Kita bisa mengambil contoh sampling perihal turunnya Adam dan Hawa yang termaktub dalam kitab suci beserta peninggalannya yakni manusia kekinian, mengingat antara yang satu dengan yang lainnya bukan hanya berbeda dalam hal genetis, tetapi berbeda pula dalam sikap dan tingkah laku berdasarkan wilayah, hingga terjustifikasi suku dan bangsa dalam setiap peradaban komunitas atau kelompok saat ini.
Mengurai secara rinci sejarah bukanlah perkara mudah, kekeliruan definisi cenderung akan melahirkan kekecewaan dan berdampak kesalahan sejarah, peranan sejarah merupakan bagian penting dalam mengentaskan perbedaan dengan penataan nilai kemanusiaan yang satu dan utuh, yang telah terkemas berdasarkan ruang dan waktu antara masa lalu, kini dan masa mendatang.
“peradaban” adalah salah satu awal untuk mengenali “adab” untuk menjadi bekal “beradab”
Kita kerap mendengar mengenai “Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab”, mengenal “peradaban” adalah salah satu awal untuk mengenali “adab” untuk menjadi bekal “beradab” dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara di era kini dan mendatang,
Tentunya nilai tersebut berorientasi dan berkait dalam persatuan sebagai wujud membangun kesejahteraan sosial bagi seluruh umat melalui toleransi terhadap perbedaan perspektif dan proyeksi yang terdiri dari ragam cara pendekatan keyakinan berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa yang tercermin dalam perilaku kerakyatan, seperti yang tertuang dalam Pancasila sebagai wujud Bhineka Tunggal Ika masyarakat kita saat ini. Selamat Berpikir dan beradab
( Sebuah Catatan 22 Juli 2014)
Terima Kasih telah Follow, Respon dan Komentar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H