Suasana Jakarta pagi yang mulai padat membuat siapa pun melipir sejenak untuk sekadar beristirahat atau sarapan. Sebuah kafe di tengah Kota Jakarta menjadi tempat persinggahan. Dari jauh terlihat seorang perempuan berturban hitam sedang duduk menikmati minumannya.
Tak ada yang terlihat berbeda darinya. Ia sama seperti perempuan lainnya. Namun ketika berdiri, barulah terlihat ada yang berbeda. Ia mengenakan sebuah kaus bertuliskan, “I survived with bipolar”. Ya, perempuan berhijab ini penyandang bipolar.
Dee, begitu ia disapa. Perempuan ini sangat ramah kepada orang yang ingin mengetahui kisahnya sebagai penderita bipolar. Dengan terbuka, ia menceritakan kisahnya yang penuh ups and downs akibat gangguan bipolar yang disandangnya.
“Mengapa tidak? Saya bipolar dan itu bukan aib. So what? Bipolar sama seperti penyakit kanker atau diabetes yang bisa terjadi kepada siapa pun,” ucapnya.
Berdasarkan halaman Wikipedia, bipolar adalah gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat ekstrim berupa mania dan depresi, karena itu istilah medis sebelumnya disebut dengan manic depressive.
Sejak remaja, Dee dikenal sebagai gadis periang. Namun, tak seorang pun tahu bahwa di balik keceriaannya, perempuan yang satu ini menyandang bipolar. Bahkan Dee tidak mengetahui hal tersebut.
Suatu ketika, ia pernah mengalami 45 hari tidak tidur sehingga harus diopname di rumah sakit selama dua minggu. Ironisnya, dokter tidak tahu alasan Dee tidak bisa tidur, meski sudah diberi obat tidur. Hal yang terjadi saat itu, ia sedang manik sehingga tidak membutuhkan tidur.
Menurut Dee, saat ia manik, ia akan memiliki produktivitas yang sangat tinggi. Ia pernah semalaman mendekorasi seluruh kamarnya dan mengecat tembok kamar. Tidak hanya kamarnya, ia pernah mengecat seluruh rumahnya dan kamar sepupunya ketika sedang manik. Sungguh aneh, tapi itulah yang ia alami.
Seiring bertambahnya usia, Dee mulai jarang manik. Ketika bipolarnya kambuh, ia lebih sering menderita depresi. Kadang ia menangis sejadi-jadinya di tengah supermarket atau di tengah jalan ketika menyetir seharian.
Saat depresi menyerang, ia tidak mood melakukan apa pun. Ia akan diam seharian di posisi yang sama, tanpa makan dan minum. Kadang ia "menelantarkan" anak-anaknya ketika diserang depresi. Anak-anaknya pun sudah mengetahui dan dapat memahami kondisi ibunya yang sebenarnya.
“Alhamdulillah, anak-anak saya sudah saya ajarkan mandiri sejak kecil. Saya harus mempersiapkan kondisi anak-anak jika saya tidak ada nanti. Anak saya yang paling besar sudah kuliah dan bisa mengurus adik-adiknya. Adiknya juga sudah bisa mengurus diri sendiri. Saya sangat bersyukur dengan anak-anak saya,” tutur Dee.