Pada tanggal 8 September 2014, saya membaca ulasan mengenai pendapat yang dikemukakan Komisaris Pertamina (Bapak Umar Said) yang menyangkal bahwa mantan direktur pertamina (Ibu Karen Agustiawan) ke Harvard tidak benar.
Sumber:
https://id.berita.yahoo.com/komisaris-pertamina-karen-ke-harvard-bohong-070919762--finance.html
Jika kita melihat situs Harvard University, maka ditemukan informasi bahwa bu Karen telah bekerja di institusi tersebut sebagai expert pada Belfer Center for Science and International Affairs, yaitu suatu pusat studi yang berada dibawah naungan John F. Kennedy School, Harvard University.
sumber:
http://belfercenter.ksg.harvard.edu/experts/2745/karen_agustiawan.html
Fenomena diatas merupakan satu dari sekian banyak contoh adanya perbedaan pendapat yang dikemukakan mengenai pengetahuan empiris suatu kejadian. Terlepas dari isu yang bermuatan politis terhadap informasi yang disampaikan, disini, saya selaku akademisi lebih tertarik membahas fenomena sosial ini, bagaimana memahami tingkatan pengetahuan mengenai kajian empiris dari fakta menjadi teori dikaitkan dengan hirarki Data-Information-Knowledge-Wisdom (DIKW) atau Data, Informasi, Pengetahuan dan Kebajikan.
Secara teori, menurut Rowley (2007) dengan papernya yang berjudul The wisdom hierarchy:Representation of the DIKW hierarchy, mengemukakan bahwa DIKW merupakan suatu konsep yang menjadi pilar dasar dari the nature of Information and knowledge, atau sifat pembawaan tentang informasi dan pengetahuan. Dimana dengan adanya perkembangan zaman, maka the nature of Information and knowledge melahirkan banyak disiplin ilmu/teori seperti teori komunikasi, kepustakaan, Cognitive Science (Pengetahuan memahami fenomena empiris), teori organisasi dan teori manajemen. Jika ditelusuri lebih jauh, konsep DIKW ini sudah muncul sejak zaman Knowledge Renaissance (zaman kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan) mulai dari Plato, Aristotle, Descarte, Emanual Kant dan Polanyi.
Konsep klasik DIKW telah muncul sejak berabad-abad lalu, namun pembahasan hirarki/tingkatan pengetahuan seseorang terhadap fenomena sosial maupun alam baru digagas oleh Ackoff dengan papernya yang berjudul “from Data to Wisdom” pada tahun 1989 sebagai konsep DIKW kontemporer. Ackoff membagi tingkatan pengetahuan suatu kejadian empiris menjadi Data-Information-Knowledge-Understanding-Wisdom.
sumber:
http://www.dataschemata.com/uploads/7/4/8/7/7487334/dikwchain.pdf
Dari diagram yang dikemukakan oleh Ackoff, dapat dijelaskan Data merupakan simbol atau representasi properti suatu obyek/benda yang diperoleh berdasarkan pengamatan/observasi, dimana pada hirarki DIKW menunjukkan level paling mendasar terhadap keilmuan suatu fenomena empiris. Selanjutnya adalah Information (Informasi) menempati level kedua dari bawah yang menerangkan suatu kegiatan dalam menjawab pertanyaan What (apa), Why (mengapa), Where (dimana), When (kapan), Who (siapa), dan How (bagaimana). Tahapan berikutnya adalah Knowledge (Pengetahuan) yang merupakan suatu fungsi dalam mentransformasikan informasi menjadi pemahaman mengenai fenomena suatu kajian sosial maupun alam. Tingkatan tertinggi adalah Wisdom (Kebajikan), yang diartikan sebagai value (nilai) yang menyangkut moral dan kode etik dalam pengetahuan akan fenomena empiris yang ditransformasi kedalam suatu filosofi/teori/.
Sedangkan komponen understanding (pemahaman), merupakan media yang bersifat abstrak yang menggerakkan pemikiran seseorang untuk menelaah tingkatan level bawah ke atas. Menurut Bellinger, Castro dan Mills (2004) dalam papernya yang berjudul Data, Information, Knowledge and Wisdom mengemukakan bahwa komponen understanding dalam melengkapi hirarki DIKW milik Ackoff dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu Understanding relations (pemahaman relasi), merupakan pemahaman untuk menelaah data menjadi suatu informasi; Understanding patterns (pemahaman pola), merupakan pemahaman untuk menelaah informasi menjadi suatu pengetahuan; dan Understanding principles (Pemahaman prinsip), merupakan pemahaman untuk menelaah pengetahuan menjadi suatu kebajikan.
sumber:
http://www.systems-thinking.org/dikw/dikw.htm
Pemahaman hirarki DIKW ini bisa kita korelasikan dengan tingkatan keilmuan seseorang, pada level apakah seseorang itu mengerti terhadap suatu fenomena sosial atau alam. Jika seseorang tersebut hanya dapat menunjukkan atau membuat data, maka level keilmuan seseorang tersebut sebatas operator data. Selanjutnya jika seseorang telah menelaah data menjadi suatu informasi, maka level keilmuan seseorang tersebut naik menjadi sebagai informan. Kemudian pada tahapan seseorang tersebut mampu menelaah informasi menjadi suatu pengetahuan, maka level keilmuan seseorang tersebut meningkat menjadi analis. Pada akhirnya jika mampu mentransformasi pengetahuan menjadi kebajikan, maka level keilmuan seseorang tersebut telah mencapai kasta tertinggi sebagai seorang bijak yang menghasilkan teori pada bidang akademik.
*) Penulis adalah Dosen pada Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Brawijaya. Saat ini sedang Studi program PhD pada Dept. Town and Regional Planning, The University of Sheffield, The UK dengan fokus penelitian adalah National Spatial Data Infrastructure Adoption for Spatial Planning in Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H