Mohon tunggu...
kinan
kinan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indonesia

suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menyelamatkan Ciliwung: Kolaborasi Antara Pemerintah dan Komunitas untuk Mengatasi Pencemaran

28 Desember 2024   13:16 Diperbarui: 28 Desember 2024   13:15 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ciliwung (Sumber: Oleh Wibowo Djatmiko (Wie146) - Karya sendiri, CC BY-SA 3.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=9688608)

1. Awal Mula 

Terdapat sungai yang berasal dari mata air di Gunung Pangrango dengan panjang 120 km dan luas DAS 347 km2 , yang melewati Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Depok, Condet, Manggarai, Gunung Sahari, Pantai Indah Kapuk dan bermuara di pantai utara DKI Jakarta yakni Sungai Ciliwung. Dalam artikel lingkungan yang dibuat oleh Rahmadi Rahmad tahun 2020, Ciliwung memiliki kekayaan sejarah dan menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat sejak masa Kerajaan Padjadjaran (1482-1567). Sungai ini dipuja oleh masyarakat Batavia (sekarang Jakarta) sebagai sumber air bersih dan perekonomian. Nama "Ciliwung" berasal dari bahasa Sunda yang berarti "air  jernih".

Kemudian pada masa kolonial Belanda, pengelolaan sungai  menjadi prioritas untuk menjaga kewibawaan Batavia, dan Bendungan Katulampa dibangun pada tahun 1912 untuk mengendalikan banjir. Namun seiring berjalannya waktu, kata "air bersih" ini tidak terealisasikan, hal ini disebabkan Ciliwung menjadi sungai yang mengalami masalah serius terkait polusi dan pencemaran air. Hal ini disebabkan oleh tindakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan membuang sampah serta limbah sisa dari rumah tangga dan industri, baik dari skala kecil maupun besar. Akibatnya, pencemaran yang terjadi sangat signifikan dan berdampak besar terhadap keaslian serta ekosistem di sekitar sungai (Ismelina & Priaardanto, 2023). 

Ada beberapa faktor penting yang menjadi penyebab utama pencemaran ekosistem dan aliran air di Ciliwung. Semua faktor ini berkaitan dengan kurangnya kesadaran manusia akan pentingnya menjaga ekosistem dan kualitas air di sungai tersebut. Namun apakah benar bahwa penyebab utama pencemaran air di Ciliwung disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat?

2. Terjadinya Pencemaran Air di Ciliwung

Nah maka dari itu, mari kita bedah bersama-sama. Pada tahun 2017, situs resmi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) mempublikasi Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia mengenai Tetapan  Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Ciliwung. Dalam SK tersebut wilayah DKI Jakarta 1 dan  2 memiliki total Beban Pencemar BOD Eksisting sebesar 46.885,13 namun Daya Tampung Beban Pencemaran BOD seharusnya hanya 7.473,09. Lalu Penurunan Beban BOD memiliki total 39.412,05 dengan Persentase Penurunan Beban BOD per segmen adalah 31,26% dan 56,08% , sehingga bila BOD atau Biochemical Oxygen Demand ini meningkat dapat diketahui bahwa air yang dikandung dalam Sungai Ciliwung memiliki kualitas buruk.

Dilansir dalam artikel "Sejarah Ciliwung, sumber air minum yang kini jadi tempat sampah" yang ditulis oleh Fadil tahun 2013. Ia menjelaskan bahwa Pada tahun 1689, air Sungai Ciliwung masih belum tercemar dan aman untuk dikonsumsi. Namun, gempa bumi yang terjadi pada Januari 1699 menyebabkan peningkatan pengendapan. Lumpur dan tanah liat mulai menumpuk di saluran yang digali untuk memperlancar aliran air ke dan dari sungai. Namun sejak tahun 1740, akibat banyak pasien yang mengalami penyakit disentri dan kolera. Berbagai sampah dan limbah dari rumah sakit dibuang ke dalam sungai. Sehingga air sungai sudah dianggap tidak sehat dan tidak layak untuk menjadi air minum karena berkontribusi pada tingginya angka kematian di kalangan warga Batavia.

Pencemaran ini berlangsung hingga sekarang karena menurut Eka Chlara Budiarti seorang Peneliti Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), mengatakan bahwa hasil pengujian sampel air di DKI Jakarta menunjukkan, Sungai Ciliwung terdeteksi mengandung mikroplastik. Sumber mikroplastik ini bisa berasal dari mikroplastik, termasuk tumpukan sampah plastik liar, kemasan sachet, pembalut, popok, styrofoam, dan plastik sekali pakai. Mikroplastik di lingkungan juga dapat berasal dari pembakaran terbuka sampah plastik.  Plastik masuk ke sungai akibat pembuangan sampah sembarangan yang tidak dikelola dengan baik, sehingga menumpuk di aliran sungai. "Sumber plastik ini juga dapat berasal dari sektor industri, rumah tangga, usaha laundry, dan lain-lain," tambahnya, yang dilansir dalam artikel "Kandungan Mikroplastik yang Kian "Mencekik" Ciliwung" oleh Adri tahun 2022. Sehingga penyebab-penyebab inilah yang mempengaruhi terjadinya pencemaran air pada Sungai Ciliwung, bila telah terjadi pencemaran maka ada pula akibatnya.

Limbah Rumah Tangga (Sumber: Oleh Wibowo Djatmiko (Wie146) - Karya sendiri, CC BY-SA 3.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=826950)
Limbah Rumah Tangga (Sumber: Oleh Wibowo Djatmiko (Wie146) - Karya sendiri, CC BY-SA 3.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=826950)

3. Dampak Dari Pencemaran Air  pada Ciliwung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun