Mohon tunggu...
adindapratiwi
adindapratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kasus Kekerasan Terhadap Anak Perempuan Dikota Bontang Mengalami Peningkatan yang Signifikan

6 Januari 2025   10:43 Diperbarui: 6 Januari 2025   09:53 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

OLEH: Adinda pratiwi (Mahasiswi Prodi Perbankan Syariah IAIN Kota Parepare)

KBRN, Samarinda : Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Bontang mengalami peningkatan signifikan. Dari 128 kasus pada 2023, angka tersebut naik menjadi 153 kasus hingga akhir 2024.

kasus kekerasan terhadap anak meliputi: Kekerasan Fisik 21 kasus, Kekerasan Psikis 11 kasus, Penelantaran: 4 kasus, Kekerasan Seksual 24 kasus, Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) 7 kasus, Bullying 6 kasus, Hak Nafkah Anak 2 kasus dan Seksual Pornografi 2 kasus.

penyebab kekerasan dapat bersifat kompleks dan beragam, meliputi :
1) Faktor individu :
• Emosi tidak terkendali (marah,frustasi).
• Gangguan psikologis atau trauma.
• Keterangan pada zat seperti alcohol atau narkoba.
2) Faktor social :
• Kemiskinan, ketidakadilan, atau diskriminasi.
• Lingkungan dengan  budaya kekerasan.
• Konflik antarindividu atau kelompok.
3) Faktor keluarga :
• Pola asuh yang keras atau tidak sehat.
• Kekerasan dalam rumah tangga.
4) Faktor struktual :
• Ketimpangan kekuasaan.
• Ketidakadilan sistemik atau politik.
5) Media dan teknologi :
• Paparan konten kekerasan yang tidak terkendali.

Dampak Kekerasan terhadap anak Perempuan di Bontang memiliki dampak serius yang                mencakup berbagai aspek.
1) Fisik :  Cedera ringan hingga berat, yang dapat mengakibatkan gangguan Kesehatan jangka Panjang.
2) Psikologis : trauma mendalam, ketakutan, depresi, dan gangguan kecemasa yang dapat mempengaruhi perkembangan mental dan emosional anak.
3) Pendidikan : Penurunan prestasi akademik, absensi tinggi, atau bahkan putus sekolah akibat rasa tidak aman atau stigma social.
4) Sosial : Isolasi dari lingkungan, kesulitan dalam membangun hubungan social, dan risiko stigma atau diskriminasi.
5) Ekonomi : Beban biaya perawatan medis dan psikologis, serta potensi hilangnya kesempatan ekonomi di masa depan akibat dampak Pendidikan dan social.

Salah satu kasus yang menonjol melibatkan seorang anak perempuan berusia 14 tahun yang menjadi korban kekerasan fisik dan psikologis oleh anggota keluarganya sendiri. Korban mengalami pemukulan berulang kali dan tekanan mental yang menyebabkan trauma mendalam. Kasus ini terungkap setelah korban melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang dengan bantuan tetangga yang peduli.

UUD yang menanggung kekerasan terhadap anak perempuan dibontang adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak: Memperkuat ketentuan mengenai perlindungan anak, termasuk sanksi pidana bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Pasal 76C menyatakan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Pelaku kekerasan terhadap anak dapat dijerat dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun