Mohon tunggu...
Adi Prinantyo
Adi Prinantyo Mohon Tunggu... -

Jurnalis Kompas, kini bertugas sebagai editor di Biro Jawa Barat. Sebelumnya cukup lama berkecimpung di liputan kriminal Ibu Kota dan liputan olahraga, khususnya sepak bola.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia 2022, Layakkah?

9 Februari 2009   16:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:20 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia, negara kita, yang kesebelasannya belum pernah menjuarai turnamen bergengsi sejak meraih emas SEA Games 1991, resmi mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Senin (9/2) kemarin, Nurdin Halid, yang di Indonesia menjabat sebagai ketua umum PSSI, meski oleh FIFA kepemimpinannya tidak diakui, mempresentasikan idenya soal pencalonan kita sebagai tuan rumah Piala Dunia.

Pencalonan Indonesia, memang, untuk Piala Dunia yang akan berlangsung 13 tahun lagi. Artinya, PSSI masih punya rentang waktu persiapan begitu panjang. Namun, pencalonan di tengah suasana ekonomi negara yang fundamentalnya tidak kuat-kuat benar, serta kompetisi sepak bola nasional yang coreng moreng oleh berbagai isu penodaan fair play, seperti skandal pengaturan skor; tetap saja terasa sebagai ambisi yang berlebihan.

Mari kita berkaca pada Vietnam. Negara tetangga kita ini serius membenahi sepak bola mereka. Selepas SEA Games 2005, saat mereka mendapati beberapa pemain tim nasional mereka terlibat suap, maka polisi Vietnam bertindak dan menyeret pemain-pemain nasional itu ke penjara. Tentu saja, disertai kerja sama erat dengan federasi sepak bola setempat. Indonesia? Boro-boro membawa pemain yang terlibat suap ke muka hukum.

Hasilnya? Pada Piala Asia 2007, Vietnam menjadi satu-satunya negara tuan rumah yang meloloskan timnya ke perempat final. Tiga tuan rumah lainnya: Malaysia, Thailand, dan Indonesia, gugur di penyisihan grup. Lantas, pada Kejuaraan Sepak Bola Asia Tenggara atau Piala AFF, Vietnam tampil sebagai juara. Tim Indonesia yang awalnya menargetkan diri sebagai juara, tersisih di semifinal oleh Thailand, yang lalu kalah di final oleh Vietnam.

Mengapa Indonesia tidak terlebih dahulu membenahi kompetisi sepak bola dalam negerinya? Sehingga setidaknya bisa menyamai prestasi tim nasional era 1960-1970 an, ketika kita mampu menjadi salah satu macan Asia? Jadilah juara Asia Tenggara dulu, lalu jadilah salah satu dari delapan besar tim terbaik Asia, barulah kita layak mencalonkan diri menjadi tuan rumah Piala Dunia.

Mengapa yang disinggung-singgung adalah potensi keuntungan finansial yang akan kita dapat jika kita lolos sebagai tuan rumah? Uang memang akan datang ke Indonesia dengan kehadiran tim-tim dunia, dan berduyun-duyunnya penonton menyaksikan laga tim-tim kelas dunia. Akan tetapi, korupsi masih menjadi momok menakutkan. Sehingga kita layak pesimis, uang triliunan rupiah yang akan dikucurkan pemerintah untuk membangun stadion-stadion baru, dan manajerial keuangan tiket penonton, benar-benar akan masuk ke kas negara. Kita layak khawatir, profit itu, lagi-lagi, hanya akan masuk ke kantong segelintir pribadi saja.

Quo vadis Sepak Bola Indonesia?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun