Mohon tunggu...
adipandang yudono
adipandang yudono Mohon Tunggu... -

Dosen Jurusan Perencancaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Portal Data Indonesia, Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) dan Pembangunan Berkelanjutan

8 September 2014   10:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:20 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada tanggal 5 September 2014, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) baru saja meresmikan “Open Data Indonesia”, yaitu suatu sistem sharing data antar institusi pemerintah, seperti kementerian, pemerintahan tingkatan provinsi, pemerintahan tingkatan kabupaten dan kota. Juga keterlibatan partisipasi masyarakat melalui wadah organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ataupun perusahaan swasta terkait bidang-bidang yang menyangkut public domain, seperti bidang ekonomi, sosial, lingkungan hidup, transportasi, perkotaan dan kewilayahan. Menurut Mardianto, Direktur UKP4, ide ini tercetus dalam upaya penghematan anggaran negara untuk pengadaan data (sumber: Kompas 6/9/2014). Jauh sebelum tercetus ide ini, sebenarnya ada pula sistem sharing datayang khusus bersifat keruangan atau spatial data telah terintis, yaitu Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN).

Inisiatif IDSN terintis sejak tahun 2000, melalui Badan pemerintahan yang bertanggung jawab mengenai survey dan pemetaan nasional ketika itu yang bernama Badan Koordinator Survey dan Pemetaan Nasional (BAKORSURTANAL), dimana lembaga ini telah diamandemen berdasarkan UU No.4 tahun 2011 mengenai Informasi Geospasial menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG). Ketika itu, tahun 2000, BAKORSURTANAL melakukan Rapat koordinator Nasional (RAKORNAS) yang menghasilkan visi “Menciptakan IDSN yang andal di Indonesia”. Inisiatif IDSN di Indonesia ini tidak terlepas dari penyelenggaraan spatial data sharing yang diinisiasi oleh Federal Geographic Data Committee (FGDC) pada tahun 1994 di Amerika melalui The USA Executive Order 12906 yang dikeluarkan oleh Presiden Amerika Bill Clinton ketika itu. Permasalahan yang dialami oleh Amerika saat itu adalah tersebarnya data spasial pada berbagai institusi, baik pemerintahan maupun lembaga swasta ataupun perseorangan mengakibatkan sulitnya memperoleh akses data spasial yang diinginkan.

Walaupun inisiasi IDSN di Indonesia dilakukan tahun 2000, namun aksi nyata keseriusan pemerintah terhadap kepedulian akan pentingnya sharing data spasial untuk pembangunan baru terlihat pada tahun 2007 dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 85 tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN), dimana setelahnya terdapat amandemen dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 27 tahun 2014 tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN). Langkah maju keseriusan ini terjadi setelah Indonesia mengalami bencana nasional bertubi-tubi, yaitu: bencana tsunami Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 dan gempa bumi Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006. Disaat itu, pemerintah Indonesia melalui BAKORSURTANAL dan BPN bekerjasama dengan LSM-LSM yang bergerak di bidang pengelolaan sistem informasi data spasial melakukan pemetaan ulang kepemilikan tanah dan bangunan korban bencana. Secara umum, BAKORSURTANAL, BPN dan LSM-LSM ini mengalami kesulitan pemetaan dikarenakan rekam jejak data spasial tersebut banyak yang hilang. Kejadian tersebut menyadarkan pemerintah Indonesia akan pentingnya sharing data spasial.

Pada dasarnya, IDSN maupun Portal Data Indonesia bukan hanya membahas berbagi data dari sudut pandang teknis melalui portal data server. Namun, ada komponen lain yang mendukung suksesnya pelaksanaan sistem sharing data, yaitu manusia, peraturan dan organisasi. Dalam hal ini, komponen pembagian data secara umum mencakup Data, People, Technology, Policy and Organisation, atau data, manusia, teknologi, kebijakan dan organisasi.

Terkait kajian IDSN dan Portal Data Indonesia terhadap Sustainable Development atau Pembangunan yang berkelanjutan adalah dengan adanya penyelenggaraan Rio Earth Summit pada tahun 1992 di Rio De Jeneiro, Brazil menghasilkan suatu putusan pemberlakukan agenda 21 yang berisi rencana aksi penyelenggaraan pembangunan yang berkelanjutan. Indikasi pembangunan yang berkelanjutan ini adalah adanya sistem monitoring lingkungan yang memberikan sinyalemen perlunya kualitas data spasial yang akurat untuk analisis evaluasi lingkungan dengan penghematan keuangan serta integrasi sosial berbagai kalangan dalam menciptkan harmonisasi ruang.

Berdasarkan fenomena diatas, maka tidak dapat dielakkan lagi, bahwa konsep pembagian data perlu demi terciptanya keberlanjutan pembangunan. Namun perlu juga disadari adanya aturan main data mana saja yang bisa dipublish untuk publik dan data mana saja yang bersifat rahasia. Karena itu, perlu adanya ketegasan dalam kebijakan yang mengatur ragam data untuk publik dan internal institusi, perlu adanya sikap willingness atau kesediaan dari perilaku organisasi untuk berbagi data, stuktur organisasi yang jelas untuk koordinasi dalam pembagian data, dan kejelasan jobdesk perorangan yang berperan dalam pengelolaan data

*) Penulis adalah Dosen pada Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Brawijaya. Saat ini sedang Studi program PhD pada Dept. Town and Regional Planning, The University of Sheffield, The UK dengan fokus penelitian adalah National Spatial Data Infrastructure Adoption for Spatial Planning in Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun