Mohon tunggu...
resahderajiwa
resahderajiwa Mohon Tunggu... -

“if you want to shine like sun first you have to burn like it.” \r\n― Adolf Hitler

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pak Raden: Si Kecil Unyil dan Dongeng Anak Negeri

31 Oktober 2015   19:06 Diperbarui: 31 Oktober 2015   19:32 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

masih ingat di batok kepala saya medio tahun 1980an di saat hiburan tanah air hanya dominasi tvri, salah satu agenda tiap pekan adalah menonton film unyil di rumah tetangga saya, maklum segelitir dari kami warga desa di ujung propinsi jawa timur yang memiliki televisi, walau hanya hanya dengan dwi warna buat kami itu adalah sebuah kotak ajaib yang bisa mengeluarkan gambar dan suara. mungkin diantara kalian seumuran dengan saya yang masih polos dan lugu menyaksikan tontonan yang sangat menggugah semangat keanekaragaman etnis di nkri. setiap pekan adalah mimpi yang indah bagi kami selain bermain di lumpur sawah dan renang si sungai.

sungguh momen yang tak tergantikan ada pelajaran dan nasehat dari tiap fragmennya. dari se kecil unyil yang baik dan lugu, ambleh dan ogah si pemalas dan arogansi pak raden sebagai tokoh antogonis. dan baik dan bijaknya bu raden saat pak raden marah - marah ada kelompok unyil, usro dan melani iseng memetik mangga. ketika ada kabar meninggalnya Drs. Suyadi aka pak raden juga maestro dongeng dan inisiasi tokoh si unyil saya hanya tertegun, saya tidak kenal beliau apalagi tahu bahwa pak raden nama aslinya Suyadi. dan ketika berita tentang meninggalnya pak raden dengan kondisi keberadaan ekonominya yang kekurangan, menjadi bahan exploitasi berita hanya prioritas rating, banyak ajaran hidup dari tiap episode cerita unyil, petuah untuk menjadi orang baik selalu menjadi patron dari materi cerita. dari asumsi apapun media sekarang dari televisi kabel hingga televisi nasionaljarang kita temui segmentasi untuk film hiburan yang segmentasi bagi usia dini.

memang pak raden dan unyil bukan tokoh animasi yang di bikin dengan Computer Graphic Image ( CGI ) kwalitas wah dengan warna warni serupa aslinya, bagi kami warna hitam putih televisi dan boneka dari tanah liat yang di mainkan oleh sang pendongen adalah murni dan nyata mengajarkan jujur dan polos.

pak raden sudah nyaman kembali pulang ke sang penciptanya, dengan segudang pengabdian dan totalitas pada biduran dan pendidikan anak - anak, karena dia sadar bahwa generasi kami inilah aset masa kini. dan mungkin dia bukan robot yang tetap abadi hingga bisa menelurkan ide dan imajinya bagi perkembangan anak - anak. dan kebodohan bangsa kita adalah mengulang dari peristiwa yang sama, yaitu toleransi dan penghargaan bagi seniman dan maestro budaya yang hanya di anggap selingan di kala waktu.

pak raden lahir di saat awal kemerdekaan dia buka tentara ataupun pahlawan tapi bagi kami di pedesdaan adalah dewa penyelamat kami mengnal apa itu merah putih, apa itu indonesia, apa itu keberagaman, apa itu toleransi dan saling menghormati antar sesama. memberi andil pada watak dan karakter kami. walau di sebuah kotak hitam bergerak dan bersuara dari dwi warna hitam dan putih polos dan lugu..selamat jalan pak raden kami meridukanmu.

                                                                                                                                 pacitan 10/31/2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun