Mohon tunggu...
Adis Setiawan
Adis Setiawan Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa | Penulis Lepas

Ikatlah Ilmu Dengan Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jangan Khawatir Tidak Diterima di Sekolah Favorit

20 Juni 2019   15:01 Diperbarui: 16 Agustus 2020   15:21 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan berkembangnya dunia pendidikan, ada beberapa macam pembaharuan didunia pendidikan, salah satunya sistem pendaftaran berbasis zona dimana sekolahan Negeri menerima siswa dari sekitar domisili. Dengan sistem baru tersebut akan menimbulkan problematika dari sekolah yang berlabel favorit dan unggulan yang biasanya bisa menyaring anak yang punya kemampuan diluar daerah, karena ada zonasi jadi tidak bisa lagi. Juga dapat pertentangan dari wali murid yang tidak terima, ingin anaknya masuk sekolah yang berlabel favorit  --unggulan diluar daerah tempat tinggalnya.

Saya termasuk orang yang tidak peduli dengan label sekolah favorit. Nyatanya sekarang senang-senang saja sebagai alumni dari sekolah swasta --milik ormas Islam Muhammadiyah. Tidak rugi dan tak menyesal sudah menjadi Alumni sekolah swasta. Saya percaya diri dengan keilmuan saya dan bangga pada diri saya. Yang terpenting saya bisa berubah dan punya kemampuan untuk berubah menjadi lebih baik.

Banyak wali murid menganggap bahwa anaknya tidak diterima sekolahan Negeri maka akan menjadi sia-sia, karena tidak favorit malu dengan tetangganya. Memangnya tidak ada sekolah swasta yang bisa mendidik, memangnya tidak ada sekolah swasta berkualitas?. Soal bertambahnya ilmu, memang hanya di pengaruhi faktor dari sekolahan saja, bisa jadi dari individunya masing-masing. Para peserta didik punya kemampuan untuk menjadi lebih baik apa tidak, itu yang jadi masalah utama.

Cerita dari saya ini adalah menandakan bahwa saya punya prinsip  bodo amat dengan sekolahan berlabel Negeri atau Favorit itu. Saya bangga dan percaya diri dengan kemampuan saya walaupun hasil dari pendidikan Swasta --tak akan pernah saya merasa kalah saing.

Dari kecil saya memang disekolahkan oleh orang tua di sekolahan swasta milik yayasan atau ormas islam. Tidak tahu kenapa, orang tua saya tidak pernah memasukan saya di sekolahan yang punya label Negeri milik negara. Sebenarnya saya mau menanyakan akan hal itu, tetapi takut nanti di kira tidak tahu diri, sudah disekolahkan sekarang sudah besar sok ingin mengurui orang tua jadinya.

Apa karena faktor ekonomi, sehingga saya harus terus sekolah di sekolahan swasta. Tapi pada waktu zaman saya masih TK, SD, dan SMP sepertinya belum ada wacana bahawa sekolah negeri itu gratis seperti sekarang ini. Memang sekarang sudah berbeda kebijakan, kalau menurut saya justru sekolah di swasta itu bayarnya lebih mahal walaupun ada yang murah juga, saya dulu jarang bayar karena di kasih keringanan oleh pihak persyarikatan.

Sampai akhirnya saya mulai sadar, sekolah di swasta atau negeri itu tergantung siswanya saja, bisa bertambah banyak ilmu atau tidak atau adanya perkembangan. Pemikiran saya berubah setelah duduk di bangku kuliah melihat cara metode pembelajaran, misalkan kita tidak di kasih pelajaran, tapi tiba-tiba kita di suruh buat tugas, cuma di kasih referensinya saja. Mau masuk telat, mau tak hadir ya ga di apa-apakan, jadi seolah-olah kita yang dibuat rugi dalam hal ini.

Dari metode seperti itu saya menafsirkan, dahulu kalau seandainya pada saat saya sekolah, terus saya belajar sendiri mencari buku referensi sesuai kurikulum sekolahan, membacanya dan menjadi tambah ilmu mungkin saya kelihatan pintar di hadapan yang lain, yang hanya mengandalkan pelajaran dari guru saja.Tetapi sungguh disayangkan saya hanya mengandalkan pelajaran dari sekolah saja, seolah-olah ilmu ini sajalah sudah cukup yang harus di pelajari, sesuai apa yang di beri oleh guru. Akhirnya yang ilmu saya ketahui segitu-gitu aja tak ada perkembangan seperti apa yang di sampikan oleh guru saja. Bukan berarti yang dari guru itu kurang tetapi namanya ilmu model hafalan juga perlu di asah terus tanpa ada pendampingan guru.

Jadi kalau menurut saya, walapun saya sekolah di swasta minimal saya mendapatkan pendidikan karakter. Menjadi pribadi yang lebih baik, misal ketika waktu masih sekolah di MI Al Islam Kauman, karena tiap pagi sebelum mulai pelajaran pada pagi hari kita rutin tadarus juz amma. Maka saya mulai terbiasa kalau pagi harus membaca Al Qur'an, walapun sekarang waktunya tidak harus pagi tapi ya tentatif saja. Insya Allah harus perhari baca, karena sudah saya instal juga aplikasi Al Quran di HandPhone.

Waktu sekolah di SMP Muhammadiyah 4 Sukorejo, dari situ saya bisa mendapatan pendidikan mental. Pada waktu itu setelah sholat dzuhur berjamaah di masjid yang berada di komplek perguruan Muhammadiyah Sumber Kebumen,  ada kegiatan Kultum yang mengisi ceramah siswa SMP Muhammadiyah 04 Sukirejo dan sudah di jadwal. Maka selain saya harus berani maju ke mimbar saya juga harus punya ilmu ceramah. Mau tak mau saya harus banyak membaca buku keagamaan dan me-ngaji agar mendapatkan wawasan ilmu, dan nantinya saya gunakan untuk kultum untuk saya sampaikan di mimbar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun