Kita akan awali tulisan ini dari seorang yang sangat menginspirasi dunia, Mahmoud Ahmadinejad. Kita semua tentu tahu siapa Ahmadinejad. Seorang mantan Presiden Iran yang terkenal sangat berani bahkan kepada negara adidaya sekalipun, Amerika Serikat. Dibalik sosoknya yang tegas dan sederhana, dia hanyalah berasal dari kalangan dan latar belakang rakyat biasa, sipil, non militer.
Ahmadinejad mengawali karier pemerintahannya sebagai seorang Walikota di Ibukota Negaranya, Iran, pada periode 2003-2005. Pada setahun pertama beliau menjabat, rakyat terkagum dengan sikapnya, seorang Walikota yang menyapu jalanan sendiri dan mengendarai kendaraan merk Peugeot tahun 1977 warisan dari ayahnya, sendiri. Etos kerjanya yang luar biasa hingga pulang kantor dini hari hanya demi mamastikan bahwa rakyatnya bisa hidup nyaman di kota Teheran.
Hingga pada 24 Juni 2005 beliau menjadi Presiden Iran. Beliau yang pada masa kampanye tidak mampu mencetak foto-foto besar karena semua gajinya sebagai Walikota beliau sumbangkan dan hanya hidup dari gajinya sebagai dosen. Bandingkan dengan para pesaingnya yang jor-joran dalam berkampanye ketika itu. Pantas jika beliau tidak diperhitungkan sebelumnya oleh para lawan politiknya. Tapi rakyat Iran sudah terkesima dengan sosoknya yang sederhana, dedikasinya untuk rakyat dan prestasinya yang mengubah wajah Teheran menjadi lebih baik.
Pada awal beliau menjadi kepala negara, beliau mengubah pesawat kepresidenan menjadi pesawat cargo, meniadakan birokrasi pemerintahan yang berbelit-belit, beliau meminta untuk terbang dengan pesawat biasa dengan kelas ekonomi, dan yang paling istimewa beliau menyumbangkan karpet mewah istana ke Mesjid-mesjid.
Sebuah hal yang langka di dunia ini. Ketika semua orang tahu bahwa seorang Kepala Negara tentu akan sedemikian luar biasa. Tak boleh kurang sedikitpun. Karena hal itu demi melancarkan tugasnya sebagai pemimpin rakyat. Tapi hal itu tidak berlaku bagi seorang Ahmadinejad. Beliau sederhana tidak hanya ketika beliau sudah menjadi Walikota dan Presiden saja, tapi kesederhanaan sudah menjadi bagian dari hidupnya. Baju lusuh, jaket bolong masih biasa beliau kenakan. Sepatu compang campingpun sudah tak asing di kaki sang Presiden itu.
Bagaimana di Indonesia?
Andai saja seorang Ahmadinejad lahir dan menjadi seorang Indonesia, banyak sudah orang bahkan sebagian rakyatnya yang menilainya sebagai sebuah pencitraan. Mencibir, bahkan memandang rendah seorang pemimpin yang hidup demikian. Karena di negeri ini, Indonesia, apapun yang baik belum tentu baik di mata orang. Apapun yang elok belum tentu bagus di pandangan orang. Sinisme dan kecurigaan selalu menjadi bumbu dalam memandang orang lain. Apalagi jika sikap kebaikan itu hadir orang yang menjadi lawan politiknya. Kebaikan pada diri orang lain, mereka nilai hanya sebatas pencitraan dan mencari simpati semata. Entahlah.. Apakah karena mata mereka sudah buta, akal sehat mereka sudah buntu dan hati nurani mereka sudah tertutup.
Sosok Ahmadinejad tak layak lahir di negeri ini. Karena jikapun ada, beliau sudah mati sendiri sebelum berkembang menjadi seorang yang terpandang. Cemoohan, pandangan sinis, takkan membuat sebuah kebaikan menjadi sebuah bernilai harganya.
Apakah Ada yang Tahu dalam Hati Setiap Manusia?
Hanya Tuhan dan diri manusia itu sendiri yang mengetaui apa yang ada dalam dirinya. Bagi kita yang hanya mampu melihat, menonton dan menyaksikan jauh dari realita yang sesungguhnya, hentikanlah untuk setiap praduga, sinisme dan kecurigaan yang berlebihan. Apalagi fanatisme yang berlebihan pada satu sosok hanya akan membuat kita gelap mata dan enggan untuk mendengarkan orang-orang yang tidak sependapat dengan kita.
Nilailah setiap kebaikan dalam diri orang lain itu sebagai sebuah kebaikan. Janganlah kau pandang itu hanya sebuah pencitraan atau sekedar mencari simpati belaka. Karena tak satupun dari kita yang mampu memastikan apa yang ada dalam hati setiap manusia.