Mohon tunggu...
Adi Prayuda
Adi Prayuda Mohon Tunggu... Dosen - Seorang dosen, penulis, dan murid meditasi

Seorang Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Al-Azhar, yang juga merupakan pemandu meditasi. Penulis berbagai buku self development dengan pendekatan meditasi (Jeda).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menatap Jurang Birokrasi, antara Tebing Administrasi dan Substansi

28 Agustus 2024   10:20 Diperbarui: 28 Agustus 2024   17:58 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ide tulisan ini terbersit ketika saya melintas di sebuah jalan di Kota Mataram pada suatu pagi di bulan Agustus 2024, melihat sekelompok pria berseragam yang baru saja keluar dari tempat makan, siap untuk menunaikan tugas mereka. Di antara mereka, satu orang mencuri perhatian saya, sibuk mempersiapkan gawai untuk mengambil foto rekan-rekannya. Fenomena ini menarik karena seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas administrasi, terutama di era digital seperti sekarang. Foto dan video menjadi bukti sahih atas kerja yang telah dilakukan, bahkan bisa dikatakan menjadi 'capture' atas apa yang dianggap sebagai produktivitas.

Namun, tanpa bermaksud menghakimi, saya tak bisa menutup mata bahwa sisi administrasi ini seringkali menjadi lebih menonjol dibandingkan substansi pekerjaan itu sendiri. Padahal, sebagaimana yang saya pahami, administrasi seharusnya berperan sebagai penunjang bagi esensi utama, yaitu kinerja atau hasil dari pekerjaan tersebut. Di ranah pendidikan, fenomena serupa sering terjadi, dimana administrasi menjadi wajah utama dari keberhasilan, lengkap dengan segala instrumen penilaiannya. Akibatnya, jurang antara administrasi dan substansi semakin lebar, menciptakan celah yang tidak hanya membingungkan, tetapi juga merugikan.

Tulisan ini bertujuan untuk mendekatkan dua tebing yang seolah berseberangan: administrasi dan substansi, sehingga jurang yang ada bisa menjadi lebih sempit. Pernah suatu hari saya berbincang dengan rekan dari Afrika dan Australia, saya mendapati bahwa mereka cenderung lebih menaruh perhatian pada aspek yang lebih esensial dibandingkan dengan administrasi. Meskipun belum sepenuhnya bisa diterapkan di Indonesia dengan pola birokrasi yang ada saat ini, dimana setiap jalur bisa menjadi celah bagi mereka yang kurang memiliki integritas, paradigma ini setidaknya patut dibangun.

Paradigma ini harapannya akan menjadikan administrasi berperan tepat sebagai pembungkus substansi - karena administrasi juga memiliki fungsi perlindungan -  bukan malah memanipulasi substansi demi memenuhi tuntutan administratif dalam birokrasi. Hanya dengan demikian, kita bisa mendekatkan kedua tebing tersebut, membangun fondasi yang lebih kuat dalam birokrasi kita, baik di ranah pendidikan maupun di sektor lainnya.

Dalam kerangka berpikir yang lebih luas, bekerja tentu saja bukan hanya tentang memenuhi laporan kepada atasan atau menunaikan tugas administratif yang tumpul. Esensi dari pekerjaan yang kita lakukan, utamanya di bidang yang saya tekuni: pendidikan, seharusnya melampaui sekadar memenuhi kewajiban birokrasi. Pekerjaan ini adalah bentuk pengabdian, yang pada hakikatnya adalah laku ibadah. Ketika kita menanamkan niat bekerja sebagai ibadah, kita tak hanya sekadar bekerja untuk mendapatkan upah atau pengakuan dari atasan, tetapi lebih dari itu, kita bekerja untuk berkontribusi kepada masyarakat dan mendekatkan diri pada nilai-nilai spiritual yang lebih tinggi.

Menjadikan pekerjaan sebagai laku ibadah berarti bekerja dengan integritas, kesungguhan, dan niat yang tulus. Administrasi yang baik memang penting, tetapi harus diposisikan sebagai alat bantu untuk memastikan bahwa pekerjaan substansial yang kita lakukan berjalan dengan baik dan terukur, bukan sebagai tujuan akhir. Ketika administrasi menjadi terlalu dominan dan substansi menjadi tersingkirkan, kita kehilangan makna dari pekerjaan itu sendiri.

Tentu saja gagasan ini terbaca sangat ideal dan mungkin sulit untuk dipraktikkan dalam realitas sehari-hari yang kompleks. Namun, seperti halnya setiap perubahan dalam bidang apapun, semuanya selalu dimulai dari langkah kecil diri sendiri. Langkah yang diambil, sekalipun kecil, akan memberikan dampak dan memiliki daya sebar serta resonansinya sendiri. Dengan memulai dari diri sendiri, sesuai dengan peran dan kapasitas, kita dapat menjadi contoh dan inspirasi bagi orang lain dalam pekerjaan mereka.

Akhirnya, ini adalah tentang membangun sebuah ekosistem kerja yang sehat, dimana administrasi tidak menjadi beban yang memberatkan atau bahkan menyesatkan, melainkan sebuah sarana yang membantu kita menjalankan pekerjaan dengan lebih baik, lebih efisien, dan lebih bermakna. Hanya dengan demikian, kita dapat mengurangi jarak jurang antara tebing administrasi dan substansi, menciptakan sebuah lingkungan kerja yang tidak hanya produktif secara materi, tetapi juga kaya secara spiritual. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun