"Segala sesuatu yang hidup dan bergantung dengan Langit dan Bumi adalah yang di ciptakan dan Bukan sang Pencipta"
dan
"Segala sesuatu yang hidup serta bergantung dengan Ruang dan waktu adalah yang di ciptakan dan Bukan sang Pencipta"
Mengurai secara sederhana tentang pentingnya manusia mengenal dan memahami karya Tuhan Yang Maha Esa, dan memposisikan diri sebagai ciptaan yang serupa meski tak sama, tujuannya adalah untuk dapat saling bersinergi dalam menumbuh kembangkan serta menjaga apa yang telah ditentukan berdasarkan nilai-nilai Universal keagamaan sebagai titik temu antar manusia sebagai rasa syukur dalam satu kedamaian.
Tatanan Masyarakat yang Inklusivistik dengan beragam paradigma ketuhanan dalam kepercayaan, keagamaan dan kebudayaan yang berbeda, tetap menjadi satu kesatuan (tunggal) harus menyadari perbedaan bahwa telah menjadi satu ketentuan dan ketetapan setiap karya cipta yang bermula dari Yang Maha Kuasa (Esa).
Penalaran Ketuhanan Yang Maha Esa, Meskipun beragam perspektif muncul dari pemaknaan sila ini, tidak lantas menjadi pembahasan doktrinasi tentang suatu pilihan dalam menganut kepercayaan dan keagamaan, ini dikarenakan  adanya jaminan kehidupan untuk memeluk, mempercayai dan meyakini suatu kepercayaan dan Agama atas dasar Ketuhanan dalam bernegara.
Membangkitkan ruh spiritualitas dalam Jiwa Kesadaran, bahwa tiap-tiap yang hidup di semesta ini berawal dan akan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa semenjak ada hingga ditiadakan kembali kemudian (wafat).
Menjejaki dan menelusuri setiap Perspektif dan Paradigma Ketuhanan Yang Maha Esa, melalui beragam rangkaian metode, dengan perbedaan konsentrasi keilmuan, menuju satu poros jejak nilai ketuhanan yang ada pada mahluk, dalam satu rangkaian penataan kehidupan bersama inilah yang mempersatukan elemen-elemen menjadi poros pemersatu tiap-tiap dan sudut-sudut perbedaan dalam satu permakluman bersama, yang diperoyeksikan sebagai "Be One to be Collective and Collective to be One".
Sinergitas menjaga semangat kedamaian bersama dalam interaksi kebajikan sosial, serta saling menghubungan toleransi antar manusia beragama, yang merupakan tolak ukur hikmah kebijaksanaan pada pranata dan nilai kehidupan, sehingga setiap ruang perbedaan terisi oleh manusia yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan (Social Values), tertuju pada Nilai Persatuan (Equality Values), menentukan pilihan bijak beedasarkan Nilai Musyawarah (Democratic Values) dan menjunjung penghormatan tertinggi akan Nilai Keadilan Sosial (Social Of Justice values) yang nilai-nilai ini seutuhnya terdapat pada Nilai-nilai Universal Pancasila pada setiap silanya.
Dinamisasi yang menjadi ciri Dialektika inklusive, yakni 'bebas tetapi tidak liberal, satu kebersamaan tetapi tidak komunis", tidak ada doktrinasi yang merasa paling unggul dan hanya mengarah pada sekumpulan nilai yang hidup sebagai fitrah kemanusiaan dalam menentukan hajat hidupnya yang mulia secara bersama-sama,