Kampung Mahmud sendiri dapat dikunjungi jika kalian berkunjung ke Kabupaten Bandung. Terletak di RW 04 Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung bagian selatan. Jika kalian ingin berkunjung kesini, kalian dapat menempuh jarak sekitar 6 kilometer dari arah Soreang. Namun, jika kalian dari pusat kota Bandung, kalian dapat menempuh jarak sekitar 24 kilometer atau sekitar 40 menit dengan menggunakan kendaraan umum atau kendaraan pribadi. Dilihat dari lokasinya, Kampung Mahmud dinilai cukup strategis karena terletak di tengah Kota Bandung dan Soreang.
Jika dilihat oleh kasat mata kita, kampung ini memiliki sejumlah keunikan tersendiri. Kampung Mahmud dinilai memiliki kekhasan dalam cara berkehidupan dengan berpegang teguh dari nilai-nilai keagamaan yang sangat kuat. Kampung Mahmud didirikan sekitar tahun 1600 mendekati 1700. Eyang Dalem Haji Abdul Manaf merupakan tokoh pendiri Kampung Mahmud. Beliau merupakan pemeluk dan menjunjung tinggi mengenai paham ajaran agama Islam. Beliau merupakan salah satu keturunan dari sembilan wali, dan masih berkaitan dengan keturunan Cirebon yakni Syarif Hidayatullah, sehingga tingkat ketaatan pada agamanya sudah tidak
Berbagai tradisi, budaya, adat istiadat, sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang dapat dikatakan sangat kuat membuat orang dapat berkunjung ke Kampung Adat Mahmud ini. Namun, yang membedakan dengan kampung adat lain, destinasi para wisatawan untuk datang ke kampung ini bukan untuk berselfie ria, namun tujuan utama para wisatawan datang untuk ke kampung tersebut untuk berziarah ke makam Mahmud. Di dalam makam tersebut terdapat beberapa lokasi, yakni Makam Eyang Abdul manaf Makam Sembah Eyang Dalem Abdullah Gedug Makam Sembah Agung Zaenal Arif.
Berbagai kegiatan kehidupan yang terdapat di Kampung Mahmud sendiri, selalu tercermin dan berkaitan dengan praktik bulan agama Islam, misalnya kegiatan pangajian yang dilaksanakan setiap hari, untuk siang hari dilaksanakan oleh para wanita sedangkan untuk malam hari dilaksanakan oleh para pria. Tak hanya itu, terdapat beberapa kegiatan keagamaan lainnya seperti rebo wekasan, halal bihalal, muludan, rajaban, lebaran syawal, manaqiban, dan munggahan. Tujuan memperingati hari besar Islam adalah untuk saling memberikan beberapa makanan berupa nasi dengan berbagai lauk pauk dan disuguhkan kepada para orang tua, mertua dan tetangga. Selain itu, menjelang dan pada saat Idul Fitri tiba, biasanya para masyarakat  membawa sekeranjang nasi beserta lauk pauk yang khas, dan biasanya makanan tersebut diberikan kepada orang tua dan kerabat lainnya.
Pada dasarnya, meskipun masyarakat Kampung Mahmud adalah taat dalam beragama, namun mereka masih memiliki kepercayaan pada nenek moyang mereka yang masih melekat dalam kehidupannya. Hal ini terlihat dari banyaknya pendatang yang berencana berziarah ke makam Mahmud, bahkan ada yang menginap. Selain berdoa dan mengucap syukur kepada Tuhan, mereka juga diiringi ucapan kepada leluhur, yang bertujuan untuk meminta keselamatan dan keberkahan dari para leluhurnya.
Kampung Mahmud terus mengalami perubahan seiring perkembangan zaman. Seperti dahulu, terdapat beberapa larangan seperti tidak boleh membangun bangunan gedong karena bentuk rumah harus panggung, jendela tanpa kaca, tidak boleh membangun sumur, dan lain sebagainya. Namun, seiring perkembangan zaman, larangan tersebut kian memudar. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti perpindahan penduduk yang dapat mempengaruhi memudarnya aturan yang selalu dijaga selama berabad-abad. Maka dari itu, sudah seharusnya kita sebagai penerus bangsa untuk tetap dapat melestarikan kebudayaan yang ada di sekitar kita. Masyarakat Kampung Mahmud pun dapat terus menjaga nilai-nilai adat sehingga kegiatan adat dan tradisi dapat terus dilaksanakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H