[caption id="attachment_260432" align="aligncenter" width="620" caption="Admin/Ilustrasi (KOMPAS.com)"][/caption] (sesuatu kadang harus dilihat dari kacamata berbeda. Kadang missing link yang hilang dalam suatu isu, akan membuat bahasan isu menjadi amat berbeda saat missing link ditemukan. Mudah-mudahan tulisan ini tidak selabil tulisan diblog-blog lain terkait e-KTP, karena tulisan ini mengulas missing link yang hilang: bahasan e-KTP di Komisi II DPR dengan Mendagri. Apalagi, e-KTP ialah hak publik yang benar-benar privat) Saat muncul masalah chip e-KTP (/ tidak bolehnya e-KTP difotokopi dan agar mengutamakan card reader), sebetulnya ingatan saya justru tertuju pada 2 kata: Golkar dan Indosat. Golkar? Ya, karena 2011 Golkar sempat diusut dan atau diulas (Tempo) terkait pengadaan lempeng dan chip e-KTP (termasuk melebar hingga pemborongan besar-besaran Tempo pada 2013, ulasan saya di>>http://www.facebook.com/notes/adi-mulia-pradana/pengecut-brendel-dengan-taktik-borong-cerita-dari-pojok-fraksi-partai-pohon/10151341078650946 /http://adimuliapradana.tumblr.com/post/48051393417/tentang-pengecut-borong-bredel-tempo-cerita-dari ) Indosat? Jadi pada Jumat pekan lalu (3 Mei 2013) seorang rekan saya yang (kebetulan) kerja sebagai PR Stratcomm bagi Indosat ditugaskan untuk menyebarkan rilis resmi tentang peluncuran satelit Indosat yang baru (yang rencananya meluncur 2016/2017). Dalam rilis resmi Indosat (ini sama sekali bukan promosi, tapi menyampaikan fakta ya) dinyatakan bahwa satelit baru akan mendukung siaran satelit untuk keperluan backbone data, siaran TV digital, hingga e-KTP. Maka saat rilis Indosat ini muncul (karena timingnya muncul lebih dulu dibanding masalah chip e-KTP) saya pikir “wah, beneran kejadian nih yang dibahas di komisi 2, ternyata kalah ya Telkom”. Ulasan ini akan bersifat semacam trackback. Pada sederhananya, saya ingin menyatakan bahwa e-KTP sudah (seolah) beres seberes-beresnya fisik sampai kemudian membahas aspek teknologi lainnya, tapi tiba-tiba muncul masalah sepele: chip Back to Indosat. Ini akan membuka awal pembahasan “missing link” terkait e-KTP. Setidaknya di Komisi 2, terkait rapat rancang awal dan progress persiapan (infrastruktur dan fisik lempeng) e-KTP ada sampai 7 kali rapat. Itu belum menghitung proses perekaman e-KTP yang sempat sangat lelet sehingga kemudian dibahas di Komisi II bersama Mendagri, sebanyak sekitar 4 kali rapat. Bahkan sampai sekarang, jika ingin mendownload, masih ada link notulennya, yaitu di>>> www.dpr.go.id/id/Komisi/Komisi-II/laporan-singkat Tapi setelah saya cek, tidak semua rapat ternyata dinotulenkan. Dan tentu saja notulen DPR berbeda dengan notulen yang saya buat, karena saya membuat notulen beserta tiap perkataan anggota Komisi II dan respon dari pihak yang diundangkan. Oh ya, pembahasan e-KTP tidak melulu dengan Mendagri. Kadan gterpaksa jajaran dibawahnya, kadang BPPT, dan kadang LSN (Lembaga Sandi Negara). Lalu kenapa Indosat bisa muncul di rapat Komisi II sehingga kemudian berani merilis bahwa satelit barunya akan ikut menopang transmisi data (atau apalah istilah tepatnya) untuk e-KTP? Jadi beberapa tahun lalu, satelit Telkom mengalami gagal peluncuran (diluncurkan oleh Rusia, 2010). Praktis satelit yang cukup baru yang dimilikiIndonesia (meski tidak sepenuhnya, lha wong saham perusahaannya tidak 100 persen dipegang pemerintah) hingga saat ini adalah satelit Indosat yang diluncurkan pada 2006. Pada salah satu pembahasan terkait e-KTP, sempat ditanyakan seperti ini oleh seorang anggota komisi II pada saat rapat Desember 2011 (tidak bisa disebut namanya): “lalu kalau pendataan e-KTP ditopang satelit asing (dalam hal ini Indosat dianggap asing, -red) bagaimana cara pemerintah memastikan agar data e-KTP aman? Ini menyangkut data negara loh, data penduduk negeri kita. Dengar-dengar,bangunan untuk server mau ditaruh di sekitar Batam? Koq malah dekat dengan negara asing? Bukannya itu akan jauh lebih mudah dicuri atau dikacaukan data server e-KTP? Kan ada opsi untuk ditaruh servernya di Bogor, kenapa tidak disitu saja? Pernyataan pertanyaan ini menegasi beberapa hal. Pertama, memang sepertinya Indosat yang menang tender untuk menjadi satelit penopang utama transmisi data e-KTP (yaitu untuk sementara ya satelit yang 2006 sebelum satelit baru diluncurkan 2016/2017). Lha gimana, Telkom satelitnya gagal luncur. Kedua, artinya persoalan pada rapat tersebut sudah merasa rampung untuk fisik e-KTP, mungkin sudah bosan rapat terkait teknis fisik melulu, dan sudah harusnya membahas aspek kecanggihan lainnya. Dengan kata lain, hingga pada rapat tersebut, sekalipun belum semua anggota Komisi II saat itu sempat merekam data mereka (melakukan pembuatan e-KTP), tapi sudah yakin bahwa e-KTP akan sangat canggih. Benchmark e-KTP ialah minimal MyKAD di Malaysia (mudah-mudahan benar mengejanya) dan maksimal tentu saja ID ala Jepang. Ada semacam upaya “one card integration” dalam e-KTP. Ambisi(us)nya, data kependudukan, data SIM, data ASKES, data Jamsostek, data peserta pemilu 2014,bahkan data kartu debet/kredit bank BUMN (jika seseorang punya tabungan di bankBUMN) akan diintegrasi dalam 1 kartu bernama e-KTP. Oh ya, terkait Bank, ada wacana "One Single Gateway" (satu kartu ATM dari satu bank bisa tuk semua bank), dan itu sudaj diwacanakan sejak Akhir 2011 dan baru akan terwujud resmi pada 1 Juli 2013 nanti. Bahkan, rancang lebih ambisius lagi, untuk pengembangan e-KTP selanjutnya (misal harus diregister ulang pada 2017 misalnya), kartu e-KTP bisa tuk ambil uang di ATM. wow. Maka, setidaknya (lagi), pembahasan tentang digit e-KTP yang sangat panjang (saya tidak punya e-KTP,tapi harusnya lebih panjang dibanding NIK KTP lama) sampai perlu dibahas 3 kali dalam rapat progress perekaman e-KTP yang lelet. Mengapa digit e-KTP sampai segitunya dibahas, dan akhirnya jadi amat panjang digitnya? Problem awalnya ialah (utamanya) bank harus mendata ulang tiap nasabhanya karena memiliki nomor kependudukan yang berbeda. Pada salah satu rapat, seorang anggota komisi II bertanya yang seperti ini kira-kira: Jumlah penduduk dunia baru 7 miliar, kayaknya ga mungkin warga Indonesiadalam dua puluh tahun kedepan tiba-tiba jadi 1 miliar, mengapa NIK e-KTP harus sampai seolah bersiap untuk ratusan miliar penduduk? Itu kan merepotkan berbagai pihak? Maka wajar terkait aturan larangan memfotokopi e-KTP, pihak institusi yang paling menyayangkan ialah Bank. Padahal Bank (sejak mulai dibagikan e-KTP) sudah bekerja keras (utamanya CS nya) untuk melakukan pendataan ulang tiap nasabahnya, dengan salah satunya mengkopi e-KTP nasabahnya, utamanya nasabah baru yang kebetulan sudah memiliki e-KTP. Pihak lain yang sebetulnya kerepotan terkait NIK baru e-KTP ialah disdukcapil (dinas kependudukan catatan sipil). Ini terkait akte lahir dan semacamnya. Maka dalam salah satu rapat lain antara Komisi II dan Mendagri, diputuskan diberi toleransi hingga Maret 2014 bagi bank dan instansi pemerintah manapun,untuk tetap memakai patokan NIK KTP lama dan atau berkas fotokopi KTP lamaseseorang dalam suatu catatan administrasial. Kenapa Maret 2014, karena proses perekaman data e-KTP baru benar-benar rampung sekitar 95 persen target penduduk diatas 17 tahun pada Maret 2012 (sebetulnya tidak juga, ada yang bilang baru merekam pada April 2012). Maka diberi kisaran waktu 2 tahun yang dianggap cukup untuk membuat/mencetak e-KTP dan kemudian membagikannya. Oh ya , e-KTP juga sempat dipermasalahkan terkait pemilu 2014. Ini terkait wacana bahwa kartu peserta pemilu 2014 diupayakan cukup e-KTP saja, tidak perlu kartu pemilu yang baru (dan dicetak baru lagi, beda lagi dengan kartu pemilu2009). Apalagi, jumlah nomor tanda dalam kartu pemilu juga tidak sama jumlahdigitnya dengan e-KTP. Ada kecenderungan, anggota DPR (diluar Demokrat) masih curiga terkait manipulasi sistemik data server pemilu 2009 (ini pernah diungkapAntasari Azhar). Maka mereka khawatir, e-KTP yang lelet sekali perekaman dan penyerahannya ke warga, jika dipaksakan untuk dijadikan pula sebagai tanda ikutpemilu, akan mudah dimanipulasi (entah gimana caranya) jika suatu pihak menyabotase mesin server pemilu 2014 nantinya. Maka kemudian e-KTP tidak jadi untuk dirancang sebagai tanda peserta pemilu, dan tidak jadi pula untuk menjadikan pemilu 2014 sebagai semacam tahap sederhana e-voting atau e-counting sekalipun. Meski saya tidak bisa menyebutkan siapa saja yang paling “rewel” di Komisi 2 dalam hal e-KTP, tapi setidaknya Golkar, PDIP, dan PKS memang paling sering melakukan pertanyaan terkait e-KTP. Golkar? Entah kalah tender dalam hal transmisi (yang menang kan Indosat, bukan Btel, toh Btel juga belum punya satelit dan setahu saya tidak sedang menyewa transponder satelit manapun), atau seolah menunjukkan peduli dengan progress e-KTP. Tapi sih, merujuk note saya (baca link paling atas jika ingin mengecek ulang), sebetulnya justru absurd saat fraksi Golkar sering bertanya terkait e-KTP. Lha wong sejak 2011 pihak Golkar dituding sebagai pihak yang paling diuntungkan dalam bisnis e-KTP koq, malah justru rewel dalam tanya-tanya e-KTP. Entar kebongkar loh. Kalau PDIP lebih ke aspek penghematan dan isu nasionalisme. Termasuk keamanan data server e-KTP. Tapi bukan berarti pernyataan terkait Indosat dan letak server e-KTP tadi yang bertanya ialah PDIP ya. Kalau PKS, kurang paham motifnya. Tapi memang harus diakui, 3 fraksi ini paling banyak datang dalam tiap rapat Komisi II (total anggota Komisi II ialah 50), bahkan dibanding Demokrat (yang punya jatah 8 kursi di komisi 2). Tapi banyak jangan diartika ndatang 7-8 orang. Maksudnya ya, 3-4 gitu. Atau saat yang (fraksi) lain ga adayang datang, 3 fraksi ini minimal datang 1-2 orang. Korupsi Double Cross, Mungkinkah? Dalam dunia intelijen (Inggris), double cross sederhananya ialah menumpuk berbagai kejadian untuk menutupi inti utama suatu kejadian. Kamuflase isu. Maka, apakah mungkin e-KTP dikorupsi? Dikorupsi berjamaah? Atau dikorupsi “tidak sengaja saling menutupi”? masalahnya saya bukan lulusan hukum. Tapikira-kira seperti ini: Kalau memang partai beringin (hmm..) benar-benar tersangkut dan benar-benar terbukti tersangkut pengadaan e-KTP (seperti diulas akhir September 2011 oleh Majalah Tempo), artinya kasus korupsinya baru “1 step”. Karena problemnya mungkin ada step lainnya. Yaitu kemungkinan oknum-oknum (kemungkinan loh ya) di Kemnedagri yang meng-down grade kualitas e-KTP. Maksudnya, komisi II tahunya bahwa mau kegesek dengan kartu lain kek (ya kan dompet DPR super tebel gitu loh, banyak banget kartu magnetik lainnya, kartu ATM maksudnya), mau ga sengaja kebanting, kelindes, atau difotokopi, kualitas e-KTP amat kuat secara fisik (hardware) dan software (chip) nya. Sayangnya, itu tidak pernah dijelaskan secara benar-benar gamblang oleh Mendagri, terkait card reader. Saya tidak mau berpolemik terkait pengadaan besar-besaran card reader. Tapi saya lebih ingin menunjukkan hal ini: “kalau suatu benda disetting gampang rusak, dan pemerintah sendiri menjamin akan ada penggantian secara pasti karena menyangkut data untuk negara, bukankah artinya diseting / niat (mens rea, bahasa hukum ala kasus Century) untuk membengkak-kan anggaran negara untuk pengadaan e-KTP”? saya coba tanya ke teman-teman yang lebih mengerti teknologi chip. katanya, chip RFID tidak akan rusak kalau difotokopi. makanya jika sampai kemendagri sampai harus menyampaikan "sebaiknya tidak difotokopi dan lebih utamakan card reader", artinya perancangan pengadaan (dalam berbagai rapat Komisi 2 - Mendagri) yang sudah menekankan pentingnya e-KTP yang benar-benar canggih, ternyata diturunkan kualitasnya (tidak jadi pakai RFID?) oleh oknum-oknum tertentu. bisa jadi, tapi tunggulah sejalannya waktu. kira-kira inilah potensi korupsi step 2. Dan, antara step 1 dan step 2 bisa jadi saling menutupi satu sama lain. Tapi yang lebih mengerti isu ginian, pastinya SH. Bukan SIP/SHI. Saran Terlepas apakah ada tendensi korupsi, bagaimanapun hak setiap warga negara mendapat penggantian e-KTP yang (lebih) baru. Misal ibu saya, yang saat mendaftar ulang nomor plat di Samsat, tidak sengaja lupa ter-staples e-KTP nya saat memfotokopi (pasti banyak sekali kasus seperti ini), tentu Ibu saya dan siapapun berhak mendapat ganti e-KTP. Lha wong, Mendagri sudah menjamin, data rekam e-KTP sangat siap sedia dari server utama ke server tiap daerah. nah ini juga sebetulnya bukti (terduga) dikorupsinya e-KTP. bagaimana mungkin e-KTP kalau distaples bisa bolong, lha saat rapat di Komisi 2, e-KTP disetting agar sekuat misalnya kartu ATM Platinum. bukan berbahan plastik. anggaplah e-KTP secara lempeng (jikapun lempeng plastik) lebih kuat dibanding KTP lama. tapi dalam perancangan anggaran dan perancangan lainnya di Komisi 2 dengan Mendagri, setahu saya, e-KTP dibuat dengan lempeng logam selevel kartu ATM Platinum. nah.... tuk masalah pengadaan lempeng, coba buka-buka lagi (jika punya) Majalah Tempo edisi Akhir September 2011 yang membahas keterlibatan partai beringin terhadap pengadaan e-KTP (atau coba lihat link yang paling atas yang saya pasang) Bahkan ambisiusnya (dalam salah satu rapat lain pula), Mendagri mengklaim,misal nih e-KTP anda hilang, kalau kita melakukan prosedur yang tepat untuk mengurus e-KTP baru sejak pagi jam 8 katakanlah, jam 10 pagi anda sudah pegang e-KTP baru, dan gratis. Toh, saya nih, sudah rekam data e-KTP sejak mei 2011, sekarang, Mei 2013,belum dapet tuh, Ini bukan curcol, saya juga ga butuh-butuh amat e-KTP. Lucunya, setahu saya, adik saya di Singapura yang baru melakukan perekaman data e-KTP pada akhir 2011, sudah dapat e-KTP. Padahal kami sekeluarga. Sepertinya banyak kasus penyerahn e-KTP dimana dalam satu keluarga belum tentu bersamaan mendapat e-KTP. Jadi, siapapun yang terlanjur memfotokopi e-KTP, jangan panik. Pasti nanti bisa mendapat ganti. Ke? Ke Kantor Kecamatan. Yang sempat ke tempat scan, atau punya scanner sendiri, bisa mengscan e-KTP nya, agar rada techie sedikit. Setelah discan, difokopi sebanyak yang dibutuhkan tuk jaga-jaga. karena terlalu banyak kesalahkaprahan dengan tulisan2 yang “missing link” di berbagai forum, mudah-mudahan tulisan ini menentramkan (tuk sementara). Sebelum....sebelum ternyata terbukti ada tendensi korupsi. Ngomellah ke twitter @adimuliapradana tuk komplain post tumblr cerita yang sama:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H