Mohon tunggu...
Adiratna Safir
Adiratna Safir Mohon Tunggu... Penulis - toeanpelaoet

Mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam yang bingung harusnya ambil Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Bahwa

28 April 2020   09:00 Diperbarui: 28 April 2020   09:13 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image from: Unsplash.com

Bahwa setelah pergimu
aku menjadi menerima kesendirian yang sunyi.
Jasadku tandas di gurun hampa yang menjadi
badai saat rinduku memanggil manggil namamu.
Tanpa suaramu, gurun menjadi tempat
penghukuman paling pantas untuk safirmu.

Bahwa setelah pergimu
aku menjadi penyair yang kosong.
Sajak yang kaubaca dulu adalah jiwamu
yang kujadikan puisi, lantas sekarang
aku menjadi penyair yang terlunta lunta
kehilangan puan yang jiwanya adalah puisi yang agung. 

Bahwa setelah pergimu
aku mengikhlaskan air yang menjadi
pekat ketika lidahku merindukan kesegaran.
Bibirku menjadi pantai yang memanjang,
sedangkan suara ombak berbisik
secara pelan, sangat pelan. 

"Kasihku, kasihku, kasihku."

Bahwa setelah ini akan ada itu,
setelah pergimu akan ada datangmu,
setelah pisah akan ada rekat,
setelah sakit akan ada bahagia.

Bahwa mencintaimu tidak akan pernah mudah.

Kendari, 26 April 2020 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun