Perundungan adalah salah satu permasalahan sosial yang sering ditemui di lingkungan, termasuk dalam pelayanan publik. Minimnya pengawasan terhadap perilaku bullying di lingkungan pelayanan publik memberi dampak negatif pada kesejahteraan fisik, mental, dan sosial masyarakat. Sebab itu, diperlukan strategi pengawasan yang efektif agar tercipta pelayanan publik yang aman dan melindungi masyarakat dari dampak buruk bullying. Tujuan dari penelitian untuk menyurvei sejauh mana upaya pengawasan terhadap perundungan di instansi pelayanan publik telah efektif, dengan mengacu pada riset sebelumnya. Penelitian ini menggunakan metode studi referensi. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan setiap data-data yang ada untuk dianalisis lebih dalam sebab dan akibatnya. Pengumpulan referensi dilakukan dengan menganalisis berbagai artikel yang berkaitan dengan perundungan di masyarakat. Hasil kajian beberapa literatur menunjukkan bahwa berbagai upaya pencegahan perundungan sudah dilakukan. Namun, belum berhasil mengatasi perundungan. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa diperlukan pendekatan yang lebih ekstensif untuk mengatasi perundungan. Perundungan dapat dicegah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak buruk perundungan dan pentingnya melaporkan perundungan, penguatan kebijakan pemerintah yang tegas dan jelas kepada masyarakat untuk mencegah dan menangani perundungan, pelatihan untuk petugas pelayanan publik guna mengetahui tanda-tanda dan cara menangani perundungan, serta kolaborasi di antara pemerintah, bersama lembaga swadaya masyarakat, juga masyarakat agar tercipta lingkungan aman dan bebas perundungan.
Istilah Bullying jika kita artikan dalam bahasa Indonesia dapat disebut dengan perundungan atau juga tindakan kekerasan yang dilakukan berulang kali . Goodwin menyatalan bahwa perilaku Bullying merupakan sebuah tindakan atau juga perilaku agresif yang dilakukan dengan sengaja, perilaku tersebut dapat dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang yang dilakukan secara terus menerus dan dari waktu ke waktu terhadap suatu korban yang tidak dapat untuk melawan pelaku (Goodwin, 2010). Bullying adalah tindakan yang negatif yang dilakukan oleh seseorang atau bahkan lebih yang dilakukan secara terus menerus, sehingga dapat di nyatakan unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian bullying yaitu keinginan untuk menyakiti suatu orang, tindakan yang bersifasat negatif, kekuatan tidak setara, suatu repetisi, kesenangan yang dirasakan oleh pelaku dan rasa tertekan di pihak korban.(piaget, 1998).
      Bullying telah menjadi masalah besar di Indonesia, baik di masyarakat luas maupun di sekolah. Di Indonesia, bullying sangat umum, dengan banyak kasus yang dilaporkan setiap tahun. Fenomena ini menunjukkan bahwa pelecehan telah menjadi budaya dan memerlukan penanganan yang menyeluruh. Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI mengemukakan bahwa kasus bullying biasanya berbentuk kekerasan fisik, verbal, atau intimidasi melalui media sosial. Korban sangat dirugikan olehnya, yang sering mengalami ketakutan, trauma psikologis, dan bahkan depresi. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat, kurangnya penegakan hukum, dan kemudahan mengakses konten kekerasan di media sosial adalah faktor yang memengaruhi prevalensi bullying.( Reza Fajrian, 2024)
      Terdapat pikolog yang menyatakan bahwa penyebab seseorang menjadi pelaku bullying bisa dari banyak faktor yang sering terjadi adalah orang tua yang memanjakan anaknya, keadaan keluarga yang tidak baik sehingga anak tak terawat, atau  karena anak tersebut meniru perilaku bullying dari kelompok pergaulannya.(Kriswanto, 2025).
Pendekatan penelitian yang digunakan pada artikel ini adalah studi referensi dengan menggunakan analisis kualitatif. Data dikumpulkan dari dua artikel utama terkait yang  membahas peran guru dan lembaga pemerintah dalam memantau dan mengatasi penindasan. Proses pengumpulan data dilakukan dengan mengkaji artikel mengenai efektivitas upaya anti-bullying yang dilaksanakan oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan  peran otoritas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai lembaga pemerintah. Artikel-artikel ini dipilih untuk memberikan gambaran komprehensif tentang pendekatan pengawasan di tingkat pendidikan dan kebijakan. Data yang dikumpulkan akan dianalisis secara komparatif untuk mengetahui efektivitas strategi preventif dan remedial untuk mencegah perundungan dan pengawasan dalam menciptakan lingkungan yang aman. Analisis ini memberikan kesimpulan dan rekomendasi yang diharapkan dapat memperkuat upaya pengawasan untuk membangun layanan publik yang melindungi masyarakat dari perilaku perundungan. Data dikumpulkan dari dua artikel utama terkait yang membahas peran guru PKn dalam mencegah perilaku bullying (Naiborhu & Manullang, 2022) serta efektivitas peran Dewan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam penanganan kasus bullying (Ariani & Prawitasari, 2024). Artikel-artikel ini dipilih untuk memberikan gambaran komprehensif tentang pendekatan pengawasan di tingkat pendidikan dan kebijakan. Data yang dikumpulkan akan dianalisis secara komparatif untuk mengetahui efektivitas strategi preventif dan remedial untuk mencegah perundungan dan pengawasan dalam menciptakan lingkungan yang aman. Analisis ini memberikan kesimpulan dan rekomendasi yang diharapkan dapat memperkuat upaya pengawasan untuk membangun layanan publik yang melindungi masyarakat dari perilaku perundungan.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merupakan lembaga negara yang dibentuk atas amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memiliki wewenang dalam melakukan perlindungan terhadap anak beserta hak-haknya, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun publik. Lembaga ini dibentuk dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia (Ayuwuragil, 2013). Tugas dan fungsi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah diatur didalam undang-undang. Berdasarkan pasal 76 Undang-Undang Perlindungan Anak, tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yaitu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak anak, memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi mengenai perlindungan anak, menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan masyarakat mengenai pelanggaran hak anak, melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak, melakukan kerjasama dengan lembaga yang dibentuk masyarakat di bidang perlindungan anak, dan memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap undang-undang ini (Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga diatur didalam pasal 9 UndangUndang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan sistem peradilan pidana anak, melakukan koordinasi lintas sektoral dengan lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perlindungan anak dalam rangka sinkronisasi perumusan kebijakan mengenai pencegahan, penyelesaian administrasi perkara, rehabilitasi, dan reintegrasi sosial (Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak . KPAI juga melakukan koordinasi dan pemantauan dalam penanganan dan pencegahan korban tindak pidana kekerasan seksual sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
      Implementasi Kebijakan Perlindungan Anak di Lingkungan Sekolah Implementasi sebuah kebijakan perlindungan anak memiliki cangkupan yang cukup luas, bukan hanya tentang kebutuhan sosial dan ekonomi, tetapi anak sebagai orang yang belum berusia 16 (enam belas) tahun  dan KUHP perdata menyebutkan anak adalah orang yang belum mencapai usia genap 21 tahun. Anak dalam tahap perkembangan kognitifnya sangat dipengaruhi oleh juga perihal perlindungan akan hak anak agar mendapatkan pendidikan layak, terhindar dari diskriminasi, dan atau korban kekerasan di lingkungan tempat belajar seperti sekolah5. Keberhasilan pelaksanaan perlindungan ini dapat dicapai dengan baik jika mendapatkan dukungan serta keterlibatan aktif dari berbagai pihak yang terkait.
      Berbicara mengenai kapan seseorang dapat dianggap sebagai anak hingga usia berapa, tampaknya terdapat beragam variasi dalam batasan yang dijelaskan oleh undangundang yang berbeda. Ini karena adanya sebab dari perbedaan latar belakang dan tujuan yang menjadi dasar dari masing-masing undangundang tersebut, diantaranya6: Dalam sistem peradilan anak, bahwa anak ialah yang telah mencapai usia 18 tahun dan belum pernah menikah KUHP mendefinisikan "Hak Anak Untuk Mendapatkan Perlindungan Berdasarkan Peraturan PerundangUndangan," UIR Law Review 1, no. 02 (2017): 183--90.  Pendidikan memiliki makna sebagai upaya yang sengaja dilakukan oleh pendidik, seperti guru, orang tua, atau siapapun yang berperan dalam proses pembelajaran, dengan tujuan membantu anakanak dalam pengembangan kepribadian dan pertumbuhan mereka secara keseluruhan. Pendidikan sebagai usaha untuk membantu anak-anak tumbuh dan berkembang secara menyeluruh, termasuk dalam aspek fisik, emosional, intelektual, dan Implementasi Kebijakan Perlindungan Anak di Lingkungan Sekolah Implementasi sebuah kebijakan perlindungan anak memiliki cangkupan yang cukup luas, bukan hanya tentang kebutuhan sosial dan ekonomi, tetapi anak sebagai orang yang belum berusia 16 tahun dan KUHP perdata menyebutkan anak adalah orang yang belum mencapai usia genap 21 tahun.
      Bentuk Bullying Yang Terjadi Perilaku bullying yang terjadi sebenarnya hampir atau banyak terjadi namun tidak disadari ataupun dilihat oleh seorang guru dan warga sekolah ataupun kalangan siswa-siswi itu sendiri. Secara dasar bullying terbagi menjadi tiga. Bullying adalah bullying fisik, psikis dan verbal (Chakrawati, 2015).210 Jurnal Al Husna Vol. 2, No. 3 Salah satu bentuk bullying yang terjadi di SD X yaitu, bullying fisak dan verbal, yaitu, bentuk bullying secara fisik yaitu: memukul, menarik, mendorong, menendang. Dan bentuk bullying verbal seperti: mengejek, memanggil yang bukan nama aslinya, membentak. Bentuk bullying yang terjadi SD X seperti, bullying fisik memukul, medorong. Bentuk bullying verbal berupa mengejek dan menyoraki. Bentuk bullying psikis berupa mendiamkan dan menjauhi serta menolak berkomunikasi. Hal ini di dapat dari hasil wawancara salah satu guru di SD X: "Yang sering terjadi kenakalan atau bullying itu, ya itu mas saya sering lihat anak-anak mukul mukulan terus manggil itu bukan pakai nama panggilanya tapi nama dari orang tuanya, bahkan ada anak yang punya julukannya masing-masing." Tindakan guru dalam pencegahan perilaku bullying Guru merupakan pembimbing dimana berdasarkan pengalaman serta pengetahuanya tentang pembelajaran mereka harus bertanggung jawab terhadap pendidikan dan perkembangan siswa-siswinya . Berdasarkan dari pengamatan serta pengumpulan data guru disekolah X telah mengupayakan pencegahan dan penanganan bullying melalui video motivasi, pengarahan secara klasikal, dan pengarahan secara individual menyisipkan nilai-nilai karakter dalam setiap muatan mata pelajaran. Dalam pelaksanaannya guru juga selalu melibatkan orang tua siswa jika memang permasalahan siswa cukup sulit biasanya guru akan berkunjung kerumahnya. Berikut hasil wawancara kepada para guru tentang tindakan pencegahan perilaku bullying di sekolah.
      Bullying atau yang biasa disebut dengan perundungan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan mengganggu, menggertak, melakukan kekerasan, ataupun menindas orang yang lebih lemah . Perilaku Bullying ini menjadi perilaku yang dapat menyebabkan kerugian bagi korban Bullying baik secara mental ataupun psikologisnya. Perilaku Bullying seringkali terjadi akibat adanya perbedaan dari seseorang ataupun sekelompok orang. Perbedaan yang ada dalam kemunculan kasus Bullying ini sendiri pada umumnya berkaitan dengan perbedaan baik secara fisik orang tersebut ataupun secara materi atau kekayaan seseorang, sehingga orang yang merasa fisik ataupun materinya lebih unggul daripada orang lain merasa dirinya lebih dan merendahkan orang lain dengan perilaku yang mengganggu. Bilamana perilaku merendahkan ini terus menerus terjadi, maka perilaku Bullying dapat terbentuk.