Mohon tunggu...
Adisti Zakia Putri
Adisti Zakia Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Hukum, Universitas Diponegoro

Seorang mahasiswi tingkat 1 yang sedang dilema untuk pemilu pertamanya di tahun 2024 mendatang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menilik Legal Standing Putusan MK: Syarat Capres-Cawapres Pernah Jadi Kepala Daerah

27 Oktober 2023   10:44 Diperbarui: 27 Oktober 2023   11:08 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tertulis dalam permohonan Almas bahwa pemohon adalah WNI yang dibuktikan dengan KTP, pekerjaan mahasiswa, dan bercita-cita ingin menjadi presiden atau wakil presiden. Selanjutnya merujuk pada putusan MK, Almas tidak menjelaskan lebih rinci mengenai korelasi kerugian konstitusional dirinya yang bercita-cita ingin menjadi presiden atau wakil presiden dengan batas usia capres-cawapres.

Legal standing (kedudukan hukum) Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 dapat dipertanyakan. Dua mantan hakim konstitusi senior yaitu Jimly Asshiddiqie dan I Dewa Gede Palguna menyatakan ketidaksepakatannya dengan putusan MK tersebut. “kalau saya jadi hakimnya, belasan permohonan itu akan ditolak dan akan ada yang NO (tidak dapat diterima)”. Ujar Jimly Asshiddiqie. Mantan hakim MK itupun menilai cita-cita Almas baru menjadi potensial dan belum nyata.

Sedangkan Palguna masih mempertanyakan untuk apa Almas memberikan embel-embel sebagai pengagum Gibran Rakabuming Raka. “Bagi saya yang menjadi pertanyaan, untuk apa dia memberikan embel-embel sebagai pengagum salah seorang Walikota? Apa urusannya itu dengan kerugian konstitusional. Kalau saya yang memeriksa permohonan dipemeriksaan pendahuluan, akan saya kejar apa maksudnya. Apakah itu bagian dari integral legal standing?” Ia merasa legal standing Almas tidak dijelaskan dalam pertimbangan hukum putusannya.

Terlebih lagi Koalisi Masyarakat Sipil menilai MK inkonsisten dengan putusannya sendiri “Hal ini tentu inkonsisten dengan putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005, yang menegaskan kerugian konstitusional harus dialami langsung serta bersifat spesifik dan aktual,” tutur perwakilannya.

Koalisi yang mengkritik keputusan MK ini terdiri dari Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indonesia Corruption Watch (ICW), Network for Democracy and Electoral Integrity (Negrit), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dan Pusat Studi Konstitusi (Pusako).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun