Ketiga, Pajak Pendapatan 1932 untuk perseorangan. Penerapannya menggunakan asas sumber dan jangka waktu penetapan WP DN, serta pembatasan PTKP bagi WP OP. Keempat, Pajak Upah 1935 untuk orang pribadi yang penghasilannya dari berbagai sumber.Â
Disini merupakan awal munculnya withholding tax. Kelima, Pajak Peralihan 1944 ada empat sumber penghasilan yaitu penghasilan dari usaha dan pekerjaan, benda bergerak, benda tidak bergerak, dan pembayaran atas hak. Selain itu, pengenaan pajaknya di akhir tahun dengan menerbitkan surat ketetapan pajak sementara. Keenam, Pajak Pendapatan 1944 terdapat sistem pembayaran pajak yaitu
membayar pajak sendiri (MPS) sekarang disebut self assessment dan memungut pajak orang lain (MPO) sekarang disebut withholding tax. Setelah reformasi, PPh melakukan beberapa perubahan, antara lain pemisahan peraturan ketentuan formil oleh UU KUP dan ketentuan materiil oleh UU PPh, penerapannya tidak berdasarkan asas sumber atau laba tetapi berdasarkan broad-based
taxation, ruang lingkupnya menjadi WP DN berarti World Wide Income dan WP LN berarti penghasilan dari Indonesia saja, dan terakhir sistem pemungutannya menggunakan self assessment dan withholding tax. Perkembangan PPh tersebut yang menjadikan adanya perubahan UU PPh sebanyak empat kali.
Pro Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak di Indonesia
a. Penerapan PPh Final dalam Pasal 4 ayat 2 UU PPh
PPh Final dapat mendorong tingkat kepatuhan WP untuk kegiatan perpajakan. Karena PPh Final bersifat menyederhanakan dan memudahkan proses administrasi. Hal itu karena pada Pasal 4 ayat 2 UU PPh dijelaskan khusus mengenai penghasilan yang dikenakan secara final, jadi mempermudah dalam penghitungan karena tidak semua penghasilan dihitung.Â
Selain itu, PPh Final menganut sistem withholding tax dan presumptive tax. Withholding tax dapat diartikan pemotongan pajak oleh pihak ketiga, berarti penghasilan dipungut oleh bendahara atau pihak ketiga lainnya. Pihak ketiga ini merupakan bagian dari instansi pemerintah, sehingga kemungkinan kecil WP tidak membayar pajak sangat kecil. Presumptive tax bertujuan untuk meningkatkan efisiensi mengenai informasi untuk perhitungan beban pajak.Â
Jadi, presumptive tax menjamin kepatuhan pajak karena WP tidak mungkin untuk menghindar, sebab adanya efisiensi antara WP dengan pemungut pajak. Selain itu, dalam perhitungan pajak dipisahkan antara penghasilan satu dengan penghasilan yang lain.Â