Archidendron pauciflorum atau yang lebih terkenal dengan nama jengkol di Indonesia, jering di Malaysia, da nyin thee di Myanmar, dan luk-neang di Thailand merupakan tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara. Di negara-negara Asia Tenggara ini jengkol dikonsumsi dengan cara digoreng, direbus, atau dibakar.
Jengkol termasuk dalam keluarga kacang polong, Fabaceae. Tumbuhan ini agak beracun karena kandungan asam jengkolat berlebihannya yang bisa memicu jengkolisme yang menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan saluran kencing pun akan tersumbat.
Banyak yang menghindari konsumsi jengkol atau bahkan tidak menyukainya karena baunya yang memang kurang mengenakkan indera penciuman. Tapi sebenarnya kalau jengkol dimasak dengan baik, baunya yang kurang sedap itu bisa berkurang dan akan menawarkan kamu kelezatan yang memenuhi nafsu makanmu.
Bukan itu saja, jengkol pun ternyata baik untuk kesehatan karena mengandung protein dan serat yang tinggi, dengan catatan tidak dikonsumsi secara berlebihan. Menyadur dari CNNIndonesiadalam 100 gram jengkol terkandung 151 kalori, 25.67 gram karbohidrat, 14.19 gram protein, 1.76 gram serat, dan 1,45 gram lemak.
Jengkol juga mengandung zat antioksidan yang bisa menjaga tubuh dari efek samping radikal bebas yang bisa memicu timbulnya penyakit jantung dan gangguan metabolik lainnya pula.
Kandungan protein dan serat jengkol yang cukup tinggi bisa membantu memenuhi kebutuhan tubuh akan protein dan serat sebagaimana dikatakan seorang dokter spesialis gizi dari Rumah Sakit Medistra, Cindiawaty Pudjiadi.
Meski begitu, ia mengakui bahwa sampai sekarang belum ditemukan sebuah penelitian yang berbicara tentang manfaat biji yang dikenal sebagai dog fruit oleh bangsa Barat ini, jadi tidak bisa menanggapi mengenai manfaat mengonsumsi jengkol lainnya.
Penelitian mengenai jengkol memanglah masih minim, namun beberapa waktu yang lalu Hello Sehat menerbitkan sebuah lapiran tentang sebuah percobaan yang dilakukan pada tikus. Pada percobaan, terungkap bahwa jengkol bisa menurunkan kadar gula darah setelah makan dan tikus-tikus yang mengonsumsi jengkol memiliki kelenjar Langerhans yang lebih aktif.
Kelenjar Langerhans adalah kelenjar yang berperan untuk menghasilkan hormon insulin dan berbagai hormon lainnya yang mengatur gula darah dalam tubuh. Bila percobaan dilakukan lebih lanjut, tak menutup kemungkinan jengkol akan terbukti bagus untuk mencegah penyakit diabetes dan mengendalikan gula darah para penderitanya.
Jengkol juga dianggap baik untuk menghindari maag atau gangguan pencernaan setelah adanya sebuah percobaan yang lagi-lagi dilakukan pada tikus. Percobaan ini menunjukkan, tikus yang makan jengkol mengalami peningkatan enzim superoxide dismutase yang bertanggung jawab untuk perlindungan dinding lambung dari luka akibat asam lambung. Tapi ceritanya sama seperti percobaan yang sudah disebutkan sebelumnya, dibutuhkan percobaan lebih lanjut untuk memastikan.
Seorang dokter spesialis gizi Rumah Sakit Pondok Indah Puri Indah, Dr. Ida Gunawan mengutarakan manfaat lainnya dari mengonsumsi jengkol. Beberapa di antaranya adalah sebagai sumber tenaga karena 6 persen dari jengkol merupakan karbohidrat, sebagai zat pembangun jaringan tubuh karena kandungan proteinnya, bisa memperkuat tulang serta gigi karena kandungan kalsium, dan bisa dijadikan bahan makanan sumber zat besi untuk penderita anemia.