Mohon tunggu...
Adinda Hamda
Adinda Hamda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Uin Syarif Hidayatullah Jakarta

nama saya Adinda Ahadia, saya merupakan salah satu mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum Uin Syarif Hidayatullah Jakarta. Hobi saya menulis dan melukis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dari Kekerasan Seksual

24 Mei 2024   07:10 Diperbarui: 24 Mei 2024   07:20 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan masih saja dipandang sebagai makhluk lemah, hal ini terjadi dikarenakan secara fisik, laki-laki lebih kuat daripada perempuan dan perempuan memiliki sisi yang lebih lembut daripada laki-laki. Meskipun  perempuan sudah banyak memberikan kontribusi di ruang lingkup kehidupan sehari-hari namun tetap saja masih banyak dari kalangan masyarakat yang memandang perempuan sebagai kaum yang marginal, dieksploitasi, dan diperbudak oleh laki-laki. Dalam sebuah jurnal Irwan Abdullah, Siti Ruhaini Dzuhayatin, Dyah Pitaloka:

"menyatakan perempuan yang secara langsung menunjuk kepada salah satu dari dua jenis kelamin, dalam kehidupan social selalu dinilai sebagai the other sex yang sangat menentukan mode representasi social yang tampak dari pengaturan status dan peran perempuan. Subordinasi, diskriminasi, atau marginalisasi perempuan yang muncul kemudian menunjukkan bahwa perempuan menjadi the second sex seperti juga disebut sebagai warga kelas dua yang keberadaannya tidak begitu diperhitungkan''. 

   Dalam kutipan tersebut sangat jelas bahwa di negara kita Indonesia budaya patriarki sangat berkembang, yang mana budaya ini menempatkan laki-laki sebagai peran utama dan perempuan pada kelas kedua. Pada posisi ini sangat merugikan pihak perempuan karena perempuan seperti diberi batasan dalam menjalani kehidupan. Buruknya lagi, patriarki juga menyebabkan posisi perempuan lumrah untuk dijadikan objek kekerasan seksual oleh laki-laki.

   Berbicara tentang kekerasan seksual, kekerasan seksual yang dialami perempuan kerap kali menjadi suatu hambatan pembangunan, mengapa? Karena hal tersebut akan mengurangi kepercayaan diri perempuan, menghambat perempuan untuk berpartisipasi penuh terhadap kegiatan sosial, gangguan kesehatan fisik maupun non-fisik, serta mengganggu Kesehatan reproduksi. Kekerasan seksual terhadap perempuan saat ini merupakan masalah transnasional. Hal ini dikarenakan kekerasan seksual terhadap perempuan berkaitan dengan hak asasi manusia. Perlindungan hukum terhadap perempuan dari tindak pidana kekerasan dan bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia merupakan hak semua warga negara yang merupakan hak konstitusional yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945. Banyaknya kekerasan terhadap perempuan ini telah mendorong negara untuk mensahkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Adapun pengaturan mengenai kekerasan seksual dalam KUHP tertulis pada buku kedua Bab IV tentang Kejahatan Kesusilaan yang tertera dalam Pasal 281 KUHP-Pasal 295 KUHP.

   Mengingat bahwa kaum perempuan terutama remaja perempuan tidak bisa dihindarkan dari topik masalah kekerasan seksual, maka perlu diadakan upaya pencegahan yang bersifat menyeluruh sehingga perempuan tidak menjadi korban kekerasan seksual. Menurut World Health Organization (WHO) 2017 ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual, antara lain:

1. Pendekatan Individu, dengan cara:

  • Merancang program bagi pelaku kekerasan seksual dimana pelaku harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya seperti menetapkan hukuman yang pantas bagi pelaku kekerasan seksual
  • Memberikan pendidikan untuk pencegahan kekerasan seksual seperti pendidikan kesehatan reproduksi, sosialisasi mengenai penyakit menular seksual, dan pendidikan perlindungan diri dari kekerasan seksual.

2. Pendekatan Perkembangan, pendekatan perkembangan yaitu mencegah kekerasan seksual dengan cara menanamkan pendidikan         pada anak-anak sejak usia dini, seperti:

  • Pendidikan mengenai gender
  • Memperkenalkan pada anak tentang pelecehan seksual dan risiko dari kekerasan seksual
  • Mengajarkan anak cara untuk menghindari kekerasan seksual
  • Mengajarkan batasan untuk bagian tubuh yang bersifat pribadi pada anak
  • Mengajarkan batasan aktivitas seksual yang dilakukan pada masa perkembangan anak.

pendekatan-pendekatan tersebut bisa dilakukan oleh para mahasiswa hukum untuk mengembangkan ilmunya, para pihak berwenang, pejabat daerah, dll. Selain itu, bisa juga dengan banyak membaca jurnal, artikel dan semua hasil penelitian yang banyak tersedia di sosial media terkait kekerasan seksual.

3. Pendekatan Sosial Komunitas seperti:

  • Mengadakan kampanye anti kekerasan seksual
  • Memberikan pendidikan seksual di lingkungan sosial
  • Mensosialisasikan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan sosial.

4. Pendekatan Tenaga Kesehatan, yakni:

  • Tenaga Kesehatan memberikan Layanan Dokumen Kesehatan yang mempunyai peran sebagai alat bukti medis korban yang mengalami kekerasan seksual
  • Tenaga Kesehatan memberikan pelatihan kesehatan mengenai kekerasan seksual dalam rangka mendeteksi secara dini kekerasan seksual
  • Tenaga Kesehatan memberikan perlindungan dan pencegahan terhadap penyakit HIV
  • Tenaga Kesehatan menyediakan tempat perawatan dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.

5. Pendekatan Hukum dan Kebijakan Mengenai Kekerasan Seksual, yakni:

  • Menyediakan tempat pelaporan dan penanganan terhadap tindak kekerasan seksual
  • Menyediakan peraturan legal mengenai tindak kekerasan seksual dan hukuman bagi pelaku sebagai perlindungan terhadap korban kekerasan seksual
  • Mengadakan perjanjian internasional untuk standar hukum terhadap tindak kekerasan seksual
  • Mengadakan kampanye anti kekerasan seksual.

    Berdasarkan data dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kasus kekerasan seksual di Indonesia pada tahun 2023 tercatat 11.120 kasus pada 4 Desember 2023. Namun angka tersebut belum mempresentasikan keseluruhan kasus kekerasan seksual di Indonesia dikarenakan masih banyak korban yang takut melapor, dengan berbagai faktor yang menyebabkan korban kekerasan seksual lebih memilih untuk diam dan menutup diri. Padahal jika kita lihat, sudah ada UU yang berkenaan dengan isu kekerasan seksual yang mana dapat melindungi para korban kekerasan seksual. Maka dari itu, siapapun yang pernah mendapatkan kekerasan seksual jangan takut untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib, karena ada UU yang berlaku dan hukum yang melindungi para perempuan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun