Mohon tunggu...
ADI PUTRA (Adhyp Glank)
ADI PUTRA (Adhyp Glank) Mohon Tunggu... Seniman - Saling follow itu membahagiakan_tertarik Universalitas, Inklusivitas dan Humaniora, _Menggali dan mengekplorasi Nilai-nilai Pancasila

-Direktur Forum Reproduksi Gagasan Nasional, -Kaum Muda Syarikat Islam, - Analis Forum Kajian Otonomi Daerah (FKOD), - Pemuda dan Masyarakat Ideologis Pancasila (PMIP), -Penggemar Seni Budaya, Pemikir dan Penulis Merdeka, Pembelajar Falsafah Pancasila

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Indikasi Dugaan Penyalahgunaan Wewenang : Presiden, Kementerian Dalam Negeri dan Gubernur dalam Pemilihan Umum berdasarkan UUD 1945

18 Desember 2022   02:02 Diperbarui: 18 Desember 2022   18:02 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Ilustrasi Keputusan dan Uang", sumber : Kompas.com

Hal lain yakni kedudukan Menteri Dalam Negeri yang menjadi muara Pemilihan Penjabat (PJ) Bupati dan Gubernur sangat rentan terhadap tindak pidana korupsi, dalam beberapa hal mengenai penerbitan SK Menteri Dalam Negeri terkait pengangkatan Penjabat (PJ), Rekomendasi-rekomendasi, Rotasi Mutasi Pejabat Esselon dengan beragam tingkatan, menjadi penting untuk dikaji dan diawasi pelaksanaannya, kasus suap terkait rotasi mutasi terjadi dibeberapa wilayah dan menjadi ladang Korupsi oknum kepala Daerah. ini belum termasuk rekomendasi Kementerian Dalam Negeri dalam hal pengelolaan Keuangan untuk para Penjabat di daerah.

Status ASN sebagai birokrasi berubah menjadi Eksekutif, status Quo ASN menjadi eksekutif selaku Penjabat (PJ) membuat pertentangan tentang regulasi UU yang melarang TNI, POLRI dan ASN dalam keterlibatan dengan Aktifitas Partai dan Politik, selanjutnya Penjabat (PJ) merupakan Pengganti Jabatan Politik eksekutif yang seharusnya diusung melalui Partai Politik kini terkebiri melalui proses penunjukan secara langsung yang dilakukan oleh Gubernur, Mendagri dan Presiden.

Mahkamah Konstitusi tidak tampil sebagai penyelesai persoalan perihal pertentangan tersebut, bahwa proses penunjukan bukanlah hasil dari Demokrasi, bahwa Demokrasi essensinya adalah "Kekuasaan Rakyat" yang identik dengan"Vox Populi Vox Dei" bahwa "suara rakyat adalah suara Tuhan", membahas dan memutuskan Urgensi tanpa urgensi dan memberi solusi tanpa solusi, Mahkamah Konstitusi seharusnya merekomendasikan pembatalan Pilkada Serentak yang terkesan memaksa dan tidak demokratis, Mahkamah Konstitusi memutuskan berdasarkan UUD 1945 yang secara Gamblang menyebutkan bahwa Pemilu dilaksanakan secara Demokratis, dengan menijau, memperhatikan dan mempertimbangkan adanya UU Pemilu bahwa Penyelenggara dan Pengawasan Pemilihan Umum adalah tugas dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan lembaga yang terlibat didalamnya.

Selanjutnya, Pekerjaan besar untuk Ombudsman RI yang harus bertindak merekomendasikan secara intensif kepada MK dan MA serta Legislatif bahwa adanya indikasi dan dugaan penyalahgunaan wewenang ini sebagai proses mal-administrasi yang bertentangan dengan UUD 1945 sebagai Hukum Tertinggi.

Tidak mengabaikan indikator kuat terjadinya "Prostitusi dalam Konstitusi" di Negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun