Rezim suku bunga tinggi membuat harga saham turun drastis. Indeks harga saham, The S&P 500 index, indeks utama AS menurun 25%. Nilai pasar saham AS menyusut sebesar US$10 triliun hingga saat ini. The Fed, merespons inflasi tinggi dengan menaikkan FFR. Kenaikan FFR menurunkan permintaan kredit. Pinjaman korporasi dan individu menurun. Biaya operasional perusahaan, ekspansi dan akuisisi terbatas.
Rezim suku bunga tinggi menyebabkan aktivitas ekonomi melambat. Profitabilitas perusahaan menyusut. Potensi earning perusahaan makin mengecil. Harga saham (stock prices) menurun. Sejalan dengan The Economist, era baru perekonomian global memerlukan aturan baru yang ditandai oleh: Pertama, meningkatnya ekspektasi return. Kenaikan suku bunga acuan (policy rate) menyebabkan harga aset turun, dan ekspektasi yield surat berharga meningkat.
Kedua, rezim suku bunga tinggi membuat investor berorientasi jangka pendek. Investor tidak sabar menghadapi penurunan nilai sekarang dari pendapatannya yang akan datang. Ketiga, perubahan strategi investasi, switching dari public market ke private market.
Singkatnya, pilihan kebijakan bagi Bank Indonesia (BI), ikut menaikkan suku bunga acuan. Targetnya, menekan inflasi, mengurangi capital outflow, mempertahankan likuiditas perekonomian, dan menjaga kestabilan nilai rupiah. Meskipun pengorbanannya, biaya dana meningkat yang memberatkan konsumen dan pelaku usaha.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H