Rokok elektrik atau yang lebih terkenal dengan sebutan vape adalah alat merokok yang dioperasikan dengan mengandalkan tenaga baterai. Rokok jenis ini memiliki empat komponen, yakni cartridge yang berfungsi menampung cairan, atomizer atau elemen pemanas, baterai, dan mouthpiece yang digunakan untuk menghirup asap yang dihasilkan dari pemanasan komponen tersebut.
Banyak yang beranggapan bahwa merokok dengan ini lebih aman dibandingkan rokok konvensional dan bisa membantu perokok berhenti dari kebiasaannya. Benarkah anggapan ini?
Sebuah hasil studi dari University of Carolina menyatakan, rokok elektrik nyatanya memiliki dampak yang sama berbahayanya dengan rokok konvensional. Sang penulis, Mehmet Kesimer, mengungkapkan vape bisa memicu timbulnya penyakit asma, radang paru-paru, lupus, sampai psoriasis.
Cairan yang digunakan dalam rokok elektrik mengandung nikotin, propilen glikol dan gliserol, diacetyl, dan berbagai bahan kimia lainnya. Selain itu, sebagaimana disadur dari CNNIndonesiacairan rokok elektrik memiliki tingkat nikel dan kromium tinggi yang diperkirakan berasal dari kumpulan pemanas nichrome pada atomizer.
Dari kesemua kandungan dalam cairan rokok elektrik, sama seperti rokok konvensional, yang paling berisiko adalah nikotin. Pengguna rokok elektrik akan menghirup nikotin, kemudian nikotin yang dihirup ini menyerap ke dalam aliran darahnya.
Tidak berhenti sampai di situ. Setelah itu, nikotin merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon epinefrin di sistem saraf pusat sehingga mengakibatkan naiknya tekanan darah, detak jantung, dan pernapasan.
Untuk kamu perokok yang sering mengalami perubahan suasana hati dalam waktu yang cepat, bisa jadi ini disebabkan oleh nikotin. Nikotin menyebabkan suasana hati kamu terganggu dan menghambat kendali kontrol impuls yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Bukan hanya ketiga hal itu yang naik akibat kandungan nikotin dalam rokok elektrik, tapi juga tingkat dopamine di otak sehingga menyebabkan seseorang merasa terikat pada rokok elektrik dan timbul kesulitan untuk berhenti mengonsumsi nikotin. Nikotin berdampak menghambat perkembangan bagian otak yang memegang kendali terhadap sistem fokus dan pembelajaran seseorang.
Ada juga kandungan kadmium tingkat rendah, yang juga ditemukan dalam rokok konvensional, yang menyebabkan munculnya masalah pernapasan dan berbagai penyakit lainnya. Uap yang dihasilkan pun memiliki kandungan zat-zat dan bahan kimia beracun, salah satunya karsinogen. Pun perangkat rokok elektrik yang digunakan menghasilkan nanopartikel logam berpotensi racun.
Jadi, masihkah kamu yakin dengan rokok elektrik ini, bila bahayanya sama saja dengan rokok konvensional?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H