Di rumah gw ada beberapa kucing sebenarnya yang 'ngekos' tapi nggak bayaran. Minimal dia nebeng nggak pernah ngasih setoran. Cuma yg paling sering ada satu 'emak-emak' kucing yang paling bengal dan paling berani masuk rumah.
Kita namai Cimeng. Nama ini sebenarnya nama lama. Dulu waktu gw kecil punya kucing yang warnanya kuning-kuning emas khas kucing, atau bahasa umumnya orang jawa, kembang asem. Cimeng ini kucing di rumah yang sangat sering nangkep tikus. Anak-anaknya pun sama.Â
Pernah suatu malam gw kebangun karena brisik ada tikus yang ditangkap dan buat mainan anaknya, ukuran tikusnya bahkan hampir sama dengan anaknya. Anaknya sampai kebanting-banting karena kalah tenaga sama tikus yang ukurannya besar. Dan Cimeng rebahan santai-santai sambil lihat anaknya 'memangsa' sang tikus. Dia seolah-olah mengatakan "..nah kek gitu cara nangkep, loe begini begitu ya kalo makan...', seolah menggurui anak-anaknya.
Memang kucing jaman sekarang jauh banget kelakuannya. Cimeng dulu emang sangat mandiri. Nggak kita kasih makan pun ia nyari makan tikus. Beda sama Cimeng jaman anak-anak sekarang yang aleman alias manja.
Gimana gak manja coba. Tiap hari terutama jam makan dia pasti ngeong-ngeong manggil kita depan pintu. Masih ingat waktu bulan puasa kemarin. Kita punya kebiasaan makan sahur udah deket shubuh. Jam 4an lah waktu kita di wib/waktu setempat. Jam segitu, kita udah diberisikin dengan ngeong-ngeong Cimeng mau ikutan sahur. Kita denger karena kalo pada sahur kan emang biasa lah sembari nonton tivi acara kyai Yusuf Mansur di salah satu tivi.
Hasil dari usaha kemanjaan ngeselin lho. Bini jadi kasihan dan akhirnya beli makanan kucing tiap bulan paling enggak satu kantong tuh. Jadilah kelakuannya makin menjadi-jadi. Ya anak-anak sih jadi seneng karena jadi ada mainan. Minimal kalo kucingnya masuk sampai dicari-carilah, karena ya biasa, kalo masuk ampe dapur dan dikhawatirkan sampai nyolong.
Nah, jadilah kita punya adik baru dinamain Cimeng seperti yang kita ceritain dulu waktu anak-anak masih kecil, lalu anak-anak pun ngasih nama Cimeng. Ya tapi budaya kucing kota ama kucing kampung emang lain sih.
Menarik bahwa seekor kucing pun tahu soal 'resiko'. Ada upaya untuk mempertahankan diri. Cara yang ia lakukan adalah mencari 'payung' ke keluarga kita. Minimal kalo makan masih ada. Anak-anaknya kalau kenapa-kenapa masih ada payung buat berteduh atau makan.Â
Gw lama merenung lihat kucing-kucing itu. Cimeng emang jarang mempertontonkan anak-anaknya yang masih menyusui. Hanya dulu waktu anaknya lahir, bini sampai nyari kardus buat anak-anaknya berteduh. Kebetulan kasihan secara tak sengaja ketetesan air buangan ac jadi pada kedinginan. Dikasih handuk buat selimut juga abis dibersihkan. Biar gak kedinginan katanya. Tapi dengan makan di rumah, minimal anak-anaknya bisa menyusu ke dia, jadi ia tertolong, anaknya juga.
Pertanyaannya, lalu bagaimana dengan kita? Apa yang akan kita lakukan? Kita nyari nafkah. Kita bilang cinta sama anak istri, apa yang kita lakukan jika terjadi kenapa-kenapa dengan kita?Â
Katakanlah kita meninggal, apa yang akan kita tinggalkan ke anak istri atau cucu kita? Atau kita terkena penyakit kritis sampai nggak bisa kerja, lalu apa? Yang ini, asli kita alamin, kena stroke dan jantung yg sampai nggak bisa lagi kerja formal, praktis jadilah pengacara. Lalu mo ngapain? Think about it!