Menjadi seorang perawat bukanlah suatu hal yang mudah. Mengapa? Karena seorang perawat tidak hanya dituntut untuk dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik kepada pasien, melainkan mereka juga dituntut untuk dapat membangun koneksi atau hubungan komunikasi dengan pasien, keluarga pasien, dan juga sesama tenaga kesehatan. Komunikasi efektif penting untuk memastikan pasien mendapatkan perawatan yang tepat dan baik. Dalam melakukan komunikasi efektif pun, seorang perawat harus memperhatikan kode etik keperawatan yang mengandung nilai profesionalisme, otonomi pasien, dan juga kerahasiaan.
Terkait dengan hal tersebut, saya telah mengamati beberapa perawat di salah satu rumah sakit di Surabaya. Saya melihat ada seorang perawat yang tengah melakukan komunikasi efektif kepada salah seorang keluarga pasien. Perawat tersebut dengan hati-hati menjelaskan suatu prosedur perawatan yang telah atau akan dijalani oleh pasien tanpa mengusik privasi dari pasien tersebut. Karena seorang perawat juga harus paham mengenai batasan-batasan informasi yang diberikan. Di dalam Kode Etik Keperawatan Indonesia sudah ditegaskan jika sebagai seorang perawat menjaga kerahasiaan informasi pasien merupakan hal yang wajib dan hanya informasi tertentu saja yang boleh diberikan kepada pihak keluarga dengan seizin pasien.
Kemudian di bagian ruangan lainnya, terdapat seorang perawat lainnya yang tengah memeriksa kondisi pasien secara berkala dan juga melakukan beberapa tindakan seperti, memeriksa cairan infus pasien atau menginjeksikan suatu obat ke dalam cairan infus tersebut. Tentunya hal itu dilakukan dengan cekatan dan menunjukkan tingkat profesionalitasnya.
Komunikasi efektif juga penting untuk membangun kepercayaan antara pasien dengan perawat yang nantinya berdampak pada efektivitas perawatan yang dilakukan. Menjadi seorang perawat tidak hanya merawat kondisi fisik pasien, terkadang mereka juga harus 'merawat' kondisi psikologis dari pasien. Contohnya saja jika terdapat seorang pasien yang tidak ingin meminum obat yang sudah diresepkan oleh dokter atau tidak menghabiskan makanan yang telah disediakan, maka seorang perawat harus bisa memutar otak agar pasien tersebut meminum dan menghabiskan makanannya. Atau saat seorang pasien merasa bosan karena hanya terbaring di kamarnya, maka mereka akan berusaha menghibur atau sekadar menjadi teman mengobrol walaupun hanya sebentar.
Hal ini pernah terjadi pada salah satu anggota keluarga saya sendiri, yaitu ibu saya. Saat itu, ibu saya tengah melakukan pemulihan setelah Operasi Penghancuran Batu Ginjal. Ibu saya bercerita jika saat ia berada di kamar sendirian, ada seorang perawat datang untuk memeriksa kondisinya. Mengetahui jika ibu saya sedang sendirian, perawat itu mengajak ibu saya mengobrol. Perawat itu bercerita mulai dari kapan dia mulai bekerja di sana hingga membahas tentang keluarganya.
Dari peristiwa tersebut sudah dibuktikan bahwa seorang perawat tidak hanya merawat kondisi fisik pasien, namun juga menjaga atau merawat kondisi psikologis pasien melalui komunikasi efektif. Dengan komunikasi efektif, terbangunlah sebuah hubungan atau rasa kepercayaan antara pasien dengan perawat sehingga tindakan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik dan perawat mampu menjalankan tanggung jawabnya secara profesional dengan tetap menjunjung Kode Etik Keperawatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H