"Bosan dengan yang itu-itu aja, tidak terjebak dengan gerombolan yang itu-itu aja, Negara ini bukan milik Parpol dan Person yang juga itu-itu aja, ya udah gitu aja, masa itu-itu aja, bosan donk...!!!"
Mungkin jajaran kalimat ini akibat luapan hati yang sedang merefleksikan diri pasca perenungan mendalam, tentang siapa sebenarnya pemilik bangsa ini ?
Kejenuhan dengan para lansia yang haus kekuasaan, penentuan nasib bangsa melalui parpol beserta anteknya, demokrasi untuk rakyat tetapi parpol yang tentukan kandidat, sampai menunggu yang tidak perlu ditunggu seperti nama calon presiden.
ini adalah lucu-lucuan konstitusional kalau kita menyelenggarakan demokrasi dengan memegang teguh pancasila pasti demokratis dan tidak "semau gue", permusyawaratan mufakat tanpa musyawarah apalagi tanpa adanya proses permusyawaratan adalah penunjukan, seperti titah dari raja yang berhak sepenuhnya menunjuk Senopati dan pejabat lainnya, Tentu tidak Demokratis.
NKRI adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan Negara Kerajaan Republik Indonesia. Demokrasi tanpa Demokratis itu hanyalah kepalsuan, ingat monarkisme itu cenderung pada sifat tirani, ketiadaan fatwa dan perintah lain yang lebih tinggi dari penguasa yang dianggap sebagai Subyek Konstitusi tertinggi yang hidup.
Menjelang hajatan Politik Parpol rawe-rawe rantas malang-malang putung, gak mesti juga rakyatnya rawe-rawe tutung malang-malang buntung. Demokrasi sudah melenceng dari etika dan moral, Rakyat itu siapa dan sebagai apa sebenarnya dalam Demokrasi ?
Penulis berpikir tentang kalkulasi dalam sebuah tabulasi Politik, menganggap itu hanyalah berisi klaim dan prediksi angka-angka semata, minimal agar nampak hebat secara rasional karena eksakta sebagian orang menganggap dekat dengan angka-angka, semakin tinggi angka semakin tinggi harapan, rekayasa harapan yang bergantung pada angka-angka.
Padahal yang dibutuhkan untuk membuat rancangan Negara Maju adalah dengan kecerdasan, keberanian dan kenyataan sebagai kesaktian yang tidak dibuat-buat oleh elit partai politik pada angka-angka, dalam beberapa hal terjadi dalam budaya parpol.
Ngeles maksudnya terkait nomor urut Partai dan Angka sesuai Dapil contohnya, angka-angka lain penulis tidak ekspert mengurus dan membahasa itu, apalagi angka-angka soal jual beli, sepertinya cuma dipikiran dan merasa malas membahas, karena itu menjadi kemungkinan yang tidak memungkinkan yang kadang mungkin ini dan kadang mungkin itu pada sebuah asumsinya asumsi dalam politiknya politik.