Sebuah tamparan kecil, menyentuh kulit kasar ini hingga dengan segera aku terbangun.
Terbangun dari tidur yang tidak tahu awal mula hingga aku bisa tertidur. Ketika aku terbangun, seolah-olah aku menjadi terjengah oleh suasana sepi akan tetapi menyenangkan, entah apa ini?
Sejenak aku terdiam, sambil mematematikakan seluruh otak, hingga aku teringat pada sebuah rumus, sebelum menyentuh inti, telusuri dahulu unsur-unsurnya. Memang unsur-unsur itu begitu menggoda, ia selalu dapat membuat mata jadi terbuka terus, telinga akan selalu mendengarkannya, dan seluruhnya menjadi terfokus.
sarang-sarang telah terbuka menjadi sebuah rajutan benang akan nilai keabadian, sehingga secara perlahan dapat merajut sebuah kain penutup dari perihal nyata akan tetapi mempunyai nilai yang nihil. Bukan nihil secara menyeluruh, akan tetapi tidak pantas untuk senantiasa terjebak dibawah, masih ada tangga yang senantiasa tersedia, ketika kita akan naik.
Nilai kemandirian tertanam dalam sosok kehidupan setelah kusibak tirai itu menjadi kesendirian yang indah. Karena dengan ini pula kesendirian itu pula yang akan menjadi keteguhan sebuah karang dalam menjalani sebuah nilai hakiki, walaupun secara perlahan terkikis, tetapi ia akan habis bersama dengan habisnya nilai hakiki menjadi sebuah nilai tunggal, tanpa ada jamak maupun keseluruhan.
Secara bahasa, aku ucapkan terima kasih telah bangunkan aku dari tidur tadi. Sebab, jika aku tertidur pasti aku akan menjadi manusia bebal tanpa mengenal kehidupan itu seperti apa. Yang ada hanyalah kehidupan mimpi-mimpi semu, tak berbatas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H