Di tengah kesibukanku merawat nenek, aku sampai melupakan jadwal kuliahku yang sebentar lagi akan segera dimulai. Segala persiapan untuk kembali ke kos seharusnya sudah terselesaikan di hari ini karena mengingat besok aku akan kembali ke kota yang menjadi tempatku melanjutkan pendidikan.Â
Namun karena jiwa jompoku yang mulai merasuki justru membuat aku hanya menidurkan diri di sebelah Nenek sembari bermain hp pastinya. Ocehan Ibu kepadaku pun sudah sedari tadi aku dengar. Tetapi ya tetap saja, aku masih belum bergerak dari posisi awalku. Sesekali aku melihat ke arah Nenek untuk memastikan keadaannya, akan tetapi ia hanya terdiam dengan tatapan kosongnya.Â
"Nek, mau apa?" tanyaku sengaja untuk membuyarkan lamunannya. Nenek hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban. Aku menyadari, semakin hari Nenek semakin tidak mau berbicara dan tidak cerewet seperti Nenek yang aku kenal sebelumnya. Ia sering sekali melamun, tidak tahu apa yang sedang dilamunkannya. Kebungkamannya justru membuat perasaan khawatir kami muncul, terutama Ayahku.Â
Aku pernah tidak sengaja melihat Ayahku menangis setelah melihat Nenek yang terbaring tak bersuara, tidak seperti biasa mungkin itu yang membuat kesedihan Ayahku melimpah. Sunyinya suasana di sore itu, membuat aku memikirkan momen bersama Nenek sebelum sakit ini. Kenangan masa kecilku bersamanya terlintas begitu saja.Â
Aku gamau Nenek tinggalin aku, begitulah batinku seakan menyuarakan tangis yang sudah pecah saat ini. Aku mengelus kedua tangannya yang membengkak, hatiku semakin tersayat melihat keadaan nenek sekarang. Di tengah tangisku aku terkejut setengah mati karena mendengar Nenek menjerit sembari menirukan suara ayam betina.
"petok petok petok." Nenek menirukannya dengan posisi tubuh yang menjadi kaku disertai matanya yang melotot lebar. Aku semakin menangis dan memanggil seluruh keluargaku untuk melihat Nenek.Â
"Ayah, Ibu, Kak. Tengok nenek!" jeritku yang membuat semua orang lari dan memunculkan wajah panik mereka.
"Kenapa dek?" tanya Ibu diikuti pandangan mereka yang langsung mengarah ke arah Nenek.
Mereka juga terkejut melihat Nenek yang masih melototkan matanya sambil menirukan suara ayam betina lagi. "Mak istighfar," ucap Ayahku panik sembari mengusap-usap rambut nenek.
Selama hampir 5 menit nenek berada di dalam kondisi seperti itu, yang membuat tangis semua orang pecah saat itu juga. Ayah masih berusaha mengajak Nenek untuk mengucapkan istighfar, dan bersyukurnya Nenek kembali ke kondisi normalnya. Setelah mulai membaik, Ibu pun bertanya ke Nenek "Kenapa Mamak tadi?"
Nenek tidak langsung menjawab, tetapi kami masih menantikan jawabannya. "Ayam di rumah sana petok-petok," kata nenek. Jawaban Nenek memang tidak masuk akal di telinga kami. Namun, kami memilih untuk tidak membahasnya lagi. Walaupun nenek memberikan jawaban yang tidak masuk akal, tetapi kami bersyukur ia mau berbicara lagi.