Mohon tunggu...
slamet riyadi
slamet riyadi Mohon Tunggu... -

Penulis dan konsultan marketingbeneran.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ahok, Kalah!

2 April 2016   08:51 Diperbarui: 2 April 2016   09:30 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para bakal calon dan petinggi partai harusnya sudah punya peta bagaimana Jakarta sebelum Jokowi Ahok menjabat dan sekarang apa hasilnya. Bagaimana pengalokasian anggaran, perencanaan, program dan pelaksanaannya. Apa masalah yang dirasakan masyarakat dan bagaimana harapannya.

Inilah yang menjadi parameter utama untuk melawan Ahok. Kemudian segera pilih calon untuk sosialisasi dan dinilai oleh masyarakat. Tentunya perlu tim yang solid dan cerdas. Sehingga bisa memetakan masalah, memberi saran apa yang harus diomongkan, siapa saja yang ngomong,bagaimana caranya, dimana, kapan dan apa respon masyarakat. Hal paling penting adalah bagaimana merangkum semuanya itu menjadi ide sederhana yang dimengerti masyarakat.

“It’s the Economy, Stupid !” Itu yang menjadi issue (ide focus) yang dilontarkan Bill Clinton dan tim kampanye ketika melawan George Bush senior sebagai petahana dimana survey menunjukkan dia unggul. Semua strategi dan pesan focus ke titik ini. Issue ini dipilih secara cerdas dalam satu ide yang sederhana “It’s the economy, stupid”.

Inilah mantra Tim Bill Clinton yang cerdas dan langsung dipahami oleh sebagian besar masyarakat. Karena mereka sudah memetakan masalah yang dihadapi kelas menengah Amerika selama Bush memimpin. Ide ini juga dipilih untuk mengcounter issue utama Bush yaitu politik luar negeri.

Tim Clinton merangkum strategi kampanyenya berdasarkan masalah yang paling dirasakan masyarakat saat itu “ Ekonomi “. Defisit anggaran membesar, pendapatan kelas menengah menurun drastis, angka pengangguran meningkat. Ketika Bush menuduh Clinton dan pasangannya Al Gore “gila”.

Dalam salah satu sesi kampanyenya Clinton dengan gayanya yang kharismatik mengatakan . “Sekarang, biarkan saya mengatakan sesuatu,” kata Clinton di Pittsburgh. “Saya akan memberitahu Anda, apa yang ada dipikiran saya tentang gila. Saya pikir gila itu adalah pengangguran akan naik dan pendapatan turun” yang disambut gegap gempita pendukungnya.

Sejarah akhirnya membuktikan bahwa rakyat Amerika lebih memilih presiden yang visi dan misi bertumpu pada ekonomi ketimbang presiden yang sibuk mengurusi politik luar negeri. Meskipun lawan politik dan media massa terus mencecar bahwa Bill Clinton belum punya pengalaman yang cukup sebagai politisi, terlalu liberal gaya berplotiknya, menentang perang Vietnam, tetap tidak bisa menghentikan Bill Clinton menjadi presiden.

Ketika Foke maju sebagai petahana, didukung oleh mayoritas partai, putra betawi asli yang lama malang melintang di biroksasi DKI. Banyak pihak meramal Foke akan melenggang dengan mudah. Apalagi hasil survey menunjukkan bahwa Foke unggul jauh dari semua kandidat. Bahkan beberapa lembaga Survey meramal Foke menang 1 putaran.
Jokowi yang sudah punya pengalaman sebagai pemimpin daerah dibantu tim tahu betul masalah yang dihadapi DKI dan apa yang diinginkan masyarakat Jakarta.

Ketika Foke yang lebih bermain ditataran elit, Jokowi maju dengan ide baju kotak-kotak yang merakyat. Selain prestasi yang pernah dicapai selama menjadi Walikota Solo terus disuarakan oleh Tim. Jokowi tampil sebagai sosok yang tidak berjarak dengan semua lapisan masyarakat. Strategi ini disambut antusias, terutama oleh masyarakat menengah bawah.

Dalam setiap kampanye Jokowi selalu menekankan bahwa masalah Jakarta bukan pada perencanaan atau program tetapi pada eksekusi, koordinasi dan pengawasan. Ide ini terus diulang-ulang setiap ada kesempatan. Ide ini bukan saja membuat Foke terlihat kurang terampil kerjanya ternyata ide ini juga diterima oleh kalangan menengah atas. “ Dari dulu kok akan….akan, terus kapan mengerjakannya” kata Jokowi setiap ada kesempatan.

Tim Jokowi memahami bahwa masyarakat Jakarta selama ini sudah muak terhadap perilaku elitis petinggi partai. Selain itu selama Foke memimpin masalah yang dirasakan masyarakat tidak banyak berubah yaitu korupsi, macet, banjir dan pelayanan biroksasi yang tidak professional. Ditambah pemilihan ide kampanye, strategi, track record, dan gaya Jokowi sendiri yang lain dari pejabat kebanyakan, masyarakat Jakarta akhirnya memilih Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun