Pernah merasa sendiri?
Pernah merasa tidak dianggap?
Pernah merasa menjadi kaum minoritas?
Kita semua patut prihatin dengan keadaan negara kita saat ini. Tidak melulu memikirkan perceraian pasangan selebritis, tidak melulu hanya menonton keseharian orang lain melalui VLOG nya atau yang lainnya. Prihatin dengan keadaan diskriminasi dan stigmatisasi masyarakat zaman sekarang. Diskriminasi seperti apa yang perlu kita cermati? Diskriminasi kepada orang dengan gangguan jiwa. Orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ tidak selalu buruk, mereka malah seharusnya menjadi tanggung jawab kita bersama untuk membantu mereka. Tapi, pada realita nya sekarang seperti apa?
Mereka malah mendapatkan cacian, makian, sampai ada yang bisa melakukan kontak fisik yang tidak berbudi. Apakah ini cerminan orang Indonesia yang katanya memiliki budaya sopan santun dan Bhineka Tunggal Ika? Seharusnya tidak. Sudah menjadi tugas kita bersama untuk saling membantu antar sesama manusia.
Lalu sebenarnya, apa yang menyebabkan gangguan jiwa? Apakah benar bahwa gangguan jiwa hanya dialami orang dewasa dan dibawa dari lahir?
Jawabannya adalah Salah. Bahkan di tahun 2014 saja, angka masyarakat yang menunjukkan gejala gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% atau sekitar 14 juta orang, dan ini diderita kebanyakan oleh remaja diatas 15 tahun. Setelah dilakukan observasi, ternyata remaja-remaja itu mengalami gejala-gejala depresi dan cemas karena mengalami "BULLYING" di sekolah atau lingkungan sekitar mereka.
"Aku dikatain sipit. Aku dikatain gendut. Aku dikatain hitam. Aku dikatain ..... Aku dikatain ...."
Budaya seperti ini memang sudah tidak asing dihadapan kita. Bukan hanya tidak asing, tapi seperti sudah mendarah daging. Disaat orang lain memiliki nama yang telah dibuat oleh orang tua nya dengan susah payah, oleh karena salah satu keadaan FISIK mereka yang mencolok, lalu ia akan selalu dipanggil dengan julukan tersebut.
SI GENDUT.
SI KRIBO.