Mohon tunggu...
Adi Prayuda
Adi Prayuda Mohon Tunggu... Dosen - Seorang dosen, penulis, dan murid meditasi

Seorang Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Al-Azhar, yang juga merupakan pemandu meditasi. Penulis berbagai buku self development dengan pendekatan meditasi (Jeda).

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Drama Hidup yang Terus Berulang karena "Belum Dilampaui"

31 Oktober 2022   11:36 Diperbarui: 31 Oktober 2022   11:56 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Rama dan Shinta karya Heno Airlangga, 100cm x 143cm, Acrylic on canvas, 2018 

Ketika cincin itu lepas dari tangan Laksmana, terdengar seperti suara logam beradu. Karena penasaran, Laksmana melihat isi dari ember hitam kecil itu. Sungguh terkejutnya ia karena di dalam ember itu terdapat banyak sekali cincin. Dan yang lebih mengejutkan lagi, semua cincin itu identik! Bahkan Laksmana tidak tau mana cincin yang baru saja dia masukkan.

"Sssiiiapa yang memberi cincin-cincin ini?" tanya Laksmana dengan gugup karena takut dan bingung.

Sang Guru dengan tenang menjawab, "Engkau yang meletakkannya, Laksmana."

"Tidak mungkin! Aku baru pertama kali ke sini dan bertemu Anda. Tidak mungkin Aku yang meletakkannya. Baru pertama kali pula Ayahku memberikan cincin bermata merah itu padaku," seru Laksmana tidak percaya.

Sang Guru terdiam sejenak, kemudian menjawab, "Sudah banyak kehidupan yang Kau lalui, dan sudah berulang kali Engkau melakukan hal yang sama. Meletakkan cincin itu di tempat yang sama. Kehidupan selalu menyajikan hal yang sama, sampai Engkau benar-benar telah memahami pelajarannya."

"Jadi, Aku sudah pernah melalui kejadian ini sebelumnya?" tanya Laksmana. "Kau sudah berulang kali melaluinya, namun belum pernah sekalipun melampauinya."

"Ba..ba..bagaimana Aku bi..bisa melampauinya?" tanya Laksmana dengan kegugupan yang tidak bisa dia sembunyikan.

"Turun dari keangkuhanmu. Turun dari kudamu. Dan letakkan kepalamu di hatiku."

***

Cerita ini tentu bermuatan filsafat. Perlu perenungan untuk memahami hikmah di balik ceritanya. Sebatas pemahaman saya, merenungi kisah ini, kita semua diajak untuk menyadari keangkuhan (turun dari kuda) dan menerima kondisi apapun yang terhampar dalam hidup kita saat ini (tanpa resistensi/meletakkan kepala di hati). 

Segala penolakan atau resistensi kita terhadap apa yang berlangsung saat ini biasanya berasal dari "kepala" yang penuh dengan perhitungan dan pengkondisian. Bukan bermaksud menyalahkan. Bukan berarti juga tidak boleh menggunakan "logika kepala" dalam menjalani peran apapun dalam hidup. Namun, ini lebih kepada ajakan agar kita tidak mengalami "hal-hal yang itu-itu saja", "drama yang sama", karena bereaksi dengan cara yang sama, dengan emosi yang sama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun