Mohon tunggu...
slamet riyadi
slamet riyadi Mohon Tunggu... -

Penulis dan konsultan marketingbeneran.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ahok, Kalah!

2 April 2016   08:51 Diperbarui: 2 April 2016   09:30 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian pemilih, apalagi pendukung Ahok akan berteriak “ mana mungkin !’. Tapi benarkah Ahok sulit dikalahkan atau bahkan tidak mungkin dikalahkan? Jika lawan-lawan Ahok yang muncul seperti yang media beritakan dan mempertontonkan strategi yang selama ini kita lihat di media. Ahok menang, hanya tunggu waktu. Bila ini terjadi Ahok harus berterima kasih kepada Taufik dan Lulung yang secara tidak sengaja ikut membesarkan nama Ahok, yang harus diakui sepak terjangnya selama ini memang ok.

Ibarat kata! Ahok menjulang karena kerjanya. Dengan gayanya Taufik dan Lulung membantu mengibarkannya. Ternyata gaya inipun diikuti oleh calon penantang Ahok. Sebenarnya Taufik dan Lulung punya lawan yang hebat sebagai sparing patner yaitu Ahok. Tetapi sayang mereka berdua gagal memanfaatkan kesempatan ini untuk menaikkan citra keduanya sebagai wakil rakyat yang sebanding dengan Ahok, yang selama ini oleh sebagian besar masyarakat dipersepsikan bekerja untuk rakyat dan Jakarta. Mereka berdua lebih memilih sebagai orang yang marah kepada Ahok. Sehingga semua ucapannya mengenai Ahok dan programnya, jauh dari objektivitas.

Ketika berada diruang publik di mana media sebagai salurannya maka rakyat sebagai audiens (khalayak) akan menilai mereka yang menjadi berita dari apa yang disampaikan media. Lulung mulai berkonflik dengan Ahok setelah adanya penertiban Tanah Abang. Disini secara umum rakyat mempesepsikan Ahok sebagai pemimpin tegas yang ingin menciptakan ketertiban dan kelancaran untuk rakyat Jakarta. Sedang Lulung oleh sebagian masyarakat dipersepsikan sebagai orang yang menentang program yang digalakkan Ahok.

Sedang Taufik mulai berkonflik ketika Ahok secara sepihak keluar dari partai Gerindra karena menurut Ahok dirinya sudah tidak sejalan dengan Gerindra yang setuju pemilihan kepala daerah lewat DPRD. Sedangkan sebagian besar aktivis, cendikiawan dan masyarakat setuju pemilihan kepala daerah secara langsung.

Entah ini disengaja oleh Ahok atau blessing. Taufik dan Lulung terus memainkan peran ini sampai sekarang. Menyerang Ahok bukan dengan adu data, adu strategi dalam kerangka kepentingan “rakyat” tetapi lebih bersikap reaktif. Selain itu cara menyampaikannya seperti orang marah secara personal bukan sebagai anggota dewan yang mengawasi eksekutif. Dengan cara ini bagaimana mereka mau menarik simpati masyarakat dan menaikkan citra mereka.

Seorang politisi apapun perkataan dan tindakannya akan menjadi berita. Dari berita inilah khalayak memotret kualitas seseorang. Oleh karena itu ketika Anda sudah menjadi politisi, Anda tidak bisa sembarangan berbicara didepan umum. Sayangnya sebagian besar politisi kita berbicara apa saja bahkan terhadap sesuatu yang bukan bidang dan keahliannya. Nada bicaranya yang menghakimi, mencampuradukkan antara opini dan fakta. Padahal dari sinilah khalayak menilai kredibilitas seseorang.

Dalam hal ini kita harus berguru sama SBY, lihat gaya bicaranya, gesturnya, pokok pembicaraannya. SBY ketika berbicara kepada khalayak, memegang dada dengan tangan kanan, kemudian dengan kedua tangan terbuka dia meyampaikan ide-idenya, kritiknya. Meskipun sebagian orang menganggapnya terlalu formal dan membosankan tetapi sebagian besar masyarakat mempersepsikan SBY secara positif. Itulah mengapa ketika SBY maju pada pemilihan presiden keduanya menang secara meyakinkan.

Selain sosok SBY yang memang gagah dan simpatik. Cara SBY mengemukakan suatu masalah dan caranya pasti ada tim yang membantunya. Seorang Politisi menurut saya “harus” punya “Political Coach”. Dialah yang menganalisa setiap percaturan dan peristiwa yang terjadi dimasyarakat day by day. Dari sinilah Political Coach akan memberikan gambaran, apa masalahnya, fakta, data pembanding kemudian memberikan pointer kepada politisi apa yang harus ditanggapi, bagaimana menanggapi, apa tujuannya.

Dari proses inilah citra positif seorang politisi terbentuk, jika peran ini dilakukan dengan konsisten dalam kerangka besar untuk “kepentingan” rakyat. Maka rakyat akan memberikan penilaian yang positif. Jika orang seperti ini ingin mencalonkan diri lagi maka partai berebut meminangnya, masyarakat dengan antusias membantunya bahkan rela berkorban untuk bersama mencapai cita-cita yang diperjuangkan.

Seperti yang telah dikemukakan dalam tulisan-tulisan sebelumnya bahwa yang menjadi nilai dari konsep dan strategi Marketing Beneran (The MarkBen Consulting) adalah “hanya hati yang menggerakkan hati”. Oleh karena itu The MarkBen Consulting mensyarakat orang untuk memulai segala sesuatunya dengan “Niat Benar”. Karena dari niat inilah sepak terjang seseorang dimulai.

Jokowi sukses sebagai pengusaha mebel masuk kedunia politik karena “yakin bisa membantu masyarakat” dengan kemampuan dan pengalaman yang dia punya. Inilah “Niat Bener” Jokowi. Dari niat itulah tampak sepak terjangnya selama ini. Mulai dari Walikota, Gubernur dan sekarang Presiden. Kerja..kerja…kerja, selain itu dia tidak pernah menumpuk kekayaan dari jabatan yang dia kuasai bahkan untuk anak-anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun