Dalam bahasa Indonesia, terdapat kata “kami” dan “kita” yang maknanya berbeda. “Kami” adalah kata ganti orang pertama majemuk yang tidak melibatkan orang kedua (Anda, kamu, kalian, dsb), sedangkan “kita” melibatkan orang kedua atau lawan bicara. Sebagai perbandingan, bahasa Inggris tidak mengenal kata yang sepada dengan “kami”, kata ganti orang pertama majemuk yang digunakan hanyalah “we” yang terjemahannya dalam bahasa Indonesia adalah “kita”. Selain bahasa Inggris, bahasa-bahasa yang dituturkan di Eropa (di luar wilayah Kaukakus), juga tidak mengenal kata “kami”. Pertanyaan pribadi yang muncul, apa ada hubungannya dengan penjajah dan yang dijajah? Pembedaan “kami” dan “kita” dikenal dengan istilah klusivitas atau clusivity. Klusivitas membedakan kata ganti orang pertama majemuk inklusif (“kita”) dan eksklusif (“kami”). Nah, ternyata klusivitas terdapat dalam bahasa-bahasa Austronesia, Australia, Dravida, dan beberapa daerah lain. Bahasa Indonesia sendiri termasuk dalam kelompok bahasa Austronesia. FYI, kelompok bahasa Austronesia adalah salah satu kelompok bahasa yang sudah lama dituturkan dan tersebar di Oseania, Asia Tenggara, Madagaskar, dan Taiwan. Hasil sedikit baca-baca dan dengar, ras Austronesia ini asalnya dari Taiwan yang berlayar menggunakan perahu bercadik. Karena itu, sebenarnya bahasa Indonesia dan beberapa bahasa daerah lain bunyinya mirip-mirip dengan bahasa-bahasa Austronesia. Klusivitas jadi menarik karena perkembangan penggunaannya dan yang terpenting: dari mana datangnya klusivitas? Penyesuaian bahasa terus terjadi karena manusia sebagai penuturnya mengalami perubahan, terutama dari segi sosial, dan penyesuaian dalam situasi tertentu yang membutuhkan pembedaan. Contoh paling lazim munculnya klusivitas adalah dalam bisnis. Bahasa Jepang mengenal “temae-domo” yang sepadan dengan “kami”, biasa digunakan dalam hubungan penjual-pembeli. Ada lagi karena perubahan internal dalam masyarakat yang menuturkan. Sayangnya, pemahaman masih rendah untuk alasan yang kedua karena belum ada (atau belum menemukan) cross-language data. Apa klusivitas lahir dari penjajahan atau bangsa Eropa? Kalau menengok sejarah bahasa Austronesia yang sudah lama ada dan penuturnya banyak, rasanya klusivitas ada bukan karena penjajahan atau bangsa Eropa yang pertama kali datang ke Indonesia pada abad 16 (Portugis). Tapi masih ada kemungkinan lain yang belum dibaca karena kurang jurnal terkait yang GRATIS dan mungkin belum diteliti(?). Bahan bacaan: http://en.wikipedia.org/wiki/Clusivity http://en.wikipedia.org/wiki/Dutch_East_Indies http://en.wikipedia.org/wiki/Indo-European_languages http://en.wikipedia.org/wiki/Malay_language Osada, Toshiki. 2003. A Historical Note on Inclusive/Exclusive Opposition in South Asian Languages -Borrowing or Retention or Innovation?-. Kyoto: Kyoto University of Art and Design. *seperti yang ditulis dalam http://adindarizky.wordpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H