Mohon tunggu...
Adipradipta Adipradipta
Adipradipta Adipradipta Mohon Tunggu... -

lifePHOTOGRAPHER

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kenangan yang Tercecer...

23 September 2011   08:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:41 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Warna merah mempunyai arti berani menurut Presiden Pertama Indonesia, dan putih mempunyai arti suci atau bersih. Warna Merah dan Putih merupakan warna sakral bagi Bangsa Indonesia.

Merah dalam hal ini adalah sebuah jaket berwarna merah yang selalu melekat di badan. Namun entah mengapa jaket tersebut hilang tak berujung. Bukan berarti harga yang ada, bukan juga merek yang melekat akan tetapi lebih dari makna jaket itu sendiri. jaket yang memiliki arti berani tersebut merupakan peninggalan tak ternilai dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Tersemat didalam dada untuk menjaga dan memelihara jaket tersebut, dengan menggunakannya berarti ada rasa kebanggan tersendiri atas apa yang telah dilakukan generasi sebelumnya terhadap masa sekarang dan mungkin di masa yang akan datang.

Jaket yang menjadi saksi bisu atas apa yang dilakukan oleh seorang kakek terhadap bangsa dan negara yang ia cintai, terutama rasa cinta terhadap keluarganya.

Kondisi rumah yang sedang carut-marut akibat renovasi besar-besaran membuat segala sesuatunya berantakan melebihi kapal perang yang pecah akibat hantaman torpedo. Adanya banyak tangan yang ikut didalam proses perbaikan dan pengepakan barang-barang membuat proses pencarian seperti mencari jarum didalam tumpukan jerami, sangat tidak mungkin. Akan tetapi ada tiga kunci yang menjadi pegangan dalam proses pencarian, yaitu pembantu rumah tangga, para kuli bangunan dan penghuni rumah itu sendiri.

Tahapan awal adalah mengingat. Mengingat di mana letak awal jaket tersebut, setelah itu melakukan penelusuran lebih lanjut dengan bertanya sembari tetap mencari dan mengingat.

Barang kali terselip didalam lemari, tumpukan cucian atau tertinggal di suatu tempat.

Penafsiran awal yang dilakukan oleh seseorang yang kehilangan sesuatu adalah menuduh tanpa mau dirinya menjadi tertuduh. Apalagi ini terjadi didalam ruang lingkup yang terkecil yaitu keluarga. Keluarga yang berada dalam satu rumah pasti langsung menuduh orang lain yang bukan berasal dari bagian keluarga. Pembantu rumah tangga adalah seorang yang diperkerjakan untuk membantu urusan rumah tangga merupakan orang yang bukan bagian dari keluarga.

Lazim hukumnya jika mempunyai prasangka buruk terhadap orang, terutama orang tersebut bukan merupakan bagian dari dirinya. Meskipun hal ini masih harus dipertanyakan kembali agar semuanya menjadi jelas, mengubah pandangan negatif menjadi positif.

Ada tiga generasi pembantu rumah tangga yang melayani keluarga ini. Semenjak generasi pertama dan kedua, pembantu rumah tangga tidak tinggal bersama-sama dengan keluarga. Mereka memiliki rumah yang berjarak paling jauh 500 meter dari rumah dan mereka seperti layaknya orang kantoran yang memiliki jam kerja tetap, dari pagi hingga sore hari. Barulah pada generasi ketiga, pembantu rumah tangga tinggal serumah. Yang pertama adalah Lastri, umur 44 tahun telah melayani sejak 16 tahun yang lalu dan merupakan yang paling lama. Memiliki 3 orang anak, Kadir (21 tahun) Salamah (18tahun) dan Rizki (13 tahun). Istri dari seorang tukang ojek ini telah banyak pengabdian terhadap keluarga ini, sedikit ada rasa “ahh.. gak mungkin mba lastri ngambil” dalam benak saat itu.

Lastri sudah tidak lagi berkerja bersama keluarga ini, dan memilih untuk berjualan nasi uduk dan nasi kuning di pekarangan rumahnya. Hal tersebut merupakan permintaan dari sang suami yang ingin istrinya ada terus di rumah untuk mengurus anak. Sesegera mungkin bergegas pergi ke rumahnya yang berada didaerah perkampungan di luar komplek perumahan hanya untuk menanyakan keberadaan jaket tersebut. Berawal basa-basi dengan menanyakan kabar dan sebagainya, sembari makan nasi uduk dan teh manis gratis, kembaran dari Omas ini bergurau “Mas.. masih inget loe ama gue?” dengan senyumannya yang sebenarnya tidak bisa dipungkiri bahwa bibirnya tidak dapat menutup rapat giginya.

Ketika ditanya soal jaket merah, dia malah heran sambil mengunyah kerupuk. “Lho... Mba gak tau, udah dicari yang bener belum?”. Karena dia yang paling lama, dia tahu dengan pasti asal usul jaket itu. Jaket merah yang merupakan peninggalan kakek yang telah tiada kepada cucunya itu biasa dulu ia cuci dan setrika dengan sepenuh hati.

“Coba nanti abis selesai renovasi, dicari lagi yang bener...” ujarnya memberi saran.

Nampaknya tetap tidak menemukan jalan keluar yang pasti. Beranjak ketempat selanjutnya. Rumah yang persis berada di samping kuburan itulah yang dituju. Masih beralaskan tanah walaupun sudah bergenteng, rumah itu nampak asri dengan banyaknya pepohonan yang tumbuh rindang. Rumah ini merupakan kediaman Mpok Saroh, nenek 3 cucu ini merupakan generasi kedua di keluarga. Bisa dikatakan hanya sebentar bersama keluarga, namun Mpok Saroh dapat dengan cepat mengambil hati para penghuni rumah.

“Eeettt dahhh... tumben amatt maen ke tempat Mpok!” Sapaan hangat sembari menyapu.

Setelah sedikit berbasa-basi, sambil menuangkan teh Mpok Saroh mengaku pernah melihat jaket tersebut. “Lahhh.... bukannya udah pernah Mas pake trus di taro di lemari belah tipi, pas sebelom dibongkar pan Mpok ngeliat.” Nampak yakin dengan logat Betawinya yang kental.

Memang pada masa Mpok Saroh, kondisi rumah pada saat itu masih dalam proses pemindahan barang. Akan tetapi tempat yang dimaksudkan tadi telah ditelusuri sebelumnya.

Berbekal hasil nihil tak membuat patah arang, walaupun yakin penelurusan selanjutnya akan menghasilkan hasil yang sama.

Proses pencarian berlanjut kepada orang ketiga. Belum genap enam bulan, Imah pembantu rumah tangga selepas Mpok Saroh menjadikan dirinya orang yang benar-benar asing. Masuk kedalam rumah pada saat proses renovasi telah berjalan setengahnya membuat keadaan serba salah bagi dirinya. Seakan percuma untuk menayakan hal tersebut kepada gadis asal Tulung Agung itu. Namun dia diperbantukan dalam proses pencarian.

“Mas, ini taronya di mana?.. Tadi wortel di mana yaa?.. Tukang sayur udah lewat belum?..”

Maklum orang baru.

Kunci kedua dari proses ini adalah penghuni rumah. Mereka memiliki kesibukannya masing-masing, sang Ayah menjadi kepala proyek dari renovasi rumah, sang Ibu layaknya ibu-ibu pastilah mengepalai pembantu rumah tangga, dan sang Anak dengan rutinitas harian mereka, kuliah dan kerja.

Mereka semua ini adalah pemohon atau didalam posisi menjadi pihak yang meminta pertolongan pencarian, tetapi mereka tetap ditanya alibinya masing-masing untuk proses selanjutnya. Walaupun sebenarnya terasa sia-sia karena mereka dapat dikatakan adalah korban dalam hal ini.

“Coba nanti kalau udah selesai semua kann ketemu....” kata sang Ayah.

Kunci yang terakhir ada pada kuli bangunan. Mereka diperbantukan dalam proses pemindahan barang sebelum rumah dibongkar. Ada kesulitan dalam menjajaki mereka, karena adanya banyak orang yang terkadang tidak tetap jumlah orangnya dan selalu bergantian. Terkadang bisa sampai 17 orang, kadang kala hanya 4 orang. Namun dari semua kuli yang selalu bergantian datang dan pergi, ada 2 orang yang selalu tetap ada di rumah yaitu TB dan Mamat.

TB merupakan asisten kuli atau yang biasa disebut kenek, dia selalu ada dikarenakan dia dipercaya oleh sang mandor untuk mengawasi teman-temanya bekerja. Usia yang masih dini tidak dianggap remeh oleh teman-temannya yang berusia jauh lebih tua dari dirinya. Sejak hari pertama pengepakan barang, TB selalu memantau dan dia tahu persis di mana barang-barang tersebut diletakkan. Sayang, beberapa hari ini tak tampak batang hidungnya. Teman-temannya mengatakan kalau TB sedang sakit.

Mamat adalah orang kepercayaan sang mandor. Dia sangat terampil dengan urusan kayu, walaupun sebenarnya dia juga bisa membatu dan mengecat. Pada saat pemindahan dan pengepakan, Mamat yang bertubuh kekar mendapat bagian memindahkan barang-barang berat seperti lemari.

“Kemaren seingat saya, isi lemari yang coklat itu kalau gak salah tuhhh... barang pecah belah sama piring deh.” Mamat mencoba mengingat.

“Kalau baju-baju waktu itu saya taro di keranjang, keranjangnya kalau gak salah ada didalam lemari yang ada ukiriannya.” Ujarnya sembari memasang plafon.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya dia berjanji akan kembali membuka lemari tersebut. Karena letaknya yang sulit dijangkau, dia meminta bantuan temannya.

Satu persatu barang dikeluarkan dari lemari, namun tetap saja tidak terlihat keberadaan jaket merah tersebut.

Nampaknya seisi rumah dibuat menjadi heboh cuman gara-gara jaket merah yang sebenarnya sudah mengikhlaskannya jikalau hal yang paling buruk terjadi. Akan tetapi segala daya upaya tetap dikerahkan seolah memperjuangkan merah putih tetap berkibar di bumi Indonesia.

Seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya, pencarian berujung tanpa hasil.

Selang beberapa hari kemudian, TB menunjukkan batang hidungnya.

“Bar loro Mas... seko tigang dino wauu meriang. Kon ke dokter karo duluree wegah aku, ngeri disuntik hehehe...” jawabnya lugu dengan basa Jawa yang kentara.

Remaja yang bercita-cita ingin mempunyai banyak kambing ini mengaku juga pernah melihat jaket merah ada disuatu tempat, sayangnya dia tidak bisa mengingat dengan pasti dimana pernah melihat jaket tersebut.

Sembari membalikkan topi SMAnya, TB berguman sambil terus mengaduk semen, “nang di yoo...nang di?...”.

Terlihat dari raut mukanya kalau dia ikut merasakan arti dari jaket tersebut. Dahinya tampak berdenyit sementara kedua tangannya bergerak lincah memainkan pacul membuat semen dan pasir menari-nari. Akan tetapi apa daya seorang TB, dia tetap seorang anak kecil yang polos dan lugu yang tau pasti arti kata perjuangan.

Hal ini nampaknya menjadi sebuah pemikirian panjang yang belum tentu terpecahkan. Jika ingin mencari jarum dalam tumpukkan jerami, langkah awal yang dilakukkan adalah merapihkan jerami-jerami yang berantakkan. Setelah itu jerami-jerami tersebut dikelompokkan agar memudahkan proses penyaringan. Barulah jerami tersebut disaring satu persatu menurut kelompoknya. Sebuah jarum memiliki perbedaan yang mencolok dengan jerami. Berwarna lebih terang, keras dan tajam menjadi acuan, selain itu dibutuhkan kesabaran untuk dapat membedakan jarum dengan jerami.

Memang membutuhkan proses yang panjang, setelah rumah selesai renovasi pencarian akan dilanjutkan...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun